Rabu, 19 Juni 2013

Psikopat dan Kesehatan Mental

Psikologi : "Psikopat" (Kesehatan Mental - Softskill)

Psikologi adalah jurusan yang saya pilih,,
Psikopat adalah tulisan yang saya ingin buat,,

Psikopat itu apa sih? Ada yang ingin tahu..
Psikopat adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang yang secara kronik (terus-menerus) menunjukan perilaku immoral dan anti sosial. Oleh karena itu kadang juga digunakan istilah sosiopat.

Psikopat biasanya tahu perilakunya memalukan dan merusak atau merugikan orang lain, tetapi kadang dia tidak peduli atau tidak dapat menahan diri untuk melakukannya. Ketidakpeduliannya itu disebabkan karena pada dasarnya para psikopat memang mengalami kelainan kepribadian.

Perilaku psikopat biasanya :
·         Agresif
·         Kriminal
·         Seksual
·         Perilaku sosial

Dalam terminology psikoanalisis Freud :
Psikopat adalah orang yang Egonya terlalu dikuasai Id dan Super ego tidak ada wibawa atau pengaruh sama sekali terhadap ego.

Prognosis (masa depan) psikopat pada umumnya tidak bagus, mungkin pada awalnya dia akan berhasil mempengaruhi beberapa orang yang menjadi pengikutnya, karena berlainan dengan pendapat awam (bahwa psikopat selalu ganas dan menyakitkan), psikopat juga bisa tampil dengan sangat menawan. Dia pandai berbicara sehingga cepat mendapat kepercayaan dari orang lain (korban-korban psikopat biasanya tertipu oleh penampilan ini).

Tetapi kadang, karena perbuatan immoral adan antisosialnya terus-menurus dilakukan, maka makin lama psikopat akan makin terisolasi dari lingkungannya, diberhentikan dari pekerjaan, dsb. Sehingga akhirnya, ia jatuh dalam kesendirian dan kemiskinan.

Psikopat perlu psikoterapi atau hypnoterapi
-       Psikoterapi adalah upaya intervensi oleh psikoterapis agar kliennya bisa mengatasi persoalannya. Metode psikoterapi adalah waawancara tatap muka perorangan, tetapi dalam praktiknya banyak variasi teknik psikoterapi, tergantung masalah yang sedang dihadapi klien dan teori dasar masalah tersebut.

Tujuannya : untuk mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah ringan sampai gangguan mental berat, seperti psikopat ini juga bisa) agar berfungsi secara optimal sehingga klien merasa dirinya lebih sehat secara mental.

-       Hypnoterapi adalah upaya psikiater dengan tehnik hipnotis untuk menurunkan amabang kesadaran dan mengsugesti pasien agar sembuh total dengan cara instant. Tetapi bila pengaruh sugesti menghilang, maka akan kambuh lagi.

-       Ada kolabarasi seni hypnosis timur barat (salah satu cara untuk klien psikopat).
Hypnosis adalah seni mempengaruhi dengan memanfaatkan sugesti klien. Kolaborasi timur dengan barat maksudnya, biasanya bangsa barat lebih mengedepankan rasio dan logika. Proses tersebut dapat dilakukan sepanjang seorang terapis mengetahui titik sugestinya (keyakinan spiritual yang dimilikinya). Sedangkan bangsa timur lebih mengedepankan emosisaat berada dalam rasa spiritual dan sosial budaya itu sendiri.

Jadi apabila proses barat dengan timur digabungkan, maka pasien psikopat akan lebih cepat sembuh. Karena baik secara pikiran (akal), rasio, logika (logis) dikolaborasikan dengan emosi (perasaan) yang langsung kejiwa spiritualnya maka akan cepat dalam pemulihan sang pasien psikopat.


DAFTAR PUSTAKA
-       Sarlito W. Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
-       Hisyam A. Fachri. 2008. The Real Art Of Hypnosis. Jakarta : Gagas media.

Agama Sebagai terapi kesehatan mental


Agama merupakan salah satu bentuk perilaku yang sangat mempengaruhi keseharian seseorang. Dengan dasar keyakinan akan ajaran agama, seseorang akan berusaha mengubah dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama tersebut. Sehingga tidak mengherankan, karena ajaran agama dan keyakinan yang berbeda, membuat individu memunculkan perilaku yang berbeda sesuai dengan ajaran agamanya.
Apakah ada hubungan antara agama dengan kesehatan mental? Karena agama merupakan salah satu dasar yang mempengaruhi tingkah laku sehingga, agama dan kesehatan mental sangat berkaitan erat. Bahkan agama merupakan sandaran terakhir bagi seseorang yang mengalami masalah dan problem kehidupan yang tidak bisa terselesaikan.
Jika dalam pandangan teori psikoanalisa, agama merupakan bentuk perilaku tidak dewasa (abnormal), tetapi teori ini sudah banyak dimentahkan oleh teori-teori yang berorientasi humanistic, yang memandang bahwa manusia harus dilihat secara utuh. Walaupun pada dasarnya agama adalah sebuah perilaku yang tidak bisa dijelaskan secara rasional.
Seseorang yang mengalami tekanan psikologis yang tinggi, harus ada usaha untuk mengembalikan tekanan tersebut kearah normal. Sebenarnya, manusia modern saat ini memiliki tekanan yang sangat tinggi. Ada dua cara untuk menghadapi tekanan tersebut agar kembali normal, yaitu:
Ilmu Pengetahuan
Sebernarnya manusia diberikan suatu kekuatan yang sangat kuat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu ilmu. Yang menjadi masalah adalah, jika tekanan kehidupan tambah berat, tetapi perkembangan ilmu tidak mengimbanginya, sehingga membuat orang stress. Mungkin pada taraf ini yang membedakan antara potensi stress orang-orang yang mempunyai ilmu dan teknologi tinggi, lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal didaerah miskin. Dengan kekuatan ilmunya, orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan berusaha menjawab tantangan dan tekanan yang datang.
Agama dan Kepercayaan
Bagaimana dengan orang yang tidak memiliki ilmu yang cukup. Ini adalah oran-orang yang rentang mengalami stress kearah yang negatif. Tetapi ada satu pertahanan kuat yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu, agama. Agama merupakan sandaran dan pertahanan terakhir menghadapi tekanan yang dihadapi. Sehingga, seseorang yang tidak bisa menjawab tantangan yang dihadapi, dan tidak pula mempunyai benteng pertahanan ini (agama), akan jatuh kepada stress yang berat.
Ini menunjukkan bahwa, agama dapat mengembalikan tekanan kehidupan kearah yang normal dengan menjadi benteng pertahanan terhadap tekanan kehidupan. Tetapi alangkah baiknya, jika kedua benteng itu (ilmu dan agama) dimiliki oleh setiap orang, sehingga akan menjadi manusia yang sehat, jauh dari stress.

Kamis, 16 Mei 2013

Lupa

Lupa adalah penyakit manusiawi. Sesuatu yang sudah pernah dicamkan dalam ingatan (long-term memory) pada umumnya akan menjadi milik pribadi dan tidak mudah hilang. Jika pada suatu saat seseorang tak dapat mengingatnya, tidak selalu berarti bahwa hal itu telah hilang sama sekali dari ingatannya. Pada umumnya pula, hasil belajar kognitif, misalnya: pengetahuan, konsep, kaidah, prinsip atau strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah lebih mudah terlupakan karena tersimpan dalam rumusan verbal. Sedangkan keterampilan psikomotorik dan sikap cenderung bertahan bahkan menjadi semakin kuat dalam pembiasaan yang tak lagi berkadar kesadaran yang tinggi seperti pada awal pembentukannya.
Menurut W.S. Winkel, fase-fase yang dapat ditemukan dalam proses belajar adalah: 1) fase motivasi; 2) fase konsentrasi; 3) fase mengolah; 4) fase menyimpan; 5) fase menggali; 6) fase prestasi; dan 7) fase umpan balik.
Berkaitan dengan proses belajar, terjadinya lupa menyangkut penggalian (retrieval) materi pelajaran yang telah diolah (encoding) dan dimasukkan ke dalam ingatan (long-term memory). Dengan kata lain, lupa terjadi dalam penggalian karena adanya kesulitan dalam fase-fase belajar tersebut. Keluar (hilang) menyangkut fase konsentrasi karena unsur-unsur dalam materi pelajaran yang tidak relevan tidak akan diperhatikan lagi. Dalam fase pengolahan, materi yang tidak diolah dalam short-term memory akan terdesak keluar. Fase penyimpanan (storage) belum menunjukkan gejala adanya informasi yang terlupakan karena hanya menunjuk pada retensi. Demikian pula fase motivasi dan fase umpan balik tidak berkaitan dengan persoalan kapan terjadinya keluar dan lupa. Maka, keluar hanya terjadi sebelum ada yang dimasukkan ke dalam long-term memory, dan lupa dapat terjadi sesudah hasil pengolahan dimasukkan ke dalam long-term memory.
Lupa dapat terjadi karena pebelajar tidak mendapat kunci yang tepat untuk membuka ingatannya. Gejala setengah lupa atau lupa-lupa ingat dapat terjadi jika tidak seluruh materi yang telah dipelajari sama sekali terlupakan. Pemanfaatan teknik jembatan keledai (menyingkat dan atau menghubungkannya dengan kenyataan sehari-hari, menggambarkan peta pikiran, etc.) barangkali bisa menggali lagi ingatan terhadap sesuatu atau seseorang.
Mengatasi lupa dapat dilakukan dengan cara menggali ingatan (evokasi) tentang hal yang dilupakan, yakni mengaktualisasi pengetahuan yang pernah diserap (fiksasi) dan tersimpan dalam ingatan (retensi). Aktualisasi itu dapat berupa upaya mengenal kembali (recognition) atau mengingat kembali (recall). Sedangkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa antara lain:
  • Menumbuhkembangkan motivasi belajar intrinsik yang kuat, kesadaran akan tujuan yang harus dicapai dan mendorong keterlibatan pebelajar;
  • Memberikan perhatian khusus pada unsur-unsur yang relevan pada fase konsentrasi;
  • Mengolah materi pelajaran dengan baik dan segera, sedapat mungkin mengurangi penundaan pengolahan karena informasi lain yang masuk sesudahnya dapat mendesak keluar materi pelajaran dari short-term memory. Makin baik pengolahan materi (encoding), makin baik pula penyimpanannya (storage) dan proses penggaliannya dari ingatan (retrieval);
  • Mengaktualisasi pengetahuan dengan cara menggalinya dari ingatan, mengolahnya kembali dan menyimpannya lagi ke dalam ingatan;
  • Menggunakan kunci yang tepat/ cocok untuk membuka ingatan dalam fase menggali dan fase prestasi.
lupa

Jumat, 05 April 2013

ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

A. Kognitivisme
Kognitivisme merupakan suatu bentuk materi yang sering disebut sebagai model kognitif atau perceptual. Di dalam model  ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Belajar  disini dipandang sebagai perubahan persepsi dan pemahaman,yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini juga menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut.
Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi dan faktor-faktor lain. Proses belajar yang meliputi pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman- pengalaman sebelumnya.
B. Teori belajar kognitif
a. Teori belajar dari Peaget
Pendapat Peaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut:
  1. Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
  2. Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan bagi semua anak.
  3. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
  4. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: kemasakan,  pengalaman, interaksi sosial dan equilibration (proses dari ketiga faktor diatas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
Ada empat tahap perkembangan yaitu:
  • Tahap Sensori Motor (0-2 tahun) Anak yang berada pada tahap ini pengalaman diperoleh melalui perubahan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya,  ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannnya, atau perpindahan terlihat. Contoh : Anak mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
  • Tahap Pra Operasi(2- 6 tahun) Pada tahap ini adalah tahap pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan disini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek, menata benda-benda menurut urutan tertentu dan membilang. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pengalaman konkrit dari pada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatan berbeda maka, ia mengatakan berbeda pula. Contoh : Jika ada 5 kelereng yang masa besar di atas meja lalu kelereng itu diubah letaknya menjadi agak berjauhan maka anak pada tahap ini akan mengatakan letak kelereng yang berjauhan jumlahnya lebih banyak.
  • Tahap Operasi Konkrit (6- 12 tahun) Anak – anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di sekolah dasar. Ditahap ini anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda- benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secar objektif dan berfikir reversibel. Contoh : seorang anak diberi 20 bola kayu, 15 buah diantaranya berwarna merah. Apabila ditanyakan masalah yang lebih banyak bola kayu atau bola berwarna merah?  Anak pada tahap pra operasional menjawab bawa bola merah lebih banyak, sedangkan anak pada operasi konkrit menjawab bola kayu lebih banyak dari pada bola merah.
  • Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas) Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu mengadakan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak. Penalaran yang terjadi dalma struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Contoh  : Anak dihadapkan pada dua gambar yaitu gambar “pak pendek” dan “pak tinggi” lalu ank disuruh mengukur tinggi kedua gambar tersebut dengan menggunakan batang korek api dan dengan klip. Di sini anak diminta untuk membandingkan hasil dari pengukuran tersebut.
b. Teori Kognitif dari Brunner
Jeromi Brunner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping  hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Brunner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda- benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Menurut Brunner, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yakni:
  1. Memperoleh informasi baru, dapat merupakan penghaluasan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
  2. Transformasi informasi , menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah kebentuk lain.
  3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan produk yang ada.
Proses belajar melalui tiga tahap yaitu;
  • Tahap enaktif, Pada tahap ini anak-anak dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung.
  • Tahap ikonik, Pada tahap ini anak tidak memanipulasi objek-objek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan memggunakan gambaran dari objek.
  • Tahap simbolik, Pada tahap ini anak memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika,dimana pada tahap ini memanipulasi symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan objek-objek dan gambaran objek.
Dalil –dalil hasil pengamatan Brunner ke sekolah-sekolah:
  1. Dalil penyusunan (konstruksi) Dalil ini menyatakan bahwa jika anak mempunyai kemampuan untuk menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan idea tau definisi tertentu dalam pikiran, anak- anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukan sendiri. Sehingga jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan jadi memahaminya. Anak yang mempunyai konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Sebagai contoh untuk memperlihatkan perkalian, kita ambil , ini berarti bahwa dalam garis bilangan meloncat 3 kali,dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa, ternyata hasinya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini akan benar-benar memahami dengan pengertian yang dalam bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.
  2. Dalil notasi Dalil ini mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting, dimana notasi tersebut harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Contoh: notasi  Bagi anak yang mempelajari konsep fungsi lebih lanjut , diberikan notasi fungsi
  3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman Pada dalil ini diperlukan contoh-contoh yang banyak sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan dan teorema yang diberikan. Selain itu mereka perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan, sifat atau teorema sehingga anak diharaapkan tidak mengalami salah pengertian terhadap konsep yang sedang dipelajari. Contohnya untuk menjelaskan segitiga siku-siku ,perlu diberi contoh yang gambar- gambarnya tidak selalu tegak dengan sisi miringnya dalam keadaan miring, tapi perlu juga diberikan gambar dengan keadaan sisi miring mendatar atau membujur. Dengan cara ini anak terlatih dalam memeriksa apakah segitiga yang diberikan kepadanya tergolong segitiga siku-siku atau tidak.
  4. Dalil pengaitan (konektipitas) Dalam dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi , namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep dalil phytagoras diperlukan untuk menentukan tripel phytagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan sama-sama dapat digunakn dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya.
c. Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
  1. Pengajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
  2. Pelaksanaan pembelajaran harus memprhatikan kesiapan intelektual siswa
  3. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsp yang harus dierima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap konsep tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan pula dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih berada pada tahap operasi konkret, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkret.. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh konkret yang beraneka ragam kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan pembelajaran menjadi bermakna.
Faktor eksternalpun bisa mempengaruhi pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelum, selama, dan sesudah mengajar guru harus pandai- pandai (berusaha) untuk menciptakan kondisi agar siswa siap untuk belajar dengan perasaan senang tidak merasa terpaksa.
d. Teori Brownell
W . Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajr pada hakikatnya merupakan proses yang bermakna. Bila kita perhatikan , teori yang dikemukakan Brownell ini sesuai dengan teori Gestalt, yang muncul dipertengahan tahun 1930. Menurut teori pembelajran Gestalt, latihan hafal atau yang lebih dikenal dengan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah tertanamnya pengertian.
Aritnetika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitik beratkan hafalan dna mengasah otak. Aplikasi dari bahna yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali di kupas. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin normal.
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang lebih mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad ke 19 terdapat hasil yang menunjukan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh persepsi dan lain-lain.
 e. Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seornag matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, dan pengembangannya diorentasikan kepada anak-anak, sehinnga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak-anak yang mempelajarinya.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang srtuktur, memisahkan hubungan-hubungan tentang struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik.Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.dalam tahap ini anak membentuk struktur mental dan struktur sikap untuk mempersiapkan diri di dalam pemahaman konsep. Penggunaan alat peraga matematika anak-anak dapat dihadapkan pada balok-balok logik yang membantu anak-anak dalam mempelajari konsep-konsep abstrak
Dalam permainan yang disertai aturan anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Melalui permainan anak –anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk yang diberikan akan makin jelas konsep yang dipahami anak karena anak memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat dari situasi yang dihadapinya. Representasi bersifat abstrak sehingga anak-anak telah mengarah pada struktur matematika yang sifatnya abstrak.
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan konsep matematika atau perumusan verbal. Tahap belajar konsep yang terakhir yaitu formalisasi. Pada tahap ini anak dituntut untuk mengurutkan sifat- sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.Sebagai contoh anak-anak telah mengenal dasar-dasar dalam sruktur matematika seperti aksioma,harus mampu merumuskan atau  membuktikan teorema.
f. Teorema Van Hiele
Dalam pengajran geometri terdapat teori belajr yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang mnguraikan tahap-tahap mental anak dalam pengajaran geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam geometri. Hasil penelitiannya itu dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan. Menurut Van hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu,materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan.
Tahap belajar anak dalam belajar geometri menurut Van hiele sebagai berikut:
  1. Tahap pengenalan (visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geomerti secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujur sangkar, sisinya ada 6 buah dan rusuknya ada 12 dan lain-lain.
  2. Tahap analisis Pada tahap inianak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat benda geometri itu. Misalnaya disaat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri satu dengan yang lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi.
  3. Tahap pengurutan (deduksi informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang dikenal dengan berfikir deduktif. Namun, belum secara keseluruhan. Anakpun sudah mulai bisa mengurutkan, misalnya bahwa bujur sangkar adalah persegi. Demikian juga dengan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus juga adalah balok dengan sisi berbentuk bujur sangkar. Tetapi pola pikirnya belum mampu menerangakan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua buah benda yang kongruen.
  4. Tahap deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke khusus. Dia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan di samping yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai mampu mengenal dalil, aksioma atau postulat dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat itu benar dan mrngapa dapat dijadikan postulat dalam pembuktian segiga kongruen.
  5. Tahap akurasi Dalam tahap ini sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma atau postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas , masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Jumat, 15 Maret 2013

PENGERTIAN KONSELING KARIER

Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling karir menurut Drummond & Ryan ( 1995):
Career conseling and development are processes in which counseling activities, strategic and interventtions are used to work with people who seek help ini making career exploration, planning and transition decisions ……. in learning and working process.
Drummond & Ryan merumuskan konseling karir dan perkembangannya merupakan proses dimana kegiatan, strategi dan intervensi digunakan untuk membantu konseli dalam eksplorasi karir, perencanaan dan pengambilan keputusan karir dalam proses belajar pada lingkup sekolah dan atau dalam proses kerja. Dari rumusan tersebut terkandung makna bahwa fungsi konseling karir adalah memberikan layanan pada para konseli dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan karir secara berkesinambungan berfungsi dalam lingkup lembaga kerja bahkan tren terakhir juga berfungsi pada lingkungan pasca kerja. Untuk menghadapi tren dan isu di abad 21 ini menurut Ryan peran dan strategi konselor karir tidak hanya berorientasi pada potensi konseli tetapi juga berorientasi pada kondisi globalisasi.

Pentingnya  Karier  Konseling
Konseling karier menggali minat, keterampilan, dan latar belakang pendidikan seseorang sehingga mereka bisa bekerja melalui pelatihan profesional di bidang tertentu. Para konselor bisa memfasilitasi proses pemilihan profesi atau pekerjaan dengan berperan sebagai pemandu atau guru bagi siapa saja yang ingin memulai suatu karier, pindah karier, atau mendalami karier baru.

Fungsi Konseling Karier
Konseling ini menawarkan pendekatan yang sistematis dan objektif untuk belajar tentang keterampilan, pengalaman kerja, aspirasi, dan kebiasaan kerja seseorang. Profesional yang terlatih membantu kliennya menemukan pekerjaan atau profesi yang cocok dan menawarkan cara-cara untuk mendapatkan sumber-sumber yang bisa menjadi alat untuk mencari pekerjaan. Konseling bisa dilakukan satu per satu atau dalam kelompok dengan seorang konselor yang mendiskusikan topik-topik seputar mencari pekerjaan, penulisan resume, wawancara, dan metode perencanaan karier jangka pendek atau panjang.

Jenis Konseling Karier
Orang-orang dari berbagai tingkat pendidikan bisa mendapatkan bantuan dari konselor karier, dan konselor biasanya menempatkan lulusan perguruan tinggi atau sekolah menengah atas di level yang sama. Orang-orang tertentu bisa meminta pelayanan konseling khusus. Sebagai contoh, Anda bisa mendapatkan pelayanan pengembangan karier khusus untuk orang-orang minoritas, orang tua tunggal, remaja, atau mereka yang sedang dalam masa penyembuhan penyakit mental.

Ciri-Ciri Konseling Karier
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam konseling bisa berupa menghadiri seminar atau pelajaran yang mengajar Anda bagaimana mendapatkan pekerjaan; penilaian pribadi untuk menentukan tujuan dan aspirasi; pelayanan penyesuaian pekerjaan untuk penempatan kerja yang tepat; tes berdasarkan keterampilan untuk menentukan keterampilan dasar dan kemampuan di berbagai bidang; dan sesi konseling kelompok untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam mencari pekerjaan atau peralihan tempat kerja.

Manfaat Konseling Karier
Konseling karier memberikan beberapa manfaat bagi para lulusan sekolah menengah atas atau perguruan tinggi atau yang masuk kembali ke dunia kerja setelah berhenti bekerja selama beberapa saat. Klien akan menerima suatu analisis yang objektif atau penjelasan mengenai keterampilan, kemampuan, dan gaya kerja. Manfaat kunci dari konseling karier termasuk memetakan karier yang tepat untuk kepuasan jangka panjang; mempersempit pekerjaan dan tugas pekerjaan supaya bisa mendapatkan yang paling tepat; menganalisa kunci kekuatan dan kelemahan untuk meningkatkan kemampuan; dan melihat kembali pilihan-pilihan dan jalur karir yang berbeda untuk membuat pilihan-pilihan yang menguntungkan.

Senin, 04 Februari 2013

Konseling Kognitif Behavior


                                     Cognitive Behavior Counseling


Pendahuluan
Menurut Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan bahwa konselor membantu konseli belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu proses belajar menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga konseli dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
Konseling Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam mempengaruhi perilaku.

Definisi
Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy thinking.
Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis.
CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali.
Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.

Isi
Konsep utama dari kognitif-perilaku adalah peleburan antara pendekatan perilaku dan kognitif. Kognitif-perilaku merupakan pencampuran dari strategi perilaku dan proses kognitif yang bertujuan untuk mencapai perubahan kognisi dan perilaku manusia (Capuzzi, 2009).
Konseling kognitif perilaku (CBT) dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar individu atau kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan dalam dua format kegiatan :
-          kelompok homogeny, yaitu dimana semua anggota mempunyai masalah yang sama dan
-          format kelompok terbuka, dimana anggota kelompok bergiliran mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas. (Vernon dalam Erford, 2004)

Metode konseling ini juga dapat digunakan untuk menangani berbagai macam gangguan perilaku yang maladaptive dalam berbagai latar dan kelompok, baik secara populasi maupun subjek (Darminto,2007).

Pendekatan
Pandangan tentang manusia
Tokoh / pakar seperti Bandura, Kamfer dan Philips (1970), Cautela dan Baron (1977) dan Ellis (1977), menekankan peranan dari persepsi, pikiran dan keyakinan, yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam rangkaian Stimulus-Respon. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri dengan mengubah tanggapan kognitifnya dan menentukan sendiri Reinforcement yang diberikan kepada dirinya sendiri.
Peran dan Fungsi Konselor
Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah itu terjadi.
Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.
Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli.

Teknik yang biasa digunakan adalah :
-          Menantang keyakinan irasional
-          Membingkai kembali isu, missal : menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan
-          Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor
-          Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil
-          Mengukur perasaan, missal : menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala 0-100.
-          Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsessional “mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk “menyadarkan diri” mereka.

Prinsip-prinsip Konseling Kognitif Behavior
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.      Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.      Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.      Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.      Cognitive Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.      Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.      Sesi Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.      Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10.  Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku.

Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior
a.       Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.
b.      Desensitization
Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Systematic Desensitization, yaitu :
1.      Memberikan konseli rasionalisasi
2.      Relaksasi training
3.      Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan kecemasan
4.      Desensitization proper
Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki kecemasan konseli.
c.       Flooding
Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.

d.      Assertivness dan Social Skill Training
Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.

e.       Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.

f.       Self Control Procedures
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.


 Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:
1.      Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.      Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.      Melaksanakan treatment

g.       Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

h.      Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :
1.      Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs
2.      Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and others responses to them.
3.      Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other reactions
4.      Training clients to make more effective attributions about these causes
5.      Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)

Merencanakan Proses dan Sesi Konseling
Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling.
Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh  konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.


Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, konseling cognitive behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana.
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Konseling
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
11-12



Oemarjoedi (2003:12)
Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:
a.       Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
b.      Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c.       Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit.
d.      Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi.
Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1
2.
Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan
2
3.
Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli
3
4.
Menata kembali keyakinan yang menyimpang
4
5.
Intervensi tingkah laku
5
6.
Pencegahan dan Training Self Help
6