Senin, 04 Februari 2013

ANAK TUNALARAS


KARAKTERISTIK DAN MASALAH PERKEMBANGAN ANAK TUNALARAS

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jakarta, Desember 2011

1.Pengertian Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang memiliki gangguan atau hambatan emosi, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sering juga disebut anak tunasosial karena perilakunya cendrung menyusahkan dan menunjukan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat. Didefinisikan juga oleh Kauffman (1977), anak tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang tidak bisa diterima oleh lingkungan sosial. Tetapi masih bisa diajarkan untuk bersikap social dan untuk dapat memiliki pribadi yang menyenangkan. Batasan usia anak tunalaras ini menurut DepDikNas (1997:13) dari usia 6-17 tahun.
Perkembangan yang terjadi pada diri anak tunalaras, tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang tidak memiliki ketunalarasan. Hanya saja akibat dari gangguan emosi yang ia miliki, berpengaruh terhadap segi kognitif, kepribadian, dan sosial anak. Dimana pada segi kognitif anak kehilangan minat dan konsentrasi belajar, dan beberapa anak mempunyai ketidakmampuan bersaing dengan teman-temannya. Kepibadian anak tunalaras tidaklah dinamis, secara psikofisis (fisik dan kejiwaan) memiliki cara yang berbeda dengan anak lain dalam menyesuaikan diri. Baik dengan lingkungan maupun dengan dirinya sendiri. Sehingga secara sosial perilakunya kurang bisa diterima karena cendrung menyimpang dari norma-norma yang ada, serta tak jarang merugikan,menyakiti dirinya sendiri atau pun orang lain.
2. Klasifikasi Anak Tunalaras
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (1975:567) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
A. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
a.      The Semi-socialize child,
Anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
b.      Children arrested at a primitive level of socialization
anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
c. Children with minimum socialization capacity,
anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
B. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
a. Neurotic behavior ( perilaku neurotik )
Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemasmarah,agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
b. Children with psychotic processes
Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
3. Faktor – faktor Penyebab Ketunalarasan
a. Kondisi / Keadaan Fisik
Hasil penelitian , Gunzburg ( dalam Simanjuntak,1947 ) menyimpulkan bahwa disfungsi kelenjar endokrin merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Kelenjar endokrin ini mengeluarkan hormone yang mempengaruhi tenaga seseorang. Bila secara terus menerus fungsinya mengalami gangguan, maka dapat berakibat terganggunya fisik dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan wataknya.

b. Masalah Perkembangan
Di dalam menjalani setiap fase perkembangan individu, sulit untuk terhindar dari berbagai konflik. Mengenai hal ini , Erikson ( Dalam Singgih D. Gunarsa, 1985 : 107 ) menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemempuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini, maka perkembangan ego yang matang akan terjadi sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan social atau masyarakatnya, sebaliknya apabila individu tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik emosi ini terutama terjadi pada masa kanak – kanak dan masa pubertas. Jiwa anak yang masih labil pada masa ini banyak mengandung resiko berbahaya, jika kurang mendapat bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa maka akan mudah terjerumus pada tingkah laku menyimpang.
c. Lingkungan Kerja
Keluargalah peletak dasar perasaan aman ( emotional security ) pada anak, dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap sosial.
Berikut ini beberapa aspek yang terdapat dalam lingkungan keluarga yang berkaitan dengan masalah gangguan emosi dan tingkah laku :
  1. Kasih sayang dan perhatian
  2. Keharmonisan keluarga
  3. Kondisi ekonomi
d. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua bagi anak setelah keluarga. Tanggungjawab sekolah tidak hanya sekadar membekali anak didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan, akan tetapi sekolah juga bertanggungjawab membina kepribadian anak didik sehingga menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan masyarakat yang luas.
Timbulnya gangguan tingkah laku antara lain berasal dari guru dan fasilitas pendidikan.
e. Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura ( dalam Kirk & Gallagher,1986) salah satu hal yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan sosial adalah keteladanan, yaitu meniru perilaku orang lain.
Di samping pengaruh – pengaruh yang bersifat positif, di dalam lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang merupakan pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang.
4. Perkembangan Kognitif Anak Tunalaras
Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan anak – anak pada umumnya. Kegagalan dalam belajar di sekolah seringkali menimbulkan anggapan bahwa mereka memiliki inteligensi yang rendah.
Mengenai hal ini Ny. Singgih Gunarsa ( 1982 ) mengemukan bahwa kecemasan dirinya berbeda dengan kelompoknya menimbulkan kesulitan pada anak dengan  cara penyelesaian yang seringkali tidak sesuai dengan cara penyelesaian yang wajar.
Ketidakmampuan anak untuk bersaing dengan teman – temannya dalam belajar dapat menjadikan anak frustasi dan kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri sehingga anak mencari kompensasi yang sifatnya negatif, misalnya membolos, lari dari rumah, berkelahi dan mengacau dalam kelas.
5. Perkembangan Kepribadian Anak Tunalaras
Kepribadian merupakan suatu struktur yang unik, tidak ada individu yang memiliki kepribadian yang sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis pada sistem psikofisis individu yang tutut menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok dan akan mempengaruhi kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan dirinya. Dengan demikian kepribadian dapat menjadi penyebab seseorang berperilaku menyimpang.Tingkah laku yang ditampilkan seseorang ini erat sekali kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara usaha pemenuhan kebutuhan dengan norma sosial. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan menyelesaikan konflik, dapat menjadikan stabilitas emosi terganggu, selanjutnya mendorong terjadinya perilaku menyimpang dan dapat menimbulkan frustasi pada diri individu.
6. Perkembangan Emosi Anak Tunalaras
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan emosi yang tidak stabil , ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara tepat dan pengendalian diri yang kurang sehingga mereka seringkali menjadi sangat emosional.
Pentingnya peranan emosi ini nampak melalui akibat yang muncul apabila individu kurang mendapatkan kesempatan untuk memperolah pengalaman emosional yang menyenangkan, yang biasa disebut deprivasi emosi.
Kematangan emosional seorang anak ditentukan dari hasil interaksi dengan lingkungannya, dimana anak belajar bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana cara untuk mengekspresikan emosi – emosi tersebut. Perkembangan emosi ini berlangsung terus menerus sesuai dengan perkembangan usia, akan banyak pula pengalaman emosional yang diperoleh anak. Ia semakin banyak merasakan berbagai berbagai macam perasaan. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan anak tunalaras. Ia tidak mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan menghayati berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya kurang bervariasi dan iapun kurang dapat mengerti dan menghayati berbagai macam emosi yang mungkin dapat mengerti dan menghayati bagaiman perasaan orang lain. Ketidakstabilan emosi ini menimbulkan penyimpangan tingkah laku, misal : Mudah marah dan mudah tersinggung, kurang mampu memahami perasaan orang lain, berperilaku agresif, menarik diri, dan sebagainya.
Dalam pengelolaan pendidikan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memunculkan motivasi belajar bagi anak tunalaras, yaitu :
-          Pengaturan lingkungan belajar
-          Mengadakan kerjasama dengan lembaga lain / lembaga pendidikan umumnya.
-          Tempat layanan pendidikan
7. Perkembangan Sosial Anak Tunalaras
Sebagaimana kita pahami bahwa anak tunalaras mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain atau lingkungannya.
Ketidakmampuan anak tunalaras dalam melalui interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya disebabkan oleh pengalaman – pengalaman yang tidak / kurang menyenangkan.
Dengan demikian, setiap mencapai tahapan baru, anak menghadapi krisis emosi. Apabila egonya mampu menghadapi krisis ini maka perkembangan egonya akan mengalami kematangan dan anak akan mampu menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungan sosial dan masyarakatnya.
Gangguan emosi akan diperlihatkan dalam hubungannya  dengan orang lain dalam bentuk seperti kecemasan, agresif, dan impulsif.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap dirinya tidak berguna bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Oleh karena itu timbullah kesulitan apabila akan menjalin hubungan dengan mereka, ingin mencoba mendekati dan menyayangi mereka, dan apabila berhasil sekalipun  mereka akan menjadi sangat tergantung kepada seseorang yang pada akhirnya dapat menjalin hubungan sosial dengannya.
8. Dampak Ketunalarasan Bagi Individu dan Lingkungan
Kelainan tingkah laku yang dialami anak tunalaras mempunyai dampak negatif baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya. Salah satu dampak serius yang mereka alami adalah tekanan batin berkepanjangan sehingga menimbulkan perasaan merusak diri mereka sendiri.
Mengenai tekanan batin yang berkepanjangan ini menurut Schloss ( Kirk & Gallagher, 1986 ) disebabkan oleh hal – hal berikut :
  1. Ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness )
  2. Keterampilan sosial yang minim ( Sosial skill deficiency )
  3. Konsekuensi paksaan ( Coercive consequences )
Menghadapi keadaan di atas, kita hendaknya dapat mempengaruhi lingkungan mereka, mengajar dan menguatkan keterampilan sosial antar pribadi yang lebih efektif , serta menghindarkan mereka dari ketergantungan dan penguatan ketakberdayaan.
Bahwa perilaku menyimpang pada anak tunalaras merugikan lingkungannya kiranya sudah jelas dan seringkali orang tua maupun guru merasa kehabisan akal menghadapi anak dengan gangguan perilaku seperti ini.

Sumber : Dra. Hj.T.Sutjihati Somantri,M.Si.,psi – Psikologi Anak Luar Biasa – Rafika Aditama

Tidak ada komentar: