KONSELING
DIRECTIF
TUGAS MATA KULIAH BIMBINGAN
KONSELING
Dibuat Oleh :
Adi Handoko ( 11080028 )
Dosen : Bp. Adib Setiawan , M.Psi
SEMESTER VII
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jakarta, 23 November 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Konseling
merupakan jantung hatinya bimbingan, karena itu pelaksanaan konseling
memerlukan penanganan dan pengembangan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling. Perlunya pengembangan
konseling tidak hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan, melainkan juga
karena kompleksitas masalah yang menuntut pendekatan kreatif agar dapat
memberikan pertolongan secara efektif.
Di sekolah, guru
BK (Bimbingan dan Konseling) mengambil peran besar dalam mengatasi berbagai
problem siswa di tengah maraknya kenakalan remaja dan tuntutan untuk membentuk
mental generasi muda yang siap berjuang di era global. Sementara masih terdapat
persepsi yang salah dari siswa dan guru tentang fungsi dan peran guru BK di
sekolah. Masih banyak sekolah yang memposisikan guru BK sebagai polisi sekolah
dengan tugas menangani anak-anak “nakal‟ (dalam persepsi sekolah), yang
melanggar tata tertib sekolah. Pihak sekolah (kepala sekolah dan jajarannya)
akan mengirim anak-anak “nakal‟ kepada guru BK, akibatnya timbul image negatif
bagi anak-anak yang masuk ruang BK sebagai anak “nakal” yang tidak taat
peraturan atau yang melanggar tata tertib sekolah. Anak-anak yang dipanggil
guru BK adalah anak yang bermasalah.
Fenomena diatas
menimbulkan persepsi negatif tentang figur guru BK, yang membuat siswa enggan
berkonsultasi dengan guru BK di sekolah. Dampak yang kemudian timbul adalah
guru BK yang harus proaktif memanggil siswa yang dipandang mempunyai masalah.
Proses konseling di sekolah selama ini lebih banyak merupakan inisitif dari
guru BK atau atas rujukan dari pihak lain (kepala sekolah, walai kelas), siswa
sendiri belum tentu menginginkan bantuan karena merasa tidak mempunyai masalah.
Dalam kondisi demikian, konseling direktif mendominasi pelaksanaan konseling di
sekolah. James (2008) mengemukakan bahwa dalam kondisi krisis, konseling
direktif lebih tepat diterapkan agar dapat mengatasi masalah dengan segera. Hal
ini pula yang banyak terjadi d sekolah-sekolah, banyak keadaan darurat yang
menuntut uluran tangan konselor sekolah.
1.2. Rumusan masalah
1. Pengertian konseling direktif
2. Langkah – langkah konseling directif
3. Contoh dialog konseling directif
1.3. Tujuan
Untuk
mengerti dan memahami pentingnya konseling direktif dalam bimbingan konseling.
1.4. Manfaat
Membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang
emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan sengaja, secara
teliti dan berhati-hati.
BAB
II
TINJAUAN
LITERATUR
I.
Pembahasan
A. Hakekat Konseling direktif
Konseling direktif disebut juga counselor
centered approach yakni konseling yang pendekatannya terpusat pada konselor
(Prayitno, 1999). Dalam konseling direktif, konselor lebih aktif dan berperan
dari pada konseli. Konselor mengambil peran besar selama proses konseling,
termasuk dalam mengambil inisiatif dan pemecahan masalah, sementara peran
konseli sangat kecil, tidak banyak mengeluarkan pendapat dan pandangannya
berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Selama proses konseling
aktivitas lebih banyak didominasi oleh konselor sebagai penentu arah konseling
dan pengambil keputusan.
Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Edmond G. Willamson J.G. Darley . Williamson menegaskan bahwa dalam pendekatan
ini konselor menyatakan pendapatnya dengan tegas dan terus terang. Darley
menguraikan bahwa konseling model ini seperti situasi jual beli karena konselor
berusaha menjual gagasannya mengenai keadaan konseli, serta perubahan-perubahan
yang diharapkan (Yeo, 2007). Guru BK yang menggunakan pendekatan direktif
menempatkan konselor sekolah sebagai „master educator’, yang membantu
siswa mengatasi masalah dengan sumber-sumber intelektual dan kemampuan yang
dimiliki.
Tujuan konseling yang utama adalah membantu
siswa untuk merubah tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah
laku rasional, dengan sengaja, secara teliti dan berhati-hati. Lahirnya
konseling direktif dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa konseli adalah orang
yang mempunyai masalah dan membutuhkan bantuan orang lain. Adakalanya seseorang
yang sedang bermasalah tidak bisa menemukan apa penyebab ketidaknyamanan yang
dirasakan, tidak bisa mengetahui apa yang sumber konflik yang sedang dialami
dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam kondisi demikian
diperlukan orang lain yang dapat melihat secara objektif masalah yang sedang
dirasakan serta memberikan tawaran-tawaran jalan keluar yang bisa ditempuh.
Konselor dapat memberikan pandangan tentang keluar dari suatu masalah atau
menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan konseli.
B.
Kelemahan dan kelebihan
konseling direktif
Konseling direktif mempunyai beberapa kelemahan
disamping kelebihan sebagai suatu pendekatan. Kelemahan utama pendekatan ini
adalah tidak adanya pengakuan terhadap potensi dan kemampuan konseli untuk
mengatasi masalah dan mengambil keputusan. Akibatnya dominasi proses konseling
berada di tangan konselor sehingga konseli bersifat pasif, kurang inisiatif dan
lebih banyak menjadi pendengar. Kurangnya keterlibatan konseli selama proses
konseling tidak hanya membuat konseli pasif, tetapi juga tidak membuat konseli
makin dewasa dan memiliki kemampuan mengambil keputusan.
Kelemahan lain yang timbul akibat keterlibatan
konselor yang besar selama proses konseling adalah kurang tepatnya jalan keluar
yang diambil dengan keinginan atau harapan konseli, yang bisa disebabkan oleh
ketidakakuratan data, atau kurangnya kelengkapan data bahkan mungkin karena
kesalahan dalam analisis data. Pendekatan direktif memerlukan kemampuan yang
lebih baik dari konselor untuk menggali data secara lengkap dan teliti serta
menganalisisnya dengan hati-hati (Yeo, 2007). Konselor juga perlu wawasan dan
kemampuan intelektual yang mewadai agar dapat memberikan tawaran dan jalan
keluar yang tepat. Selama proses konseling konselor lebih aktif dan mendominasi
pembicaraan, karena itu diperlukan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang
mewadai agar konselor selalu dapat mengisi sesi konseling dengan baik.
Keberhasilan pendekatan konseling direktif banyak ditentukan oleh kemampuan
konselor menggali data secara lengkap dan objektif, ditentukan oleh kemampuan
konselor menganalisis data dan mencari jalan keluar yang tepat sesuai kebutuhan
konseli.
Dibalik kelemahan-kelemahan tersebut pada
dasarnya terkandung kelebihan dari konseling direktif. Pendekatan konseling
direktif tepat diterapkan di sekolah yang siswa-siswinya mempunyai masalah
tetapi tidak mempunyai inisiatif datang kepada konselor, tepat untuk siswa yang
pada umumnya pasif dan kurang responsif terhadap peran penting konselor
sekolah. Sebagaimana diungkap oleh James (2007), bahwa konseling direktif tepat
digunakan untuk klien yang berada dalam keadaan krisis tetapi tidak mempunyai
inisiatif memecahkan masalahnya. Konseling direktif juga tepat digunakan pada
klien yang tidak merasa mempunyai masalah, tepat diterapkan pada klien rujukan
(dari orang tua, wali kelas), yang bukan inisitifnya sendiri.
Konseling direktif juga tepat diterapkan pada
budaya tertentu, dimana orang cenderung memerlukan nasehat atau jalan keluar
yang jelas dan nyata (Yeo 2007), dari pada harus mendiskusikan jalan keluar.
Pendekatan ini tepat untuk klien yang pasif, kurang inisiatif dan dalam kondisi
putus asa. Pandangan dan arahan konselor akan sangat berguna dari pada konsele
harus memikirkan jalan keluarnya yang memerlukan banyak energi. Dalam kondisi
demikian konseling direktif mempunyai beberapa keunggulan (Master, 2004) yaitu
: lebih cepat atau tidak memerlukan banyak waktu, terutama untuk mendorong agar
konseli berbicara, mengemukakan pandangan dan ide-idenya, lebih mudah karena
hanya memimpin dan mengarahkan dari pada menfasilitasi konseli agar mau
mengemukakan pendapatnya, konselor bisa lebih fokus pada kepentingan masalah
yang spesifik, memberikan kebebasan kepada konselor untuk memberikan informasi
dan pedoman penting yang diperlukan konseli, ada kesempatan bagi konselor untuk
melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk
menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan
solusinya.
C. Prinsip Dasar
Prinsip dasar
konseling ciri dan faktor (trait dan factor), adalah sebagai berikut:
Manusia itu pada
dasarnya memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk. Makna hidup itu adalah
mencari kebaikan dan menolak keburukan. Oleh karena itu dalam rangka konseling,
konselor harus optimis tentang hakikat manusia dan harus percaya bahwa individu
itu dapat belajar menyelesaikan masalah-masalahnya teristimewa jika mereka
belajar menggunakan kemampuan-kemampuannya.
Manusia tidak dapat mewujudkan atau
mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya tersebut secara penuh tanpa bantuan
orang lain.
Dimensi
kehidupan yang baik adalah “ekselen” (excellence), dan dengan peranan
konselor dalam konseling klien dapat mencapai tingkat ekselen dalam segala hal
dari kehidupannya.
Baik buruknya hidup manusia banyak
tergantung pada “hubungan” antara manusia dengan alamnya. Dari hubungan dengan
alamnya ini ada dua kemungkinan, yakni: (a) individu sendirian dalam
ketidakramahan alama, dan (b) alam ramah dan cocok dengan perkembangan individu
manusia.
D. Konsep
Dasar / Konsep Kunci
Model konseling “ciri dan faktor” (trait
and factor) digolongkan pada kelompok model konseling yang mengutamakan
dimensi kognitif atau rasional dalam perlakuannya terhadap klien. Oleh karena
itu, implikasi utama dari model konseling ini adalah “penggunaan tes psikologi”
sebagai alat yang dipandang valid untuk memperoleh informasi yang obyektif
mengenai keadaan diri individu atau klien. Model konseling ini menerangkan
kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki
seseorang atau klien secara intelektual, logis, dan rasional; demikian pula
dalam menerapkan teknik-teknik konseling untuk membantu memecahkan kesulitan
klien dilakukan secara rasional pula.
Para
ahli dalam model konseling ini banyak memusatkan perhatiannya pada penggunaan
atau pengembangan tes psikologi sebagai alat utama untuk memahami sifat-sifat
dan kepribadiaan seseorang atau klien. Berdasarkan informasi yang diperoleh
melalui tes psikologi, dapat dilakukan analisis dan interpretasi yang cermat
dan akurat terhadap ciri-ciri kepribadian individu (klien), seperti: kemampuan
intelektual, bakat, minat, sifat-sifat umum meupun sifat-sifat khususnya.
Dengan hasil tes psikologi ini dapat diterangkan dan diprediksi
kemampuan-kemampuan, faktor-faktor, dan sifat-sifat individualnya; dan dengan
demikian dapat pula direncanakan teknik-teknik bimbingan dan konseling yang
relevan dan intensif untuk individu (klien) mengembangkan dirinya dalam bidang
pendidikan atau pekerjaan yang sesuai.
Meskipun analisis “trait and factor”
dalam metodologi bimbingan dan konseling ini bersifat intelektual, logis, dan
rasional; namun dasar filsafatnya bukanlah rasionalisme ataupun esensialisme.
Dasar filsafat model konseling ini lebih dekat dengan empirisme, mempunyai
pandangan yang optimistic bahwa walaupun manusia sudah dibekali dengan
pembawaan, namun hal itu sama sekali tidak menentukan. Williamson menyebut
dasar filsafatnya adalah personalisme, yang memandang manusia
sebagai makhluk individual yang unik dan memiliki kemampuan-kemampuan yang
dapat dikembangkan hingga mencapai tingkat yang ekselen (excellent).
Yang menjadi dasar digunakannya tes
psikologi dalam metodologi bimbingan dan konseling menurut pandangan model
konseling “ciri dan faktor” (trait and factor), adalah;
Bahwa perkembangan manusia dan
kepribadiannya ditentukan oleh faktor-faktor dan sifat-sifat umum (general
traits) yang terdapat pada semua orang, dan sifat-sifat khusus (unique
traits) yang berebda pada orang yang satu dengan orang lainnya.
Bahwa perilaku manusia terjadi menurut
hukum-hukum yang dapat dimengerti melalui hubungan antara berbagai faktor dan
sifat yang dimilikinya (Cattel).
Bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
sistem, struktur, dan faktor-faktor psikologis yang dimiliki baik yang bersifat
khusus/khas (unique traits) maupun yang bersifat umum (common
traits). Oleh karenanya dikemukakan bahwa: ersonality is the more or less
stable and enduring organization of a person’s character, temperament,
intellect and physique, with determines his unique adjustment to the
environment (Eysenk, 1960).
- Karena setiap individu adalah terorganisir (organized) dan memiliki berbagai potensi dan pola-pola kemampuan yang unik, dan karena kualitas hal-hal tersebut relatif menjadi stabil sesudah masa adolesen; maka tes psikologi dapat diandalkan secara obyektif untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik tersebut.
- Kepribadian dan pola-pola minat individual mempunyai korelasi dengan perilaku kerja teretntu. Konsekuensinya, diperlukan identifikasi mengenai karakteristik perilaku kerja yang berhasil yang dapat digunakan sebagai informasi dalam membantu pengembangan karier individu.
- Perumusan kurikulum sekolah pada setiap jenjang dan jenis pendidikan tertentu,, mensyaratkan kemampuan tertentu sesuai tujuan yang dilembagakan. Individu akan lebih mudah dan efektif dalam belajarnya bilamana potensi dan bakatnya kongruen dengan tuntutan kurikulum.
- keberhasilan proses pendidikan mempunyai korelasi dengan keakuratan penempatan potensi siswa. Dalam rangka itu, diagnosis merupakan prasyarat mendasar bagi usaha pengembangan dan modifikasi proses pendidikan.
- Setiap individu memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengenal secara kognitif kemampuan-kemampuannya, dan berusaha mengatur, memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan dirinya untuk mencapai kepuasan yang tinggi.
Jadi, berdasarkan pikiran-pikiran di atas dikembangkanlah
penggunaan tes psikologi dalam metodologi bimbingan dan konseling di sekolah
sebagai alat yang dipandang cukup akurat untuk memperoleh informasi yang
obyektif mengenai diri siswa atau konseli.
E. Hubungan Konselor-Klien
Tanpa mengurangi pentingnya teknik-teknik konseling,
model konseling “ciri dan faktor” (trait-factor) memberi penekanan
pada pentingnya human relationship di dalam konseling. Di dalam
membantu individu mengembangkan diri menjadi menusia yang penuh (full
humanity), dibutuhkan hubungan yang sangat individual (highly
individualized) dan pribadi (Personalized). Hubungan yang
bersifat pribadi itu dimaksudkan agar konselor dapat menempatkan diri secara
emosional dan psikologis dalam kehidupan diri klien. Dalam hubungan ini tidak
semata-mata “problem centered”, artinya bantuan tidak langsung
atau tidak segera ditujukan pada pemecahan masalahnya, tetapi mengembangkan
kemampuan individu untuk memecahkan sendiri masalahnya. Suatu hubungan
didasarkan pada martabat dan kehormatan bantuan terhadap klien
mencapai kesimpulan hipotesis tentatif yang bermanfaat, yaitu memotivasi klien
sampai bisa menggunakan potensinya secara penuh (motivated him into his
full potentiality).
F. Proses Konseling
Proses konseling “cirri dan faktor” (trait and
factor) tercermin dalam tahapan-tahapan tertentu. Tahap-tahap tersebut
merupakan langkah-langkah konseling yang sudah barang tentu harus urut dalam
pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah konseling ‘ciri dan faktor” (trait
and factor), adalah sebagai berikut:
- Analisis (Analysis).Langkah ini merupakan langkah pengumpulan
data atau informasi tentang diri klien termasuk
lingkungannya. Pengumpulan data yang akurat biasanya dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode atau teknik utamanya tes psikologis dan dari
berbagai aspek kepribadian klien. Dengan kata lain, pengumpulan data dilakukan
secara integrative dan komprehensif.
- Sintesis (Synthesis). Pada langkah ini, yang dilakukan konselor adalah
mensintesiskan data mana yang relevan dan berguna dan
yang tidak, dengan keluhan atau gejala yang muncul. Dalam membuat sintesis, konselor
memadukan, menyusun, dan merangkum data yang telah ada untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang keadaan diri individu klien.
- Diagnosis (Diagnosis). Pada langkah ini konselor menetapkan atau merumuskan kesimpulan tentang masalah klien serta latar belakang atau sebab-sebabnya. Secara rinci yang dilakukan konselor, adalah:
Melakukan identifikasi masalah secara deskriptif,
misalnya: tergantung, kekurangan informasi, konflik internal atau konflik dalam
diri sendiri, kecemasan dalam membuat pilihan, tidak ada masalah (Bordin).
Menemukan sebab-sebab. Dalam hal ini biasanya mencari
hubungan antara masa lalu – masa kini – masa depan, karena dengan ini dapat
diperoleh kejelasan. Dalama proses ini sering konselor menggunakan intuisinya
yang kemudian dicek dengan logikanya.
- Prognosis (Prognosis). Pada langkah ini konselor memprediksi tentang
kemungkinan keberhasilan klien dari proses konseling,
artinya memprediksi tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dari
kegiatan-kegiatannya selama konseling, serta merumuskan bentuk bantuan yang
sesuai.
- Perlakuan (Treatment)atau konseling. Langkah ini merupakan langkah usaha menerapkan metode sebab-akibat. Langkah ini merupakan inti dari pelaksanaan konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
-
Menciptakan
atau meningkatkan hubungan baik antara konselor dengan klien
-
Menafsirkan
data yang telah ada dan mengkomunikasikannya kepada klien
-
Memberikan
saran atau ide kepada klien, atau merencanakan kegiatan yang dilakukan bersama
klien
-
Membantu
klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
-
Jika
perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk memperoleh diagnosis
atau konseling dalam masalah yang lain.
f. Tindak lanjut
(Follow-Up).
Langkah
ini merupakan langkah untuk menentukan apakah usaha konseling dilakukan itu
efektif atau tidak. Usaha-usaha
koneling yang dapat dilakukan pada langkah ini, adalah berusaha mengetahui:
-
Apakah
klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah dirumuskan atau belum
-
Bagaimana
keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
-
Perubahan-perubahan
apa yang perlu dibuat jika ternyata belum atau tidak berhasil
-
Melakukan
rujukan (referral) jika perlu.
II.
Tehnik dan Langkah
Konseling Direktif
Konsep direktif
lahir dari anggapan dasar bahwa konseli membutuhkan bantuan dan konselor
membantu menemukan apa yang menjadi masalahnya dan apa yang mesti kerjakan. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, konseling direktif bisa menggunakan beberapa
tehnik. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain :
1.
Menggali informasi tentang diri
konsele. Tehnik ini dapat dilakukan mengkonfrontasikan antara informasi dengan
kenyataan yang sebenarnya dalam diri konsele. Dengan cara ini diharapkan
konseli dapat mengevaluasi kembali sikap dan pandangannya
2.
Case history, digunakan sebagai alat diagnosa dan teraputik dengan tujuan membantu
dalam ”rapport”, mengembangkan kartasis, memberikan keyakinan kembali
dan kembali mengembangkan ”insight”
3.
Pengungkapan konflik, situasi
konflik sengaja ditimbulkan, konseli dihadapkan pada situasi yang memancing
sikapnya dalam menghadapi realita dan konseli di motivasi untuk memecahkanya
Teknik-teknik utama yang digunakan dalam konseling “Ciri
dan faktor” (Trait and Factor), adalah:
- Memperkuat kesesuaian antara konselor dengan klien (forcing conformity).
Dalam teknik ini konselor senantiasa berusaha menjaga
atau memelihara bahkan memperkuat adanya kesesuaian antara dirinya dengan
klien.
- Mengubah lingkungan klien (changing environment).
Dalam teknik ini konselor menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi klien dengan cara mengubah lingkungan klien sedemikian rupa
sehingga klien menjadi lebih cocok dan merasa “enjoy” berada di lingkungan
tersebut.
- Memilihkan atau menempatkan klien pada lingkungan yang sesuai (selecting appropriate environment).
Dalam teknik ini konselor tidak menyarankan klien untuk
bertahan di lingkungan klien yang sekarang, melainkan menyarankan pindah tempat
atau lingkungan yang kondusif.
- Mendorong klien belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan (learning needed skills).
Dalam teknik ini, konselor mendorong klien untuk lebih
proaktif belajar keterampilan yang sesuai untuk pemecahan masalahnya maupun
keterampilan hidup lainnya.
- Mengubah sikap klien (changing attitudes).
Dalam teknik ini, atas pertimbangan yang tepat konselor
bukannya mengubah lingkungan klien ataupun memindahkan klien ke lingkungan yang
lain, melainkan justru mengubah sikap-sikap klien yang tidak tepat agar terjadi
perubahan sedemikian rupa sehingga selanjutnya klien merasakan kebahagiaan (happiness).
III.
Percakapan Konseling Direktif
Contoh 1:
Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Nopember, karena
keterbatasan waktu wawancara hanya dilakukan kepada As’ad untuk melengkapi
hasil observasi. Adapun hasil wawancara dengan As’ad secara verbatim disajikan
dibawah ini:
Baris
|
Isi wawancara
|
Baris
|
Masalah Yang Ditemukan
|
1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
119
|
+ Selamat siang mas
As’ad
++ Siang pak! (agak
tidak suka)
+ maaf mengganggu
belajar mas As’ad sebentar
++ tidak
apa-apa pak
+
terima kasih. Kalau boleh tau sepulang dari sekolah bisaanya apa kegiatan mas
As’ad?
++
bisaanya saya tidak langsung pulang pak, mampir kewarung kopi dulu, baru
pulang
+ kenapa mas
As’ad tidak langsung pulang dan lebih memilih kewarung kopi dulu?
++ dari
pada di rumah dimarahi terus sama orang tua pak, lebih baik kewarung kopi
bisa kumpul dengan teman-teman yang lain.
+ bisaanya
kewarung kopi mana dan apa yang mas As’ad lakukan di sana?
++ warung
kopinya di Maduran Pak di desa saya sendiri, ya Cuma nongkrong saja Pak,
kadang-kadang ya sambil main remi (main kartu).
+ sepulang
dari warung kopi, apa As’ad juga ikut mengaji di mushollah, saya dapat
informasi dari sekolah katanya bapak anda pak haji?
++
yang haji kan orang tua saya pak. Bisaanya ya tidur pak kalau tidak ada acara
keluar dengan teman.
+ kalau begitu
kapan As’ad belajar?
++
tidak pernah belajar pak, belajar juga buat apa, wong saya ini tidak pernah
diperhatikan oleh orang tua saya kok.
+ masuk As’ad
tidak memperhatikan?
++
saya itu sebenarnya kepingin masuk ke STM (Sekolah Teknik Mesin), tapi orang
tua tidak pernah mau mendengarkan keinginan saya dan akhirnya saya sekolah di
SMA Wachid Hasyim ini pak.
+ kalau boleh
tau apa yang menjadi alasan orang tua As’ad lebih memilih SMA daripada STM?
++ orang tua
saya itu kepinginnya saya jadi guru agama, saya pernah dipondokkan di
pesantren Langitan Tuban tapi saya tidak kerasan.
+ apa
karena tidak boleh masuk STM itu yang membuat As’ad selalu membolos sekolah?
++ iya
pak, lawong saya itu tidak berminat sekolah diselain STM, ya mau bagaimana
lagi pak, saya itu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
+ As’ad bisa
bertanya pada teman-teman yang lain kan?
++ teman-teman
tidak ada yang suka dengan saya pak, soalnya kata teman-teman saya itu kalau
bicara arogan. Makanya saya sering bolos karena saya tidak punya teman di
sekolah, lebih baik saya kewarung kopi banyak yang menghargai saya.
+ apa
As’ad tidak merasa rugi kalau As’ad selalu membolos sekolah?
++
tidak pak buat apa wong saya memang sudah tidak suka sekolah disini. Kalau
orang tua saya mau memindahkan ke STM ya saya akan rajin
sekolah pak.
+ belajar
mesin kan tidak hanya di sekolah, As’ad bisa ambil kursus mesin sambil tetap
sekolah. Selain As’ad senang orang tua As’ad juga senang. Apa As’ad tidak
pernah coba membicarakan kepada orang tua As’ad?
++
saya itu jarang bicara dengan orang tua saya pak, begitu juga dengan orang
tua saya. Paling-paling kalau mau marahi atau menyuruh saya saja baru bicara.
Mereka itu tidak pernah mau tau dengan keinginan anak-naknya.
Makanya kakak saya dulu juga sering dapat masalah di sekolah seperti saya
ini.
+ jadi
komunikasi As’ad dengan orang tua selama ini bagaimana?
++ ya seperti
yang saya bilang tadi pak.
+ menurut
informasi dari guru BK, As’ad juga tidak punya sopan santun pada guru dan
tidak pernah ikut kegiatan ekstra kulikuler, apa benar demikian?
++
saya tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra kulikuler karena tidak ada yang
saya sukai pak, jadi buat apa saya ikut. Kalau tidak sopan dengan
para guru….saya sopan kok pak (defend)
+
pernah tidak As’ad bicara sendiri saat pelajaran berlangsung?
++
sering pak, saya tidak suka dengan pelajarannya makanya saya
tidak mau mendengarkan pak.
+ apa
As’ad selalu mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh pak guru?
++
tidak pak.
+
baik, apa alasan As’ad tidak pernah memasukkan baju dan berambut panjang?
++
biar keren pak, biar kelihatan macho, kalau tidak begini tidak ada cewek yang
naksir saya donk pak, sudah bodoh dan tidak keren. Kalau begini kan keren
pak.
+ lalu
apa yang membuat As’ad tidak pernah mematuhi peraturan orang tua?
++
mereka juga tidak pernah memperhatikan saya pak.
+
maksud As’ad?
++
mereka kan maunya menang sendiri. Mereka juga tidak pernah memberii
penghargaan atas prestasi saya. Saya pernah menag juara 1 dalam lomba
menggambar tingkat kecamatan. Semua teman memberii ucapan selama. Tapi orang
tua saya bisaa saja dan tidak menghargai saya.
+ baik, kalau begitu
untuk sementara cukup dulu. Terima kasih dan minggu depan saya akan memanggil
As’ad lagi untuk mendengarkan keinginan-keinginana As’ad yang nanti akan saya
sampaikan kepada orang tua As’ad. Bagaimana anda bersedia.
++ asalkan untuk saya
pak.
+ baik.
|
5 – 9
12
21 – 26
26 – 28
31 -34
40 – 45
50 -53
55 – 60
65-70
80 -84
85 – 89
90 – 93
95-100
103-105
105-110
|
Keluyuran
Selalu dimarahi ortu
Tidak mau mengikuti
aturan orang tua.
Tidak pernah
belajar
Tidak suka
dengan sekolahnya.
Membolos
sekolah
Tidak bisa
mengikuti pelajaran.
Tidak disukai
oleh teman
Tidak punya
motivasi
Komunikasi
dengan orang tua tidak baik.
Tidak pernah
ikut ekstra kulikuler
Tidak
mendengarkan guru
Tidak pernah
mengrjakan PR
Tidak pernah
berpakaian rapi
Tidak diperhatikan orang
tua
Tidak pernah dihargai
orang tua
|
Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos
sekolah saudara As’ad disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Faktor
internal
Faktor
emosi, dalam hal ini adalah ketidak mampuan
subjek secara emosi dalam mensikapi perlakuan orang tua yang terlalu otoriter
dan tidak memberi ruang diskusi pada subjek. Sehingga subjek merespon sikap
orang tua yang demikian dengan melakukan perilaku-perilaku yang melanggar
aturan-aturan keluarga dan aturan-aturan sekolah. Ini senada dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Kartini Kartono
(1998), bahwa gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi
memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya
kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap
harapan, keinginan dan kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa
senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi
yang dapat mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi
emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak
terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus
berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.
Ketidak
mampuan subjek dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah. Philip Graham (1983)
menjelaskan bahwa factor ketidak mampuan subjek dalam menyesuaikan diri juga
dapat menyebabkan perilaku delinkuen.
Reaksi frustrasi. Dalam hal ini adalah ketidak
puasan subjek terhadap keputusan memasukkan dirinya ke sekolah SMA, yang
kemudian direspon secara negative oleh subjek, seperti tidak mau memperhatikan
guru dan membolos.
2. Faktor
eksternal
Pola
asuh keluarga yang otoriter. Hal ini senada dengan
yang dikemukakan oleh Santrock, menurutnya faktor
keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada
remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan dukungan
keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten diketahui berkaitan
dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja , semidal overproteksi,
rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang
tua yang otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika
Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial.
Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of
Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak
untuk mempelajari kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar
manusia (Sarwono, 2001).
Lingkungan
sekolah. Kondisi sekolah yang belum memiliki
tenaga Psikolog membuat As’ad cuma menjadi bahan cemoohan dan tidak mendapat
problem solving yang tepat, akibatnya As’ad cenderung menarik diri dari
pergaulan sekolah dan lebih memilih bergaul dengan remaja-remaja yang nongkrong
di warung kopi.
CONTOH 2 :
Konselor : GURU BK
Kenseli : ARIN (siswi kelas 2 SMA)
Lokasi : Ruang BK SMA Karya Bhakti –
Bekasi
Waktu : 09.00 wib s/d 9.30 wib
Tanggal : 18 November
Permasalahan : Jarang masuk sekolah ( Sakit 10 hari + Alpa
10 hari )
Data
sekolah :
Arin
anak tunggal yang baru pindah kota dari Gresik, karena pekerjaan orang tuanya
mengharuskan pindah ke Bekasi. Orang tuanya bekerja sebagai pengusaha dibidang
konstruksi.
=============================================================
ARIN : Permisi bu... (kepala nya sambil melonggok kedalam
ruangan yang pintu nya sudah terbuka sedikit)
GURU
BK : Masuk rin, istirahat ya ?
ARIN
: iya bu... ada apa bu saya
dipanggil ?
GURU
BK : Gini lho... ibu dapat laporan,
Arin kamu jarang masuk sekolah ya ? apa betul ?
ARIN : hehe....
GURU
BK : kenapa ?
ARIN : Sakit bu
GURU
BK : Sakit apa ?
ARIN : Typus bu
GURU BK : Surat dokter ini hanya 10 hari, tapi kenapa di absen kamu
sudah 20 hari tidak masuk sekolah, malah
yang 10 hari ini kamu tidak ada keterangan ? kenapa sebenarnya ?
Hmmm....sejenak arin terdiam...
ARIN : Saya sering pusing aja bu jadi
kalo mau berangkat sekolah nggak kuat
GURU
BK : Memang sudah berapa lama kamu
sering pusing ?
ARIN : dari kelas 2 bu
GURU
BK : Kamu sudah periksa darah di
dokter belum ?
ARIN : sudah bu...
GURU
BK : Trus hasil nya bagaimana ?
ARIN
: tensi darah saya tinggi
bu...
GURU
BK : Berapa ?
ARIN : 140/90
GURU BK : Ha.... kok bisa ? kamu kan masih muda kenapa bisa kena darah
tinggi ? kamu jarang olah raga ya ?
ARIN : hehe....iya bu
GURU
BK : kalo pola makan kamu bagaimana ?
ARIN : biasa aja bu
GURU
BK : biasa nya kalo pulang sekolah
kamu ngapain ?
ARIN : pulang sekolah ya...makan trus
tidur siang bu
GURU
BK : Bangun jam berapa ?
ARIN : jam 6 sore bu...trus mandi
GURU
BK : trus malam nya kamu tidur jam
berapa ?
ARIN : susah tidur bu, kadang jam 3 baru
bisa tidur
GURU
BK : Memang kamu nggak ikut les ?
ARIN : Les fisika dan kimia bu
GURU
BK : trus kalo les bagaimana ?
ARIN
: ya les aja kayak biasa
GURU
BK : nggak ngantuk ?
ARIN : Ya....sebenarnya ya..ngantuk
hehe....
GURU BK : Nah...itu dia masalah nya, kamu usahakan habis makan jangan
dibiasakan langsung tidur siang tapi melakukan aktifitas dulu, trus minimal 1
atau 2 jam kemudian baru kamu bisa tidur siang dan itu pun juga jangan terlalu
lama, maksimal 1 jam untuk tidur siang
ARIN : iya bu..
GURU BK : kamu bilang iya, tapi bener dijalankan, jangan bilang iya aja
lho... karena kamu masih muda jaga kesehatan dan pola hidup yang benar terutama
pola tidur kamu... dengan pola tidur siang kamu yang terlalu lama, makanya kamu
malam hari susah tidur dan pagi waktu jam sekolah kamu jadi pusing kan ?
ARIN : iya sih bu...
GURU BK : kamu tahu nggak, bahwa anak seusia kamu kalo kebanyakan jam
tidur akan membuat diri kamu jadi malas
melakukan aktifitas, pengen nya rebahan aja kan ? dan kamu sudah terbiasa mengikuti
rasa malas kamu, jadi pengen nya tidur dan tidur aja....
ARIN : menggangguk..
GURU BK : memang orang tua kamu nggak melarang kalo kamu tidur terus ?
ARIN : kan mereka nggak tau bu...
GURU BK : memang nya orang tua kamu jarang dirumah kemana ? kok sampai
nggak tahu kebiasaan tidur kamu ?
ARIN : Ayah dan ibu kan kalo pulang kerja sukanya malam hari
paling cepet jam 10 malam, dan mereka juga sering keluar kota. Paling saya dirumah berdua sama mbak win (pembantunya)
GURU BK : Oh...gitu, ya udah kalo begitu dari diri kamu dulu punya
motivasi untuk merubah kebiasaan tidur nya. Apalagi kamu kan cewek..dan apa
kamu juga nggak pengen suskses kayak orang tua kamu ?
ARIN : ya pengen sih... (sambil
tersenyum malu)
GURU BK : makanya coba dari hari ini nanti pulang sekolah dan setelah makan jangan langsung tidur, tapi
coba kamu belajar dulu apa yang sudah didapat disekolahan hari ini... biar kamu
nggak lupa dengan pelajaran disekolah hari ini, karena kalo kebanyakan tidur ingat
..tadi ibu bilang apa ? jadi jadi malas gerak kan ? dan itu juga yang membuat kamu kena kolesterol dan
mengakibatkan darah tinggi di usia kamu yang masih muda... Apa kamu nggak takut
nanti tuanya ? kalo sekang aja kamu udah kena kolesterol ?
ARIN : hehe.....
GURU BK : kamu tahu kan akibat darah tinggi itu akan berlanjut
bagaimana ?
ARIN : stroke
GURU BK : Nah itu kamu harus pikirkan, apa kamu mau kena stroke dini ?
ARIN : nggak (sambil geleng kepala )
GURU BK : makanya mulai hari ini kamu belajar atur kegiatan, jangan
diikutu rasa malas kamu, nanti lama-lama kamu juga akan terbiasa ...
ARIN : iya bu
GURU BK : besok jumat kamu datang lagi ke ruangan ibu ya...
ARIN : kenapa lagi bu ?
GURU BK : ibu pengen lihat kamu mau berubah atau tidak, jika kamu
benar-benar ingin berubah maka kamu pasti menuruti apa yang sudah ibu sampaikan
tadi ...
ARIN : hehe... iya bu
GURU BK : jangan lupa hari senin minggu depan dibawa jadwal kegiatan
nya ini ya...tapi ibu minta sudah ditanda tangani sama orang tua kamu
ARIN : iya..
GURU BK : ini semua juga buat kesehatan dan kebaikan kamu, nanti yang
merasakan perubahan itu adalah kamu sendiri bukan ibu.... saya hanya bisa
melihat saja kamu berubah ibu sudah senang.
GURU BK : berdiri dan menjabat merangkul arin sembari membimbing ke arah
pintu, karena bel masuk sudah berdentang tanda jam istirahat sudah selesai.
=============================================================
Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos
sekolah saudara Arin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1.Faktor internal
Faktor
kebiasaan malas, dalam hal ini adalah
ketidakmampuan subjek bersikap disiplin dalam mengontrol kebiasaan tidur
sesudah makan siang dan waktu tidur yang lama, sehingga hal ini mengakibatkan
pola hidup yang malas dalam beraktifitas dan dampak pada kondisi fisik subjek
adalah terkena tekanan darah tinggi, pusing kepala yang membuat subjek harus
sering membolos sekolah.
2.Faktor eksternal
Pola asuh keluarga yang Pola asuh Permisif : Pola asuh ini memberikan pengawasan
yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu
tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka.
3.Solusi dari sekolah bagi subjek
adalah :
1.
Guru BK memberikan
pengarahan dan bimbingan yang intens kepada subjek untuk lebih displin dalam
menjalankan kegiatan sekolah, memberikan gambaran dampak kedepan dari kebiasaan
malas nya sekarang, memberikan jadwal kegitan yang dapat dipantau oleh pihak
sekolah khusus nya guru BK.
2.
Memberikan informasi
kepada orang tua subjek dan pengarahan agar lebih memperhatikan perkembangan
dan kebiasaan anak yang berdampak pada sikap malas dan kondisi subjek yang
terjadi sekarang.
BAB
III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa manusia
merupakan makhluk rasional dan memiliki potensi-potensi yang bias
dikembangkan ke arah positif atau negatif. Manusia dipandang tidak akan bisa
berkembang secara otonom, melainkan butuh pertolongan orang lain agar dapat
mencapai batas kemampuannya secara penuh. Setiap orang merupakan pribadi yang
unik yang memiliki aneka bakat dan kemampuan dan yang berusaha menata serta
mengembangkan hidupnya dengan menggunakan potensi-potensinya yang unik itu.
-
Hakikat
kecemasan seseorang adalah ketidak-pastian tentang cara menggunakan
potensi-potensinya itu.
-
Tujuan
konseling adalah menolong sang individu untuk secara bertahap dan pelan-pelan
semakin memahami dan semakin terampil mengatur dirinya sendiri.
-
Teknik-teknik
penting yang digunakan meliputi: mencoba menekan agara patuh, mengubah
lingkungan, memilih lingkungan, mengajarkan aneka keterampilan yang diperlukan,
dan mengubah sikap.
-
Tes-tes
dan alat ukur lain juga banyak dipakai. Riwayat hidup konseli perlu diungkap
agar konseling dapat dilaksanakan. Diagnosis dan prognosis merupakan keharusan.
Klien harus dinasehati apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.
-
Pendekatan
direktif ini biasanya cocok dipakai terhadap klien-klien ‘normal’ yang butuh
ditolong agar merasa siap menghadapi aneka tuntutan penyesuaian sebelum
berkembang konflik-konflik di dalam dirinya. Dalam pendekatan ini konselor berperan aktif.
II.
Daftar
Pustaka :
- Prof. Dr. Soeharto, M.Pd. Hand-Out Mata Kuliah Teori-Teori Konseling. 2011.
2. Hurlock., E. B., 1993, Psikologi
Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.
3. Kartono., Kartini, 1998, Patologi
Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.
- Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
5.
Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis
Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius.
6. Saad., Hasbullah M.,
2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta,
Yogyakarta:Galang Press.
7.Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi, Jakarta:Erlangga.
8. Sarwono., Sarlito
Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta:Radja Grafindo Persada.
9. Sudarsono, 1995, Kenakalan
Remaja, Jakarta:Rineka Cipta.
Sekian &
Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar