KARAKTERISTIK DAN MASALAH
PERKEMBANGAN ANAK TUNALARAS
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jakarta, Desember 2011
1.Pengertian Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah
anak yang memiliki gangguan atau hambatan emosi, sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sering juga disebut anak tunasosial
karena perilakunya cendrung menyusahkan dan menunjukan penentangan terhadap
norma-norma sosial masyarakat. Didefinisikan juga oleh Kauffman (1977), anak
tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan
lingkungannya dengan cara yang tidak bisa diterima oleh lingkungan sosial.
Tetapi masih bisa diajarkan untuk bersikap social dan untuk dapat memiliki
pribadi yang menyenangkan. Batasan usia anak tunalaras ini menurut DepDikNas
(1997:13) dari usia 6-17 tahun.
Perkembangan yang
terjadi pada diri anak tunalaras, tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang
tidak memiliki ketunalarasan. Hanya saja akibat dari gangguan emosi yang ia
miliki, berpengaruh terhadap segi kognitif, kepribadian, dan sosial anak.
Dimana pada segi kognitif anak kehilangan minat dan konsentrasi belajar, dan
beberapa anak mempunyai ketidakmampuan bersaing dengan teman-temannya.
Kepibadian anak tunalaras tidaklah dinamis, secara psikofisis (fisik dan
kejiwaan) memiliki cara yang berbeda dengan anak lain dalam menyesuaikan diri.
Baik dengan lingkungan maupun dengan dirinya sendiri. Sehingga secara sosial
perilakunya kurang bisa diterima karena cendrung menyimpang dari norma-norma
yang ada, serta tak jarang merugikan,menyakiti dirinya sendiri atau pun orang
lain.
2.
Klasifikasi Anak Tunalaras
Secara garis besar anak
tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi.
Sehubungan dengan itu, William M.C (1975:567) mengemukakan
kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
A. Anak yang mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
a. The Semi-socialize child,
Anak
yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi
terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan
seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang
mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di
luar kelompoknya.
b. Children arrested at a primitive
level of socialization
anak
pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau
tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan
kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia
melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini
cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon
pada perlakuan yang ramah.
c. Children with minimum socialization capacity,
anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama
sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal
hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis
dan egois.
B. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
a.
Neurotic behavior ( perilaku neurotik )
Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang
lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu
diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi
perasaan sakit
hati, perasaan cemas, marah,agresif dan
perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan lain
seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti
ini biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya
disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan
anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga
adanya kesulitan belajar yang berat.
b. Children with psychotic
processes
Anak
pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan
penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang
nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri.
Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari
keracunan, misalnya minuman keras dan
obat-obatan.
3.
Faktor – faktor Penyebab Ketunalarasan
a.
Kondisi / Keadaan Fisik
Hasil penelitian ,
Gunzburg ( dalam Simanjuntak,1947 ) menyimpulkan bahwa disfungsi kelenjar
endokrin merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Kelenjar endokrin
ini mengeluarkan hormone yang mempengaruhi tenaga seseorang. Bila secara terus
menerus fungsinya mengalami gangguan, maka dapat berakibat terganggunya fisik
dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan wataknya.
b.
Masalah Perkembangan
Di dalam menjalani
setiap fase perkembangan individu, sulit untuk terhindar dari berbagai konflik.
Mengenai hal ini , Erikson ( Dalam Singgih D. Gunarsa, 1985 : 107 ) menjelaskan
bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai
tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini
jika pada dirinya tumbuh kemempuan baru yang berasal dari adanya proses
kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini,
maka perkembangan ego yang matang akan terjadi sehingga individu dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau masyarakatnya, sebaliknya
apabila individu tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut maka akan
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik emosi ini terutama terjadi
pada masa kanak – kanak dan masa pubertas. Jiwa anak yang masih labil pada masa
ini banyak mengandung resiko berbahaya, jika kurang mendapat bimbingan dan
pengarahan dari orang dewasa maka akan mudah terjerumus pada tingkah laku
menyimpang.
c. Lingkungan Kerja
Keluargalah peletak dasar perasaan aman ( emotional security ) pada anak,
dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan
sikap sosial.
Berikut ini beberapa aspek yang terdapat dalam lingkungan keluarga yang
berkaitan dengan masalah gangguan emosi dan tingkah laku :
- Kasih sayang dan perhatian
- Keharmonisan keluarga
- Kondisi ekonomi
d. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua bagi anak setelah keluarga. Tanggungjawab
sekolah tidak hanya sekadar membekali anak didik dengan sejumlah ilmu
pengetahuan, akan tetapi sekolah juga bertanggungjawab membina kepribadian anak
didik sehingga menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab baik terhadap
dirinya maupun terhadap lingkungan masyarakat yang luas.
Timbulnya gangguan tingkah laku antara lain berasal dari guru dan fasilitas
pendidikan.
e. Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura ( dalam Kirk & Gallagher,1986) salah satu hal yang
nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah
keteladanan, yaitu meniru perilaku orang lain.
Di samping pengaruh – pengaruh yang bersifat positif, di dalam lingkungan
masyarakat juga terdapat banyak sumber yang merupakan pengaruh negatif yang
dapat memicu munculnya perilaku menyimpang.
4. Perkembangan Kognitif Anak
Tunalaras
Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan anak – anak
pada umumnya. Kegagalan dalam belajar di sekolah seringkali menimbulkan
anggapan bahwa mereka memiliki inteligensi yang rendah.
Mengenai hal ini Ny. Singgih Gunarsa ( 1982 ) mengemukan bahwa kecemasan dirinya
berbeda dengan kelompoknya menimbulkan kesulitan pada anak dengan cara penyelesaian yang seringkali tidak
sesuai dengan cara penyelesaian yang wajar.
Ketidakmampuan anak untuk bersaing dengan teman – temannya dalam belajar
dapat menjadikan anak frustasi dan kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri
sehingga anak mencari kompensasi yang sifatnya negatif, misalnya membolos, lari
dari rumah, berkelahi dan mengacau dalam kelas.
5. Perkembangan Kepribadian
Anak Tunalaras
Kepribadian merupakan suatu struktur yang unik, tidak ada individu yang
memiliki kepribadian yang sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai
suatu organisasi yang dinamis pada sistem psikofisis individu yang tutut
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai
kelompok dan akan mempengaruhi kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan
dirinya. Dengan demikian kepribadian dapat menjadi penyebab seseorang
berperilaku menyimpang.Tingkah laku yang ditampilkan seseorang ini erat sekali
kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara usaha
pemenuhan kebutuhan dengan norma sosial. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan
menyelesaikan konflik, dapat menjadikan stabilitas emosi terganggu, selanjutnya
mendorong terjadinya perilaku menyimpang dan dapat menimbulkan frustasi pada
diri individu.
6. Perkembangan Emosi Anak Tunalaras
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah
laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan emosi yang
tidak stabil , ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara tepat dan
pengendalian diri yang kurang sehingga mereka seringkali menjadi sangat
emosional.
Pentingnya peranan emosi ini nampak melalui akibat yang muncul apabila
individu kurang mendapatkan kesempatan untuk memperolah pengalaman emosional
yang menyenangkan, yang biasa disebut deprivasi emosi.
Kematangan emosional seorang anak ditentukan dari hasil interaksi dengan
lingkungannya, dimana anak belajar bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana cara
untuk mengekspresikan emosi – emosi tersebut. Perkembangan emosi ini
berlangsung terus menerus sesuai dengan perkembangan usia, akan banyak pula
pengalaman emosional yang diperoleh anak. Ia semakin banyak merasakan berbagai
berbagai macam perasaan. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan anak
tunalaras. Ia tidak mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan menghayati
berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya kurang
bervariasi dan iapun kurang dapat mengerti dan menghayati berbagai macam emosi
yang mungkin dapat mengerti dan menghayati bagaiman perasaan orang lain.
Ketidakstabilan emosi ini menimbulkan penyimpangan tingkah laku, misal : Mudah
marah dan mudah tersinggung, kurang mampu memahami perasaan orang lain,
berperilaku agresif, menarik diri, dan sebagainya.
Dalam pengelolaan pendidikan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
memunculkan motivasi belajar bagi anak tunalaras, yaitu :
-
Pengaturan
lingkungan belajar
-
Mengadakan
kerjasama dengan lembaga lain / lembaga pendidikan umumnya.
-
Tempat layanan
pendidikan
7. Perkembangan
Sosial Anak Tunalaras
Sebagaimana kita pahami bahwa anak tunalaras mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial dengan orang lain atau lingkungannya.
Ketidakmampuan anak tunalaras dalam melalui interaksi sosial yang baik
dengan lingkungannya disebabkan oleh pengalaman – pengalaman yang tidak /
kurang menyenangkan.
Dengan demikian, setiap mencapai tahapan baru, anak menghadapi krisis emosi.
Apabila egonya mampu menghadapi krisis ini maka perkembangan egonya akan
mengalami kematangan dan anak akan mampu menyesuaikan diri secara baik dengan
lingkungan sosial dan masyarakatnya.
Gangguan emosi akan diperlihatkan dalam hubungannya dengan orang lain dalam bentuk seperti
kecemasan, agresif, dan impulsif.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap dirinya tidak
berguna bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Oleh karena itu timbullah
kesulitan apabila akan menjalin hubungan dengan mereka, ingin mencoba mendekati
dan menyayangi mereka, dan apabila berhasil sekalipun mereka akan menjadi sangat tergantung kepada
seseorang yang pada akhirnya dapat menjalin hubungan sosial dengannya.
8. Dampak Ketunalarasan
Bagi Individu dan Lingkungan
Kelainan tingkah laku yang dialami anak tunalaras mempunyai dampak negatif
baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya. Salah satu dampak serius
yang mereka alami adalah tekanan batin berkepanjangan sehingga menimbulkan
perasaan merusak diri mereka sendiri.
Mengenai tekanan batin yang berkepanjangan ini menurut Schloss ( Kirk &
Gallagher, 1986 ) disebabkan oleh hal – hal berikut :
- Ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness )
- Keterampilan sosial yang minim ( Sosial skill deficiency )
- Konsekuensi paksaan ( Coercive consequences )
Menghadapi keadaan di atas, kita hendaknya dapat
mempengaruhi lingkungan mereka, mengajar dan menguatkan keterampilan sosial
antar pribadi yang lebih efektif , serta menghindarkan mereka dari
ketergantungan dan penguatan ketakberdayaan.
Bahwa perilaku menyimpang pada anak tunalaras
merugikan lingkungannya kiranya sudah jelas dan seringkali orang tua maupun
guru merasa kehabisan akal menghadapi anak dengan gangguan perilaku seperti
ini.
Sumber : Dra.
Hj.T.Sutjihati Somantri,M.Si.,psi – Psikologi Anak Luar Biasa – Rafika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar