Tampilkan postingan dengan label Psikologi Klinis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikologi Klinis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Juni 2012

Pengertian Psikologi Komunitas


Di Indonesia Psikologi Komunitas dibahas sebagai “Kesehatan Masyarakat” dalam disiplin ilmu kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Psikologi Komunitas juga merupakan subbagian dalam Psikologi Sosial, Sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tapi dalam hal ini Psikologi Komunitas akan diuraikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang lain dalam hal gangguan emosional, penyesuaian diri dan masalah-masalah psikologis lainnya.
Dalam pendekatan psikologi klinis, treatment diberikan kepada seseorang atau kelompok yang mengalami gangguan atau yang memiliki masalah dan klien menerima treatment tersebut. Kenyataannya seringkali sulit untuk memastikan siapa yang memerlukan terapi atau bantuan psikologis. Dilihat dari pandanan sosiokultual, lingkungan sosio kltural dan interaksinya dengan subjek atau sekelompok subjeklah penyebab munculnya gangguan jiwa, hal ini dikarenakan tuntutan sosial kepada subjek untuk mengikuti kondisi yang berlaku misalnya norma sosial, dan lainnya.
Banyak perubahan-perubahan dalam tatanan masyarakat sekarang ini yang menyebabkan banyaknya muncul gejala-gejala sosial seperti kemiskinan, kekumuhan, polusi udara, pengungsian penduduk bahkan bencana alam sangat memungkinkan munculnya ancaman gangguan-gangguan psikologis terutama dalam hal gangguan emosional. Kondisi ini membutuhkan suatu pendekatan yang tidak menggunakan cara tradisional dari psikologi klinis, tetapi membutuhkan sutau pendekatan menyeluruh yakni pendekatan komunitas.
            Psikologi komunitas pada dasarnya terkait dengan hubungan antar sistem sosial, kesejahteraan dan kesehatan individu dalam kaitan dengan masyarakat. Psikologi komunitas didefinisikan sebagai sutau pendekatan kepada kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkunan dalam menciptakan masalah atau mengurangi masalah. Psikologi komunitas berfokus pada arah permasalahan kesehatan mental dan sosial  yang  dikembangkan melalui intervensi juga riset dengan setting mencakup  masyarakat dan komunitas pribadi.
 Seorang ahli yang bernama Rapaport mengemukakan bahwa pespektif dari psikologi komunitas memberikan perhatian pada tiga hal utama yakni (Phares,1992):
  1. Pengembangan sumber daya individu.
  2. Aktivitas politik.
  3. Ilmu Pengetahuan.
Adapun mengenai bentuk penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas menurut Bloom (dalam Phares,1992) ada lima: Intervensi dalam komunitas, penekanan pencegahan, intervensi dalam komunitas dilakukan dalam populasi yang terbatas, promosi dalam pelayanan tak lamgsung misalnya melalui pelatihan dan pemberdayaan, pelaksanaan yang dilakukan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu.
Ada beberapa konsep yang sangat melekat pada pendekatan psikologi komunitas, yakni pada :
·        Pencegahan. Pencegahan dari gangguan psikologis bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita. Terdiri dari tiga yakni pencegahan primer, sekunder dan tertier.
·        Pemberdayaan manusia. Pemberdayaan manusia dalam masyarakat bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah munculnya gangguan-gangguan psikologis.
A.    Fokus dalam strategi intervensi
Price dkk (dalam Phares,1992) mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis dan orientasi komunitas dalam strategi komunitasnya. Orientasi klinis memperhatikan bagaimana mengatasi gangguan pada tingkat individual, organisasi,dan komunitas. Orientasi komunitas disisi lain mengutamakan peningkatan kompetensi.
B.    Metode intervensi dan perubahan dalam pendekatan komunitas (korchin, 1976)
·        Konsultasi
·        Mengadakan layanan masyarakat
·        Intervensi krisis
·        Intervensi pada usia dini
·        Pengembangan berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan  dengan membuat tulisan singkat tentang upaya yang cepat untuk mengatasi berbagai keadaan darurat misal kecemasan dan mengatasi stress
PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN PSIKOLOGI KOMUNITAS
Prinsip dasar yang perlu diperhatikan program pengembangan komunitas :
1)      Pengembangan komunitas pada dasarnya merupakan sebuah proses pengorganisasian masyarakat yang harus dilaksanakan secara sistematis
2)      Perorganisasian masyarakat hendaknya dipertimbangan dan diterjemahkan dalam tindakan prinsip : collective interest, targets, action, action plan, contribution.
3)      Kegiatan dalam pengembangan komunitas perlu mengutamakan partisipasi anggota komunitas
Prevensi terdiri tiga macam:
1)      Prevensi primer
2)      Prevensi sekunder
3)      Prevensi tersier
Prinsip utama psikologi komunitas dalam aplikasi dan peranannya Nietzel dkk (sunberr,2002) :
1)      Psikologi komunitas tidak lagi memandang perilaku hanya ditentukan oleh faktor biologis
2)      Psikologi komunitas memandang bahwa yang bersifat intervensi dan pencegahan perlu dilakukan di tempat orang yang tinggal dalam komunitas
3)      Kegiatan intervensi untuk meningkatkan kesehatan mental dan kegiatan pencegahan gangguan sosial psikologis tidak lagi ditunjukkan bagi perubahan perseorangan namun perubahan sistem sosial.

Adi Handoko (11080029)
Universitas Borobudur 2012

Psikologi klinis Anak dan Pediatri


Diperkirakan sekitar 8 juta anak di AS membutuhkan pelayanan kesehatan mental (Robert dalam Trull dan Phares, 2001). Bagi negara berkembang, jumlah itu barangkali bisa lebih banyak lagi.
Perhatian yang besar pada kekhususan psikologi untuk anak berkembang karena beberapa temuan, yaitu :
·        Bertambah banyaknya kasus psikopatologi anak, yakni 22%
·        Banyak gangguan yang terjadi pada anak-anak yang mempunyai konsekuensi serius pada usia dewasa.
·        Kebanyakan gangguan pada masa dewasa mungkin berasal dari masalah pada masa kanak-kanak yang tidak terdiagnosis
·        Perlu dilakukan intervensi untuk mencegah berlanjutnya suatu gangguan pada anak sampai dewasa.

DEFINISI
Definisi Pediatri dari bahasa Yunani yaitu Pedos (anak) dan iatrica (pengobatan) atau ilmu tentang pengobatan anak. Istilah ini mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1963. Chaplin(2002;357) menyampaikan bahwa pediatri adalah cabang khusus dari kedokteran yang menekuni penyakit anak-anak. Istilah lain untuk menyebut pediatri adalah ilmu kesehatan anak (Maramis,1994) yang terdiri dari tiga macam pediatri yaitu pediatri klinis, pediatri pencegahan, dan pediatri sosial.
Secara umum baik itu psikologi anak klinis, pediatri maupun  psikologi pediatri, ketiganya membahas permasalahan kesehatan anak dalam hal assesmen, intervensi, pencegahan, dan konsultasi. Terdapat perbedaan antara psikologi pediatri dan psikologi anak klinis. Psikologi anak klinis berkaitan dengan pemahaman terhadap gejala-gejala psikolopatologi anak dan remaja yang setting bekerjanya dapat di tempat-tempat praktek pribadi maupun pasien di luar klinik berbeda halnya dengan psikologi pediatri yang merupakan  bidang psikologi anak klinis yang berada dalam setting kerja medis seperti rumah sakit, klinik-klinik perkembangan atau praktek medis (dalam Phares dan Trull,2001)
Survei terhadap psikologi anak klinis dan psikologi pediatri yang membedakan keduanya (Phares dan Trull,2001) :
1.      klinik pediatri dicirikan oleh orientasi behavioral dengan kecenderungan untuk menggunakan strategi intervensi yang segera dan jangka pendek. Sebaliknya psikologi anak klinis lebih meluas orientasinya (psikodinamika dan keluarga/orientasi sistem)
2.      Psikologi pediatri cenderung menempatkan penekanan yang lebih luas pada persoalan medis dan biologis dalam pendekatan mereka terhadap pelatihan, penelitian dan pelayanan. Sedangkan psikologi klinis anak cenderung memberikan tempat yang lebih besar terhadap penelitian dalam asesmen, proses perkembangan dna terapi keluarga

SEJARAH
            Menjelang akhir tahun 1800an dan awal tahun 1900an, beberapa perkembangan terjadi dengan meningkatnya fokus pada anak-anak. Sejarah psikologi klinis anak berawal pada tahun 1896 ketika Witmer melakukan tritmen terhadap anak yang mengalami problem belajar dan berperilaku mengganggu di kelas, bersamaan dengan berdirinya ”Psychologycal Clinic”. Perkembangan ini termasuk identifikasi dan perawatan terhadap anak yang mengalami keterbelakangan mental, perkembangan tes intelegensi, formulasi psikoanalisis dan behaviorisme serta merebaknya klinik-klinik bimbingan anak (Trull dan Phares, 2001).
            Tren yang berkembang mencapai puncaknya pada apa yang saat ini dinamakan dengan psikologi anak klinis. Bidang ini berorientasi pada asesmen, tritmen dan pencegahan bermacam persoalan. Psikologi pediatri berkembang berikutnya sebagai sebuah kekhususan ketika psikologi pediatri ini menjadi tampak nyata dapat menghadapi seluruh problem yang ada pada masa kanak-kanak sebagaimana yang dilakukan psikologi anak klinis (Roberts dalam Trull dan Phares, 2001). Anak-anak yang relatif tak bermasalah mengunjungi ahli pediatri karena membutuhkan dukungan dan konseling, lebih banyak daripada intervensi medisnya.
Kasus yang ditangani oleh psikologi pediatri
  1. Perilaku negatif =  tantrum, menangis
  2. toileting = ngompol, toilet training
  3. Hambatan perkembangan = bicara, evoraktivitas
  4. sekolah = membaca, tidak suka sekolah
  5. Tidur = mimpi buruk, menolak waktu tidur
  6. Kepribadian = rendah kontrol diri, mencuri
SEBUAH PERSPEKTIF PERKEMBANGAN
      Dari sudut pandang perkembangan, problem-problem psikologis pada anak dan remaja dihasilkan dari beberapa penyimpangan pada satu atau lebih area perkembangan (kognitif, emosi, biologis, perilaku, dan sosial) apabila dibandingkan dengan anak dalam kelompok usia yang sama. Pada saat yang sama adalah penting untuk mengetahui :
1.      Perkembangan merupakan proses aktif dan dinamis
2.      Problem-problem perkembangan yang sama mungkin mengarah pada hasil yang berbeda (gangguan klinis)
3.      Problem perkembangan yang berbeda mungkin mengarah pada hasil yang sama
4.      proses perkembangan dan kegagalan dalam perkembangan dapat saling berinteraksi
5.      proses perkembangan dan lingkungan saling mempengaruhi

RESILLIENCE (DAYA TAHAN)
Istilah resillience mengacu pada kualitas-kualitas yang ada pada individu yang berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan dan memperoleh hasil-hasil perkembangan yang baik (Masten / Coatsworth dalam Trull dan Phares, 2001)
Ciri-ciri individu, keluarga dan pengaruh di luar keluarga yang berkaitan dengan resiliensi anak-remaja :
  1. Individu,
Fungsi intelektual yang baik, menarik, mudah bergaul, percaya diri, harga diri tinggi,banyak bakat / kemampuan, keyakinan
  1. Keluarga
Hubungan dekat dengan figur orang tua yang memperhatikan. Gaya asuh : hangat, harapan tinggi, tersturktur, sosial-ekonomi mendukung, hubungan dengan jaringan keluarga besar yang supportif
  1. Konteks di luar keluarga
Memiliki ikatan prososial dengan orang dewasa di luar keluarga, hubungan dengan organisasi prososial, hadir di sekolah

ASSESMEN
            Asesmen terhadap anak dan remaja berbeda dengan orang dewasa karena umumnya anak dan remaja jarang mencari tritmen sendiri. Memperkirakan sifat dan keparahan problem merupakan hal penting ketika melakukan asesmen terhadap anak dan remaja. Misalnya problem mungkin sangat spesifik seperti kecemasan berangkat sekolah atau justru bersifat umum seperti depresi atau hilangnya minat terhadap tugas-tugas sekolah. Sebuah sejarah kasus dapat digunakan untuk mengumpulkan pemahaman secara tepat mengenai bagaimana berkembangnya suatu problem (Trull dan Phares, 2001). Alat-alat yang digunakan dalam asesmen terhadap anak-remaja adalah interview, tes intelegensi, tes prestasi, tes proyeksi, dan checklist. Bentuk-bentuk asesmen lain adalah asesmen untuk neoropsikologi, asesmen kognitif, dan asesmen keluarga (Trull dan Phares, 2001).

INTERVENSI
            Intervensi yang diberikan pada anak dan remaja memiliki perbedaan namun secara umum sama dengan intervensi untuk dewasa. Perbedaan anak-anak tidak merujuk pada dirinya sendiri untuk melakukan tritmen, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk introspeksi dan melaporkan diri sebagaimana orang dewasa. Kesamaan menggunakan teori-teori yang digunakan, baik psikoanalisa, orientasi behavioristik, humanistik, dan terapi kelompok maupun terapi keluarga

CEDERA PADA ANAK
            Perkembangan anak secara fisik banyak mempengaruhi kondisi emosinya. Apa yang terjadi pada anak ketika kecil dapat mempengaruhi konstelasi emosi anak, apalagi bila sesuatu yang terjadi menimbulkan gangguan nyata secara fisik dan psikologis. 10%-20% anak yang mengalami cidera kepala berat akan mengalami masalah dengan ingatan jangka pendeknya dan menunjukkan respon yang lebih lambat terutama jika mengalami koma sekurangnya tiga minggu. Selain itu, lebih dari setengahnya akan mengalami gangguan syaraf. Anak yang mengalami cedera kepala hendaknya segera dibawa ke dokter agar dapat dievaluasi (diagnosa) dengan cermat. 

Adi Handoko (11080029)
Universitas Borobudur 2012

Jumat, 11 Mei 2012

PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS

Disusun oleh :
Adi Handoko (11080029)
Fakultas Psikologi
Universitas Borobudur 2012





PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS


TUJUAN PENELITIAN
- Penelitian dapat menghindarkan dari keadaan spekulatif yang murni
- Memperluas dan memodifikasi teori yang telah ada, sebagaimana peneltiian dapat mengembangkan manfaat dan kegunaan teori

METODE PENELITIAN
Pada dasarnya hampir sama dengan metode penelitian umum, namun tujuan dan penekanannya adalah untuk keperluan populasi khusus misalnya mengetahui efektivitas suatu perlakuan pada kelompok tertentu.

1. Observasi
Tujuan observasi :
- untuk keperluan asesment awal
- untuk menentukan kelebihan dan kelemahan observee
- untuk merancang rencana individual bagi klien
- sebagai dasar / titik awal dari kemajuan klien
- bagi anak2 berguna mengetahui perkembangannya pada tahap tertentu

2. DIMENSI OBERVASI
- Partisipan dan non partisipan
- Overt dan Covert
- Alamiah dan Buatan
Dengan berbagai kombinasi yaitu partisipan-overt-alamiah (poa), non partisipan-overt-alamiah (noa), partisipan-covert-buatan (pcb)

3. ALAT OBSERVASI
- Anecdotal ” Observer mencatat hal-hal yang penting”
- Catatan berkala ”Mengadakan observasi cara-cara orang bertindak dalam jangka waktu tertentu, kemudian menuliskannya kesan-kesan umumnya.
- Check List ” suatu daftar yang berisi nama-nama subjek dan faktor-faktor yang hendak diselidiki, agar jadi sistematis

4. RATING SCALE
”Pencatatan gejala menurut tingkat-tingkatnya”

Observer memiliki kesesatan, yaitu :
- Hallo Effect
Jika observer dalam pencatatannya terpikat oleh kesan umum yang baik pada observee
- Generosity Effect
Keadaan yang kurang baik, cecenderungan untuk menilai yang menguntungkan / merugikan observee
- Carry over Effect
Pencatat tidak dapat memisahkan satu gejala dari yang lain dan jika gejala yang satu kelihatan timbul dalam keadaan yang baik, gejala yang lainnya juga dicatat juga dalam keadaan yang baik.


5. MECHANICAL DEVICES
Perkembangan alat-alat optika yang maju memungkinkan seorang observer menggunakan alat pencatat mesin seperti kamera video untuk menyelediki tingkah laku orang.
OBSERVER menurut Spradley (1980)
1. Observer tidak berperan sama sekali
2. Observer berperan pasif
3. Observer berperan aktif
4. Observer berperan penuh

Hal-hal yang diobservasi
1. Penampilan fisik
2. gerakan tubuh/penggunaan anggota tubuh
3. ekspresi wajah
4. pembicaraan
5. reaksi emosi
6. aktivitas yang dilakukan

Langkah-langkah dalam Observasi (Rummel)
1. Peroleh dahulu pengetahuan apa yang akan diobservasi
2. selidiki tujuan-tujuan yang umum maupun khusus dari problem research untuk menentukan apa yang harus diobservasi
3. Buatlah suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi
4. Adakan dan batasi dengan tegas macam-macam tingkah kategori yang diragukan
5. adakan observasi secermat-cermatnya
6. catatlah tiap-tiap gejala secara terpisah
7. ketahui alat pencatatan dengan baik dan tata caranya

METODE PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah kajian mengenai insidensi, prevalensi, dan distribusi penyakit dalam sebuah populasi.
Insidensi berkaitan dengan tingkat kasus baru dari suatu penyakit yang berkembang dalam suatu periode waktu
Prevalensi mengacu pada rata-rata kasus baru atau lama dalam suatu periode waktu

METODE KORELASIONAL
Metode korelasi ini ditujukan untuk mengukur korelasi (faktor-faktor resiko) dari suatu penyakit atau suatu gangguan (Phares dan Trull, 2001) teknik korelasi membantu peneliti untuk melihat apakah variabel X berhubungan dengan variabel Y. Misalnya apakah suatu pola tertentu dari skor tes intelegensi berhubungan dengan gangguan psikatrik tertentu?

PENELITIAN LONGITUDINAL VS CROSS-SECTIONAL
Cross sectional adalah suatu cara untuk mengevaluasi atau membandingkan individu-individu, mungkin dari kelompok usia yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Misal membandingkan anak usia 5 tahun dengan anak usia 10 tahun di tahun 2006.
Disain Longitudinal meneliti sejumlah orang yang sama dalam kurun waktu tertentu. Misal meneliti sekelompok anak yang dibesarkan di panti asuhan antara tahun 1990-2005

METODE PENELITIAN EKSPERIMENTAL
Metode eksperimental perlu dilakukan untuk melihat adanya suatu hubungan sebab akibat antara dua peristiwa. Misal seorang peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh pemberian pelatihan pengembangan diri untuk meningkatkan kemampuan berpikir positif.

Bentuk disain eksperimental :
- Disain antar kelompok (between group designs), ketika peneliti memisahkan dua kelompok partisipan yang masing-masing menerima stimulus yang berbeda kemudian membandingkan hasil keduanya.
- Disain dalam kelompok (within group designs), bila satu individu dalam kelompok terapi relaksasi dibandingkan kemajuannya dalam beberapa periode misalnya setelah satu minggu, dua minggu


METODE DISAIN SATU KASUS
Disain satu kasus merupakan pengembangan dari pendekatan operan dan pendekatan behavioral. Desain satu kasus adalah perwujudan dari pendekatan perilaku yang mengutamakan pengukuran perilaku nyata seperti yang disampaikan dalam belajar operan (Phares dan Trull,2001). Misal seorang eksperimenter mengukur perilaku subjek dalam beberapa kondisi dan dalam kondisi tersebut diterapkan berbagai teknik eksperimental namun fokus dari eksperimental adalah respon-respon dari satu subjek saja..

DISAIN GANDA atau multiple baseline design
Dua perilaku atau lebih dipilih untuk dianalisis. Misal di rumah atau di ruang terapi.

PENELITIAN PSIKOTERAPI, SEBUAH KEKHUSUSAN
Pengetahuan mengenai psikoterapi dapat diperoleh melalui sejumlah cara, yaitu
- Studi Kasus, kajian mendalam terhadap kasus individual, keterbatasannya studi kasus tidak terkontrol, sering tidak sistematis, generalisasi, dan tidak pasti
- Survei klinis, dengan cara mendata status pasien yang telah membaik atau tidak membaik
- Penelitian korelasional, kekurangan adanya jarak yang juga bervariasi, keuntungan tidak memerlukan kontrol dan manipulasi
- Eksperimental, metode paling murni dalam memperoleh pengetahuan dan menguji teori.


Sumber: Psikologi Klinis
Tristiadi Ardi Ardani,Iin Tri Rahayu, Yulia Sholichatun

Rabu, 25 April 2012

Konsep Normal & Abnormal dalam Psikologi Klinis

A. Definisi Sehat-Normal dan ciri-ciri Sehat-Normal

1. Definisi Sehat-Normal

a. Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absennya penyakit atau keadaan lemah tertentu. (Menurut WHO)
b. Kesehatan mental adalah penyesuaian manusia terhadap dunia & satu sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. Kesehatan mental meliputi kemampuan menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berempati, dan sikap hidup yang bahagia. (Seorang psikiater : Karl Menninger).
c. Kesehatan mental adalah keadaan yang relatif tetap dimana pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri. (Psikolog : H.B English).
d. Kesehatan mental meliputi semua keadaan dan taraf keterlibatan sosial yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan bagi orang yang bersangkutan.
Bebeberapa rumusan di atas, menekankan normalitas sebagai keadaan sehat, yang secara umum ditandai dengan keefektifan dalam penyesuaian diri, yakni menjalankan tuntunan hidup sehari-hari sehingga menimbulkan perasaan puas dan bahagia.

2. Beberapa ciri orang yang Sehat-Normal yakni
1. Menurut Maslow dan Mittelmann Maslow dan Mittelmann menyatakan bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Memiliki rasa aman yang tepat (sense of security)
b. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan (insight) yang rasional. c. Memiliki spontanitas dan emosional yang tepat.
d. Memiliki kontak dengan realitas secara efisien.
e. Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat.
f. Memiliki pengetahuan mengenai dirinya secara objektif.
g. Memiliki tujuan hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realistis, yang didukung oleh potensi.
h. Mampu belajar dari pengalaman hidupnya.
i. Sanggup untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kelompoknya.
j. Ada sikap emansipasi yang sehat pada kelompoknya.
k. Kepribadiannya terintegrasi

2. Kriteria Pribadi yang normal menurut W.F. Maramis. Menurut Maramis, terdapat enam kelompok sifat yang dapat dipakai untuk menentukan ciri-ciri pribadi yang Sehat-Normal, adalah sebagai berikut :
a. Sikap terhadap diri sendiri : menerima dirinya sendiri, identitas diri yang memadai, serta penilaian yang realistis terhadap kemampuannya.
b. Cerapan (persepsi) terhadap kenyataan : mempunyai pandangan yang realistis tentang diri sendiri dan lingkungannya.
c. Integrasi: kesatuan kepribadian, bebas dari konflik pribadi yang melumpuhkan dan memiliki daya tahan yang baik terhadap stres.
d. Kemampuan : memiliki kemampuan dasar secara fisik, intelektual, emosional, dan sosial sehingga mampu mengatasi berbagai masalah.
e. Otonomi : memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang memadai, bertanggung jawab, mampu mengarahkan dirinya pada tujuan hidup.
f. Perkembangan dan perwujudan dirinya : kecenderungan pada kematangan yang makin tinggi.

B. Definsi Abnormal dan beberapa kriteria Abnormal

1. Defini Abnormal
Abnormal artinya menyimpang dari yang normal. Yang normal itu yang bagaimana? Bilamana gejala jiwa atau perilaku dinyatakan normal? Pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab sebab manusia merupakan makhluk multi dimensional. Manusia merupakan makhluk biologis, makhluk individu, makhluk sosial, makhluk etis, dst, sehingga perilaku manusia dapat dijelaskan dari dimensi-dimensi tersebut, begitu juga bila berbicara mengenai abnormalitas jiwa.

2. Kriteria Abnormal adalah ;
a. Abnormalitas menurut Konsepsi Statistik Secara statistik suatu gejala dinyatakan sebagai abnormal bila menyimpang dari mayoritas. Dengan demikian seorang yang jenius sama- sama abnormalnya dengan seorang idiot, seorang yang jujur menjadi abnormal diantara komunitas orang yang tidak jujur.
b. Abnormal menurut Konsepsi Patologis Berdasarkan konsepsi ini tingkah laku individu dinyatakan tidak normal bila terdapat simptom-simptom (tanda-tanda) klinis tertentu, misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia, dst. Sebaliknya individu yang tingkah lakunya tidak menunjukkan adanya simptom-simptom tersebut adalah individu yang normal.
c. Abnormal menurut Konsepsi Penyesuaian Pribadi Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi masalah dirinya menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya tidak normal.
d. Abnormal menurut Konsepsi Penderitaan/tekanan Pribadi Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu. ú Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan. ú Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik. ú Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.
e. Perilaku berbahaya, Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal.
f. Abnormalitas menurut Konsepsi Sosio-kultural Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya tidak normal
g. Abnormalitas menurut Konsepsi Kematangan Pribadi Menurut konsepsi kematangan pribadi, seseorang dinyatakan normal jiwanya bila dirinya telah menunjukkan kematangan pribadinya, yaitu bila dirinya mampu berperilaku sesuai dengan tingkat perkembangannya.
h. Disability (tidak stabil) ú Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan. ú Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.

Dari semua kriteria di atas menunjukkan bahwa perilaku abnormal sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satupun kriteria yang secara sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku normal. Tapi sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria pertimbangan sosial menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu yang bersifat relatif dan dipengaruhi oleh budaya serta waktu.

Sumber : 1. Supratiknya, 1995, Pengenal Perilaku Abnormal, Yogyakarta : Kanisius 2. Sutardjo A. Wiramihardja, 2005, Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung : Refika Aditama 3. Jeffrey S. Nevid, dkk, 2005, Psikologi Abnormal, Edisi Kelima, Jilid I, Jakarta : Airlangga

Etiologi, Diagnosa, & Prognosa

Etiologi, Diagnosa, & Prognosa ETIOLOGI 1. Definisi Merupakan ilmu yang mempelajari penyebab gangguan. Secara umum etiologi berarti apa yang menjadi penyebab suatu penyakit. Sedangkan pengertian dari patogenesis adalah mekanisme / dinamika (psikologis / biologis / sosial) yang memiliki out put gangguan yang saat ini dialami klien. 1. Macam – Macam Penyebab Munculnya Penyakit Penyebab gangguan selain murni biologis juga ada penyebab yang tidak murni biologis, tetapi pengaruhnya biologis, kemudian dinamakan penyebab biolingkungan. Ada 3 macam hubungan antara lingkungan dengan biologis : 1. Trauma biologis dari lingkungan Stress yang disebabkan oleh lingkungan tidak sama dengan stress yang disebabkan oleh psikososial, karena lingkungan dapat menyebabkan trauma biologis. 2. Trauma psikososial yang menyebabkan perubahan biologis Trauma psikososial dapat merubah anatomi dan biokimia otak, sehingga bisa menghasilkan kecemasan. Oleh karena itu ada obat – obatan anti depresi yang berguna untuk mencairkan biokimia. 3. Genotype dan Fenotype Perbedaan – perbedaan dalam gen merupakan genotype, bila gen sudah dimanifestasikan keluar maka dinamakan fenotype. Munculnya suatu gangguan mental dapat dipengaruhi oleh : 1. Peran genetik Faktor genetika merupakan faktor yang sebagian besar mempengaruhi gangguan mental dan sebagian kecilnya gangguan ini disebabkan oleh kondisi psikososial. 2. Peran psikososial Ada beberapa model : 1. Model perkembangan 2. Model mekanisme pertahanan ego 3. Model konflik intrapsikis 4. Model stress 5. Model gangguan behavioral 6. Model sistem keluarga 7. Model psikokultural Etika Profesional Kode etik profesional merupakan serangkaian prinsip – prinsip yang mengatur perilaku tata cara perlakuan profesional tertentu. Etika merupakan pernyataan normative yang menentukan suatu tujuan perilaku dikatakan benar. Fungsi kode etik profesional adalah untuk melindungi rahasia antara terapis dan klien. Standar Etika APA (American Psychiatric Association) Kode etik psikologi pertama diterbitkan pada tahun 1953 (APA, 1953) sesuai dengan data lapangan yang mereka dapatkan. Para psikolog yang tergabung dalam komite APA memasukkan banyak peristiwa klinis yang melibatkan dilemma etik yang muncul dalam konteks profesionalitas. Dengan menganalisis hal tersebut, komite merumuskan suatu kode etik yang menyeluruh yang dirangkum dalam sebuah rangkaian pedoman umum. Versi tersebut digunakan selama 3 tahun, kemudian diamandemen dan diadaptasi secara formal (1963). Kemudian masih mengalami beberapa revisi pada tahun 1960 – 1980. Pedoman etika saat ini yang berjudul “Dasar – Dasar dan Kode Etik Perilaku Psikolog” diresmikan pada 1 Desembar 1992 setelah mengalami 6 tahun revisi dan berbagai perdebatan. Dokumen tersebut terdiri dari pembukaan, enam pedoman umum dan banyak standar etika untuk hal – hal yang lebih spesifik. Standar tersebut yang memberikan aturan – aturan yang mengikat bagi tata cara perilaku profesional psikolog. Standar tersebut digunakan pada anggota APA dan dapat dipergunakan oleh organisasi lain, seperti badan – badan psikologi dan pengadilan, untuk menghakimi atau memberikan sanksi kepada psikolog baik ia tergabung dalam APA atau tidak. Standar tersebut disusun dengan urutan sebagai berikut : 1. Standar Umum Mengatur larangan – larangan atau diskriminasi, pelecehan seksual atau lainnya dalam penyalahgunaan produk yang tercakup di dalamnya, juga mengatur mengenai kompetensi, tata cara penyampaian berkas, fee, dan hubungan keuangan. 2. Evaluasi Assessmen dan intervensi, mengatur berkenaan alat tes. 3. Periklanan dan Pernyataan Publik Lainnya Standar yang mengatur tata cara psikolog dalam mengapalikasikan layanan dan surat – surat ijazah profesional mereka tercakup dalam kategori ini. 4. Terapi Aturan mengenai pengaturan perilaku dan terminasi terapi dijelaskan pada bagian ini. 5. Privasi dan Kepercayaan Aturan – aturan tersebut meliputi kewajiban dari para psikolog untuk melindungi hak klien dalam hal privasi dan kepercayaan. 6. Pengajaran, Pelatihan, Pengawasan, Riset, dan Publikasi Bagian ini mencakup beberapa standar etik yang mengatur tata cara psikolog dalam mengajar dan mengawasi siswa serta melakukan riset atau penelitian psikologi. 7. Aktifitas Forensik Ketika melakukan evaluasi forensik atau pelayanan lainnya, psikolog harus mengikuti aturan khusus tentang pelayanan tersebut. 8. Memutuskan Masalah Etika Bagian terakhir ini mencakup standar mengenai bagaimana cara psikolog dalam memutuskan masalah – masalah etika atau komplain. 9. Buku Kasus (Casebook) dan Standar Etika APA Pada tahun 1967, APA menerbitkan buku kasus dan standar etika psikolog yang pertama. Buku ini ditujukan sebagai panduan dalam mengaplikasikan prinsip – prinsip etika APA dan standar situasi yang dihadapi oleh psikolog dalam aktifitas profesionalnya sehari – hari. 10. Mengenai Pelanggaran Etika Perilaku yang tidak sesuai dengan etika dapat menyebabkan psikolog kehilangan lisensinya atas badan psikologi di negara mana mereka melakukan praktek. Kebanyakan pelanggaran meliputi : 1. Intimasi seksual antara terapis dan klien 2. Pelanggaran hukum negara atau federal (misalnya, memasang tariff yang menipu) 3. Melanggar kepercayaan Berdasarkan poling yang dilakukan, ada 3 area yang dianggap paling bermasalah secara etika, yaitu : - Kepercayaan (18% peristiwa yang bermasalah melibatkan masalah kepercayaan) - Hubungan ganda atau berkonflik dengan klien (17% peristiwa melibatkan kesulitan dalam menetapkan batasan yang tepat di sekitar wilayah hubungan profesional) - Masalah dalam menagih pembayaran untuk pelayanan dan konflik dengan nasabah asuransi (14% peristiwa memfokuskan pada kesulitan menagih pembayaran atau menyediakan perlakuan yang memadai di bawah batasan ketentuan asuransi) 11. Standar Etika Lainnya Karena meningkatnya kepedulian public, aturan baru pemerintah serta perlakuan pada hewan di lab. APA perlu menambah etika standarnya dengan detail mengenai aturan – aturan yang mencakup riset – riset yang dilakukan oleh psikolog dengan hewan yang disebut “aturan untuk tata cara etika dalam perawatan dan penggunaan hewan” (APA, 1992). Para psikolog klinis juga bertanggung jawab unutk mengetahui satandar lainnya yang mengatur riset mereka dan tata cara pemberian layanan mereka. 12. Kebebasan Profesional Psikolog klinis harus berkonsultasi dan berkolaborasi dengan profesional lainnya dalam banyak aspek berkaitan dengan praktek klinis. Hubungan professional antar psikolog akan lebih menguntungkan dan lebih memiliki karakteristik untuk hasil yang baik. Guru yang memiliki murid yang nakal yang terkait dengan masalah emosional, disarankan agar keluarganya berkonsultasi kepada psikolog. Psikolog yang mempunyai klien bermasalah dengan hukum sebaiknya mendorong klien untuk menyewa pengacara. Psikolog mempunyai perbedaan pendapat yang mendasar dengan dokter, khususnya psikiatri. Psikolog klinis terlibat dalam praktek psikoterapis sebagai psikolog, kemudian psikolog klinis dan psikiatris berdebat mengenai kebebasan psikolog klinis untuk praktek secara terpisah dari psikiatri di rumah sakit. 13. Kebebasan Praktek Psikoterapis Ketika psikolog mulai membuka praktek untuk psikoterapi, psikolog tetap harus diawasi oleh psikiater. Karena psikiater merupakan seorang ahli terhadap fungsi dari keseluruhan individu dengan berbagai tipe perilaku abnormal merupakan hal yang penting untuk membedakan aspek mental dan fisik dari penyakit dan treatment. Ironisnya, psikolog sendiri cenderung untuk membuka praktek sendiri. Tahun 1949 APA tidak menyetujui praktek psikoterapi oleh psikolog yang tidak bekerja sama dengan psikiater (Goldenberg, 1973). Asosiasi Medis Amerika (AMA, 1954) mengeluarkan kebijakan bahwa psikoterapi merupakan prosedur medis yang hanya dapat dilakukan oleh seorang yang sudah terlatih ilmu medis. Namun hal tersebut tidak berhasil, sehingga akhir tahun 1950, psikolog sudah mengurangi dominasi psikiater terhadap psikoterapi dan sekarang psikolog menyediakan perawatan kesehatan mental (McGuire, 1939). Hubungan antara psikolog dan psikiatri berkembang sekitar tahun 1970 dan awal tahun 1980 psikiatri menerima psikolog sebagai psofesional. Tahun 1990 hubungan antara psikolog dan psikiatri menjadi renggang, hal ini dikarenakan adanya tekanan ekonomi. DIAGNOSA 1. Definisi Diagnosis dilakukan dalam rangka menentukan jenis gangguan. Kita seharusnya setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa untuk dapat menyelesaikan suatu masalah diperlukan adanya suatu diagnosis. Sehingga apabila kita mendapat suatu informasi tidak langsung diterima secara mentah, tapi kita telusuri mengapa bisa terjadi hal tersebut. Misalnya saja mengapa seseorang mengalami stress, mengapa seorang ibu membunuh anak kandungnya sendiri, dll. Jadi untuk menyelesaikan masalah kita harus tahu penyebabnya. Langkah pertama yang harus diambil adalah dengan segera mengetahui sifat dan penyebab masalah tersebut. Diagnosa adalah : 1. Penggambaran kondisi klien berdasarkan assessment. 2. Merupakan dasar ilmiah dan formal dalam membuat klasifikasi / penggolongan perilaku abnormal. 1. Menentukan jenis gangguan. Diagnosis merupakan hal yang sangat penting dalam intervensi kesehatan mental. Diagnosis biasanya digunakan dalam studi sistematis dari seorang pasien, antara lain dengan wawancara, test, dan observasi. Apapun teknik dan bentuk terapi yang digunakan, diagnosis tetap ada dan klinisi tetap perlu membuat keputusan tentang pasiennya. Klinisi harus bisa memutuskan apa dan bagaimana cara mengatasi masalahnya, apa yang akan dilakukan. Ada beberapa keputusan yang harus dibuat sejalan dengan perkembangan psikoterapi, seperti, apakah pasien sudah mengungkapkan seluruh masalahnya atau belum. Klinisi pun harus bisa membuat batasan yang jelas. 1. Klasifikasi Diagnosa Tujuan klasifikasi (Kapplan & Saddock, 1994) : 2. Komunikasi Berguna untuk memberikan informasi tentang deskripsi gangguan pada psikiater atau orang lain. 3. Kontrol / Kendali Sebagai suatu pencegahan tentang suatu gejala untuk menghindari bahaya lebih lanjut (preventif) serta merupakan acuan dalam mengubah terapi. 4. Pemahaman Untuk mengetahui penyebab, proses, dinamika, dan kondisi yang bertahan. Pada tahun 1934, WHO menyusun Diagnostic Statistical Manual for Mental Disorder (DSM I), karena masih ada kekurangan, DSM I diubah menjadi DSM II yang berlaku hingga 1968. Depkes RI memakai DSM II yang sudah diadaptasi untuk Indonesia, dimana kategori utama gangguan jiwa adalah sebagai berikut : 1. Retardasi mental 2. Sindroma otak 3. Psikosis yang berhubungan dengan kondisi fisik 1. Neurosis 2. Gangguan kepribadian 3. Gangguan psikofisiologis 4. Gejala – gejala khusus 5. Gangguan situasional sementara 6. Gangguan tingkah laku anak dan remaja 7. Tidak ada kelainan psikiatrik tetapi bermasalah dan perlu dibantu Kini telah ada klasifikasi gangguan jiwa baru yang diberi nama Diagnostic Statistical Manual for Mental Disorders atau DSM III & DSM IV yang dibuat oleh American Psychiatric Association (APA). Berbeda dengan DSM I & DSM II, maka pada DSM III & DSM IV dasar klasifikasi gangguan jiwa diperluas. Semula DSM hanya memperhatikan satu dimensi symptom klinis yang dinyatakan dalam aksis I. Sementara DSM III & DSM III-R mengalami kemajuan penting, yakni : 1. Tingkah laku abnormal dikonseptualisasikan dalam istilah disorder atau gangguan (bukan penyakit). Gangguan mental merupakan istilah tidak berfungsinya tingkah laku secara psikologis maupun biologis. 2. Menggunakan pendekatan deskriptif yaitu dengan memberikan definisi gangguan pada umumnya terbatas pada ciri – ciri klinis (gejala tingkah laku) dari gangguan akan menceritakan bagaimana seseorang bertingkah laku. DSM III-R tidak memberikan keterangan tentang sebab (etiologi) tentang timbulnya suatu gangguan dan tidak memberikan indikasi untuk terapi yang sebaiknya dilakukan. 3. Gejala bagi tiap kategori diagnosa didaftar dan dijelaskan. Beberapa gejala yang harus dikemukakan sebelum diagnosa dibuat juga dijabarkan. 4. Pengenalan system Diagnosa Multiaksial sebagai suatu cara memberikan deskripsi gangguan mental yang lebih luas. DSM III-R memberikan gambaran yang sistematis dari masing – masing gangguan yaitu : 1. Kriteria diagnosa (ciri – ciri pokok / essential features) Kriteria diagnosa mengandung gambaran dari seperangkat ciri – ciri yang penting, yang diperlukan untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan. Skema umum untuk formulasi diagnosa sebagai berikut : 1. Gambaran kondisi yang harus ada dan karakteristik gangguan 1. Paling tidak jumlah gejala yang pasti dari daftar yang diberikan harus ada secara bersama – sama 2. Jangka waktu (munculnya gejala, misal 1 minggu, 2 minggu, atau paling tidak 6 bulan) 3. Mengeluarkan gangguan lainnya yang dapat menghasilkan beberapa gejala yang sama 4. Mengeluarkan semua penyebab organis (contohnya, kelompok gejala yang ditemukan dan mengarah ke diagnosa dari gangguan kecemasan, tetapi disebabkan oleh penggunaan obat bius yaitu penyebab organis. Lalu diagnosa gangguan kecemasan tidak diberikan) 5. Ciri yang diasosiasikan seperti usia pada permulaan timbul, perkembangan, kerusakan, komplikasi, faktor predisposisi, prevalensi, ratio jenis kelamin, pola keluarga, dan diagnosa differensial. Dalam klasifikasi diagnostic DSM IV terdapat 5 aksis gangguan, yaitu : AXIS I : Sindrom klinis / gangguan mental 1. Gangguan – gangguan yang biasanya didiagnosis pada masa bayi, anak atau remaja. Termasuk dalam aksis retardasi mental, gangguan belajar, gangguan keterampilan motorik, gangguan komunikasi, gangguan perhatian dan perilaku, gangguan makan pada bayi dan anak – anak. 2. Delirium, dementia, amnesia, dan gangguan kognitif lainnya. 1. Gangguan mental yang menyangkut kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan pada jenis lain, seperti gangguan katatonik yang berhubungan dengan kondisi medis umum, perubahan kepribadian yang berhubungan dengan kondisi medis umum, dan gangguan mental NOS (No Observed Specific) yang berhubungan dengan kondisi medis umum. 2. Gangguan yang berhubungan dengan obat dan napza, termasuk gangguan penggunaan alkohol, gangguan yang dipicu oleh alkohol, gangguan yang pengguna amfetamin, gangguan yang dipicu oleh penggunaan cannabis, gangguan yang dipicu oleh anxiolitic, hipnotoc, dan sedatif. 3. Skizofrenia dan gangguan lainnya, termasuk skizofrenia, gangguan delasional, gangguan psikotik singkat, dan gangguan psikotik yang berhubungan dengan kondisi medis umum. 4. Gangguan suasana hati (Code current state of major depressive), gangguan depresif, gangguan hipolar, dan gangguan susanan hati yang berhubungan dengan kondisi medis umum. 5. Gangguan kecemasan seperti gangguan panic, post traumatic, stress disorder, generalized anxiety disorder, dan obsessive compulsive disorder. 6. Gangguan somatoform seperti gangguan somatisasi, gangguan konversi, dan gangguan dismorfik badan. 7. Gangguan disasosiatif seperti, amnesia disasosiatif, dan gangguan depersonalisasi. 8. Gangguan identitas gender dan seksual, antara lain disfungsi seksual, parafilas, dan gangguan identitas gender. 9. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa dan bulimia nervosa. 10. Gangguan tidur, seperti gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lainnya. 11. Gangguan pengendalian impuls yang tidak termasuk golongan lain, seperti kleptomania, piromania, dan tuntutan berjudi yang tidak terkendali. 12. Gangguan penyesuaian diri, seperti gangguan penyesuaian diri dengan kecemasan atau suasana hati depresi. AXIS II : Developmental and Personality Disorder (Gangguan Perkembangan dan Kepribadian) : 1. Gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian schizoid, gangguan kepribadian skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, gangguan kepribadian histerionik, gangguan kepribadian dependen, dan gangguan kepribadian obsesif kompulsif. 2. Kondisi lain yang bisa jadi berfokus pada perhatian klinis, seperti gangguan gerakan yang dipengaruhi oleh medikasi, masalah relasional, masalah relasi yang berhubungan dengan penyalahgunaan dan penyisihan. 3. Kode tambahan, seperti gangguan mental yang tidak spesifik, gangguan yang tidak termasuk dalam aksis I dan aksis II. AXIS III : Psysical Disorder and Conditions (Gangguan dan Kondisi Fisik) Gangguan kecemasan yang disertai dengan adanya kelainan jantung. AXIS IV : Severity of Psycho-social Stressor (Kekerasan Stressor Psikososial) 1. Masalah dengan keluarga 2. Masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial 3. Masalah pendidikan 4. Masalah pekerjaan 5. Masalah perumahan 6. Masalah ekonomi 7. Masalah akses ke pelayanan kesehatan 8. Masalah yang berkaitan dengan interaksi dengan hukum dan kriminal 9. Masalah psikososial dan lingkungan lainnya. AXIS V : Penilaian Global Terhadap Fungsi Psikologis, Sosial, dan Pekerjaan Sekarang dan Tahun Sebelumnya (Global Assessment of Functioning / GAF Scale) 100 – 91 : Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak terselesaikan 90 – 81 : Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa 80 – 71 : Gejala sementara dan dapat diatasi 70 – 61 : Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik 60 – 51 : Gejala sedang (moderat), disabilitas sedang 50 – 41 : Gejala berat (serius), disabilitas berat 40 – 31 : Beberapa disabilitas berhubungan dengan realitas dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30 – 21 : Disabilitas berat dalam berkomunikasi dan daya nilai, tidak mampu befungsi hampir semua bidang 20 – 11 : Bahaya melukai diri dan orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri 10 – 1 : Seperti di atas – persistens dan lebih serius 1. Langkah – Langkah Membuat Diagnosa Hal – hal yang perlu diperhatikan : 1. Tidak ada cara yang sama atau baku yang ditetapkan untuk semua orang 2. Penentuan dalam melakukan pendekatan diagnostik yang tepat untuk klien adalah umpan balik yang ditunjukan klien saat interview Ada lima langkah yang logis dalam membuat diagnosa : 1. Petunjuk diagnostik 1. Bina raport 2. Buatlah semua daftar kemungkinan diagnostik 3. Klasifikasi semua data assessment dengan menentukan gangguan sesuai dengan petunjuk yang ada 1. Kriteria diagnostik 1. Tentukan durasi dari gejala / sindrom psikiatrik yang menonjol 2. Buatlah penilaian kadar keparahan gejala / sindrom dengan melihat akibat yang ditimbulkan pada klien 3. Uji hipotesa diagnostik yang telah dibuat : uji ulang, merujuk dari psikiater atau dokter 4. Check up dengan masalah gangguan kepribadian dan psikososial serta lingkungan 5. Gunakan pertanyaan diagnostik spesifik untuk mengidentifikasi tanda – tanda penting 1. Riwayat psikotik Mengambil bukti – bukti pendukung, antara lain riwayat premorbid, dasar gangguan, dan riwayat keluarga. 1. Diagnostik multiaksial 2. Organisasikan impresi yang sudah ditentukan dalam DSM / PPDGJ - Aksis I – II : diagnosa saat ini - Aksis III – IV : masalah medis, psikososial dan lingkungan terkait serta penilaian umum 1. Simpulkan faktor – faktor biologis, psikologis, dan sosial yang mempengaruhi diagnosa klien dan etiologi gangguan 1. Prognosa 2. Perhatikan bagaimana cara klien mengahadapi kesepakatan treatment dan bagaimana respon sikapnya terhadap gangguan dan kesungguhan dalam treatment 1. Perhatikan sifat – sifat yang mendasari gangguan PROGNOSA 1. Definisi Prognosa adalah tahap yang dilalui setelah melakukan diagnosa. Tujuan dari prognosa adalah untuk mengkomunikasikan prediksi dari kondisi klien di masa datang. 1. Fungsi 2. Menentukan rencana terapi selanjutnya 3. Sabagai bahan pertimbangan perawatan dan rehabilitasi 1. Pertimbangan Dalam Membuat Prognosa Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat prognosa, yaitu : 1. Sifat atau ciri – ciri gangguan yang dialami klien 2. Fungsi apa yang paling tinggi tingkat aktivitasnya dan yang masih bisa berfungsi dengan baik 1. Lamanya sakit 2. Waktu menculnya gajala 3. Kekambuhan 3. Masalah umum, jika terjadi pada usia awal. Biasanya pronosisnya lebih buruk, terutama untuk perkembangan selanjutnya 1. Dukungan sosial yang mungkin akan diterima klien dari lingkungan 2. Bentuk treatment yang efektif serta treatment yang pernah gagal dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Markam, Sumarno. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Universitas Indonesia Wiramihardja, Sutarjo A. 2004. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung : Retika Aditama Sunberg, N.D. 1983. Introduction to Clinical Psychology. New Jersay : Prentice-Hall.Inc

Selasa, 24 April 2012

Pengertian, bidang kajian, psikologi klinis

A. Pengertian psikologi klinis. Dilihat dari cakupannya, psikologi klinis dapat diartikan secara sempit atau luas. Secara sempit psikologis klinis tugasnya ialah, mempelajari orang-orang abnormal atau subnormal. Tugas psikologi klinis adalah menggunakan tes yang merupakan bagian integral suatu pemeriksaan klinis, yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Para dokter biasanya memberikan arti sempit pada psikologi klinis. Sedangkan pengertian psikologi klinis dalam cakupan yang lebih luas, psikologi klinis ialah bidang psikologi yang membahas dan mempelajari kesulitan-kesulitan serta rintangan-rintangan emosional pada manusia, tidak memandang apakah ia abnormal atau subnormal.psikologi klinis meneropong gejala-gejala yang dapat mengurangi kemungkinan manusia untuk berbahagia. Kebahagiaan erat hubungannya dengan kehidupan emosional-sensitif dan harus dibedakan dengan kepuasan yang lebih berhubungan dengan segi-segi rasional dan intelektual. Psikologi klinis menunjuk pada bidang yang membahas kajian, diagnosis, dan penyembuhan (treatment) masalah-masalah psikologis, gangguan (disorders) atau tingkah laku abnormal (Phares, 1992, dalam Markam Dkk., 2003: 2) Menurut American Psychological Association, psikologi klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karakteristika individu yang dilaksanakan melalui metode pangukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut. B. Bidang-bidang kajian yang terkait dengan Psikologi Klinis 1. Psikopatologi, adalah bidang yang mempelajari patologi atau kelainan dari proses kejiwaan. Istilah ini digunakan dalam lingkungan psikiatri. Psikopatologi sebenarnya tidak termasuk psikologi klinis, walaupun demikian seorang psikolog klinis harus menguasai psikopatologi untuk dapat berhasil dalam pekerjaan diagnostiknya. 2. Psikologi Medis, merupakan suatu penjabaran dari psikologi umum dan psikologi kepribadian untuk ilmu kedokteran. Tujuannya adalah untuk melengkapi pengetahuan dokter tentang gambaran biologis manusia dengan gambaran kehidupan kejiwaan, fungsi-fungsi psikis, berpikir, pengamatan, afek, sert kehidupan perasaan pada manusia normal.pengetahuan menyeluruh tentang fungsi normal pada individu ini akan menjadi dasar dalam mengenai kejiwaan yang terganggu. 3. Psikologi Abnormal, istilah ini baru populer pada tahun 50-an. Nama ini diciptakan oleh psikolog-psikolog yang ingin mengklasifikasikan keadaan yang tidak normal yang mungkin terjadi pada individu. 4. Psikologi Konflik dan Pato-Psikologi, kedua nma ini diusulkan untuk menunjukkan bahwa seseorang yang membutuhkan pertolongan psikolog tidak selalu “sakit”. Pertolongan pskolog dapat diberikan kepada mereka yang mengalami kesulitan, misalnya konflik, ketegangan, dan sebagainya yang dapat mengganggu keseimbangan. Kesulitan ini belum terlalu akut sehingga individu belum perlu dikatakan “sakit”. Kadang-kadang manifestasi dari konflik merupakan tanda dari suatu keadaan yang lebih tinggi dari normal. 5. Mental Health dan ‘Mental Hygiene’. Istilah ini mental hygiene lebih dekat dengan bidang kedokteran. Istilah ini banyak membahas dari segi penyembuhan. Mental health lebih banyak membahas dari segi preventif. Mental hygiene bertugas mempertahankan dan memelihara kesehatan mental dan mencegah terjadinya gangguan mental. Dalam praktiknya, mental hygiene mancakup juga penyembuhan sedini mungkin atas gangguan mental, membahas tentang bagaimana mempertahankan dan memelihara kesehatan mental, dan mencegah terjadinya gangguan mental. C. Ruang Lingkup Psikologi Klinis Ruang lingkup psikologi klinis mencakup assesment, intervensi, dan penelitian. 1. Assesment, merupakan proses pengumpulan informasi mengenai klien atau subyek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai seseorang (Wiramihardja S.A., 2004: 38). Sedangkan menurut Bern dan Nietzel (Markam, 2003) assesmen dalam psikologi klinis, ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan yang akan disampaikan oleh penilaian. 2. Intervensi, secara umum adalah upaya untuk mengubah perilaku, pikiran, perasaan seseorang. Kendall dan Norton Ford berpendapat bahwa intervensi klinis meliputi penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang menangani masalah-masalah dan mengembangkan kehidupannya yang memuaskan. 3. Penelitian, dalam psikologi klinis penelitian bertujuan untuk membuktikan kebenaran suatu teori dalam praktiknya, dan untuk lebih memahami keunikan perilaku, perasaan, dan pikiran individu klien, bukan untuk mengadakan generalisasi. Metode penelitian dalam psikologi klinis pada dasarnya sama dengan metode penelitian pada umumnya, namun tujuan dan penekanannya adalah untuk keperluan populasi khusus, misalnya mengetahui efektivitas suatu perlakuan pada kelompok tertentu, menentukan tes yang dapat meramalkan kerentanan seseorsng terhadap serangan stroke, dan lain-lain. Metode-metode yang digunakan ialah: metode observasi, penelitian epidemiologi, meode korelasi, eksperimen, penelitian longitudinal, dan desain satu kasus. Daftar pustaka Sumarmo S. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta.:Universitas Press Wiramihardja S. A. 2004.Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pengertian Psikologi Klinis

A. Pengertian Psikologi Klinis merupakan bentuk psikologi terapan untuk menentukan kapasitas dan karakteristik tingkah laku individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment, analisa dan observasi serta uji fisik dan riwayat sosial agar dapat diperoleh saran dan rekomendasi untuk membantu penyesuaian diri individu secara tepat. (American Psychological Association: 1935). Witmer (1912) dikutip oleh Sutardjo menyatakan bahwa psikologi klinis adalah metode yang digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan teknik penanganan pedagogis. Namun, Woodworth (1937) berkeberatan dengan definisi atau pengertian psikologi klinis yang disampaikan Witmer ini. Menurutnya, jika pengertian psikologi klinis itu seperti yang dikemukakan Witmer, sebaiknya tidak disebut psikologi klinis melainkan sebagai psikologi untuk memberi pelayanan yang bersifat personal atau sebagai alternatif. Disamping itu Woodworth juga berpendapat bahwa psikolog klinis di masa depan harus berusaha untuk memberikan bantuan kepada individu dalam menyelesaikan masalah seleksi untuk keperluan pendidikan dan pekerjaan, penyesuaian keluarga dan social, kondisi-kondisi kerja, dan aspek kehidupan lainnya. Yang sering menjadi pegangan dan acuan dasar dalam memahami pengertian psikologi klinis saat ini adalah definisi yang ditetapkan oleh American Psychological Association (APA) yang merumuskan psikologi klinis sebagai berikut: Psikologi Klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karakteristika individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut. B. Asesmen Psikologi Klinis Asesmen klinis adalah proses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah social dan psikologis klien, baik menyangkut keterbatasan maupun kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi, asesmen klinis menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti menyangkut kelemahan klien dan akibat-akibaynya, defisiensi dan gangguan apa yang terjadi pada pemfungsian klien atau lingkungan sosialnya untuk mengelola masalah dan atau mengembangkan kecenderungan positifnya, serta intervensi apa yang terbaik digunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan klien. Asesmen juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain dengan menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan membangun teori-teori pemfungsian dan disfungsi manusia. Asesmen klinis sering pula diartikan sebagai psikodiagnostik, yaitu upaya untuk memahami sumber sumber penyakit melalui gejala-gejala sakit atau maladaptif dan kemudian memasukkannya ke dalam kelompok jenis gangguan yang baku atau telah dibakukan. Terdapat banyak kemungkinan sasaran atau target yang diusahakan dalam membuat asesmen klinis. Psikolog klinis dapat memusatkan perhatian terhadap 1) disfungsi (psikologis) individual, memperhatikan abnormalitas atau kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya. Dalam kasus-kasus lain, bisa jadi mereka memusatkan perhatian untuk menemukan 2) kekuatan klien, dalam hal kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas yang menjadi target evaluasi, dan melukiskan 3) kepribadian subyek. Beberapa metode asesmen dalam psikologi klinis diantaranya: 1. Wawancara a. Wawancara mengenai status mental b. Wawancara sosial-klinis c. Wawancara yang difraksikan d. Wawancara terstruktur 2. Tes terstruktur Tes ini meminta subyek untuk menjawab pertanyaan secara tegas, tidak samar-samar, ya atau tidak, dan maknanya uniform, serta merespon pertanyaan dengan cara yang terbatas. Tes terstruktur membutuhkan standarisasi yang hati-hati dan norma yang representatif. 3. Tes tak terstruktur Adalah tes yang memberikan pertanyaan kepada klien dengan cara menjawab yang memberikan keleluasaan lebih besar, misalnya Thematic Apperception Test (TAT) atau Rorschah Inkblot-tes. 4. Asesmen-asesmen perilaku Observasi ini merupakan observasi sistematik yang dilakukan dalam laboratorium, di klinik, kelas ataupun dalam perilaku sehari-hari. 5. Kunjungan rumah Kunjungan rumah dimaksudkan untuk memahami kahidupan alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola kehidupan keluarga klien. 6. Catatan kehidupan Psikolog sering tertarik untuk mempelajari riwayat hidup klien, karena riwayat itu dapat mendasari permasalahan yang dialaminya saat ini. 7. Dokumen Pribadi Catatan atau dokumen pribadi penting untuk mengetahui motif utama klien, maupun hal-hal yang disembunyikan, penyangkalan, hambatan, dan kesulitan klien dalam membicarakan permasalahannya. 8. Pemfungsian psikofisiologis Hubungan psikis-mental dan faal organ tubuh sangatlah erat. Tekanan darah, misalnya, sering berhubungan dengan adanya kecemasan dan juga merupakan reaksi atas tekanan-tekanan psikologis. C. Intervensi Klinis Intervensi dalam rangka psikologi dan khususnya psikologi klinis adalah membantu klien atau pasien menyelesaikan masalah psikologis, terutama sisi emosionalnya. Kendall dan Norton Ford berpendapat bahwa intervensi klinis meliputi penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang menangani masalah-masalah dan mengembangkan kehidupannya yang memuaskan. Psikolog klinis menggunakan pengetahuannya mengenai pemfungsian manusia dan system-sistem sosial dalam kombinasi dengan hasil asesmen klinis guna merumuskan cara untuk membantu perubahan klien ke arah yang lebih baik. Istilah intervensi khusus untuk psikologi adalah psikoterapi. Pada umumnya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan, yaitu: (1) membangun hubungan murni antara terapis dan klien, (2) membantu klien melakukan eksplorasi diri dengan cara-cara psikologis, (3) terapis dan klien bekerja sama memecahkan masalah psikologis klien, (4) terapis membangun sikap dan mengajarkan ketarmpilan kepada klien. DAFTAR PUSTAKA Baihaqi, MIF dkk. Psikiatri(Konsep Dasar Dan Gangguan-gangguan), Bandung: PT. Refika Aditama, 2005 Flanagen, Robb. ADHD Kids, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005 Tristiadi Ardi Ardani, dkk. Psikologi Klinis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Wiramihardja, Sutardo. Pengatntar Psikologi Klinis, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006