indosiar.com - Banyak orang tua yang mengaku merasa kebingungan dengan banyaknya jenis susu yang beredar di pasaran. Susu-susu itu "mengklaim", sebagai yang paling lengkap kandungan nutrisinya apalagi jika susu tersebut dikatakan ditambah dengan zat penting untuk perkembangan otak.
Susu adalah minuman yang sangat menyehatkan dengan kandungan gizinya yang terhitung lengkap. Karena itu susu dianjurkan bagi semua kalangan. Untuk perkembangan sosok anak, minum susu merupakan salah satu sumber kalsium. Karena itu membiasakan minum susu, adalah hal yang penting. Bagi balita berusia 0 bulan hingga 2 tahun, minum Air Susu Ibu (ASI) adalah yang paling baik. Jika tidak bisa hingga 2 tahun, minimal bayi minum ASI ekslusif hingga 6 bulan, tanpa makanan pendamping lainnya.
Setelah berumur 1 tahun keatas, anak dapat diberikan susu lain yaitu susu pasteurisasi, susu kental manis, susu bubuk, susu sterilisasi konvensional, dan susu Ultra High Temperature (UHT). Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 72 - 75 derajat Celcius selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5 - 6 derajat celcius) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Susu segar merupakan cairan yang berasal dari kambing atau sapi yang sehat dan bersih. Susu diperoleh dengan cara pemerahan yang benar dan kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.
Susu bubuk berasal susu segar baik dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller drayer. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk prowder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder) dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk prowder).
Sedangkan susu UHT merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derajat celcius) selama 2-5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Dari berbagai susu tersebut, yang paling disarankan adalah susu UHT. Karena berdasarkan beberapa penelitian, menyebutkan susu yang diproses secara UHT dapat mempertahankan nilai gizi lebih baik daripada proses pengolahan lainnya. Indikatornya adalah prosentase kerusakan lisin atau asam amino pembatas.
Seiring dengan kemajuan teknologi, susu UHT kemudian dikemas menggunakan enam lapis kertas, plastik polyethylene, dan alumunium foil yang mampu melindungi susu dari udara luar, cahaya, kelembaban, aroma luar, dan bakteri. Susu UHT dalam kemasan aseptik ini tahan disimpan dalam suhu kamar sampai 10 bulan, tanpa bahan pengawet. Dengan kemasan tersebut, susu terhindar dari bakteri perusak minuman dan tetap segar serta aman untuk dikonsumsi.
Susu UHT juga merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah.
Bagi anak, berikan susu UHT dengan rasa plain. Karena lebih sedikit gula serta zat artificial didalam susu tersebut. Apabila kemasan susu UHT telah dibuka, maka susu tersebut harus disimpan pada kulkas karena susu UHT harus dihindarkan dari penyimpanan pada suhu tinggi (di atas 50 derjat Celcius), sebab dapat terjadi gelasi yaitu pembentukan gel akibat kerusakan protein.
Harga susu UHT memang sedikit lebih mahal dari susu bubuk, namun demi kualitas anak, tidak perlu keraguan untuk membelinya. Hal ini diperlukan karena berdasarkan survei perusahaan riset global Canadean (2004), konsumsi susu sapi segar di Indonesia termasuk paling rendah di Asia.
Dan menurut catatan Prof. Ali Khomsan, guru besar ilmu pangan dan gizi IPB, meski tingkat konsumsi susu di Indonesia naik sebesar 4,68 l/kapita/tahun menjadi 6,5 l/kapita/tahun (2000) namun masih tertinggal dibanding tingkat konsumsi susu di Malaysia yang mencapai 20 l/kapita/tahun dan butuh waktu 600 tahun untuk mencapai tingkat konsumsi susu di Amerika Serikat yang mencapai 100 l/kapita/tahun.(berbagai sumber/Idh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar