Pendahuluan
Menurut
Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka
ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.
Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik
dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Penekanan
istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan bahwa konselor
membantu konseli belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu
proses belajar menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga konseli dapat
mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
Konseling
Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif
perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam
perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya
keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam
mempengaruhi perilaku.
Definisi
Menurut
Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai
pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli
pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang
menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan
strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada
konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku
konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system
kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson
& Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy
yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan
kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi,
kepercayaan dan pikiran.
Bush
(2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam
psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif
memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi
individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan
positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy
thinking.
Terapi
tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan
mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku,
menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas
dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan
paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah
pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik
secara fisik maupun psikis.
CBT
merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan
mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa
dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan,
bertanya, bertindak dan memutuskan kembali.
Sedangkan
pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan
yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.
Isi
Konsep
utama dari kognitif-perilaku adalah peleburan antara pendekatan perilaku dan
kognitif. Kognitif-perilaku merupakan pencampuran dari strategi perilaku dan
proses kognitif yang bertujuan untuk mencapai perubahan kognisi dan perilaku
manusia (Capuzzi, 2009).
Konseling
kognitif perilaku (CBT) dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar
individu atau kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan
dalam dua format kegiatan :
-
kelompok
homogeny, yaitu dimana semua anggota mempunyai masalah yang sama dan
-
format
kelompok terbuka, dimana anggota kelompok bergiliran mengungkapkan masalah mana
yang ingin dibahas. (Vernon
dalam Erford, 2004)
Metode
konseling ini juga dapat digunakan untuk menangani berbagai macam gangguan
perilaku yang maladaptive dalam berbagai latar dan kelompok, baik secara
populasi maupun subjek (Darminto,2007).
Pendekatan
Pandangan tentang
manusia
Tokoh
/ pakar seperti Bandura, Kamfer dan Philips (1970), Cautela dan Baron (1977)
dan Ellis (1977), menekankan peranan dari persepsi, pikiran dan keyakinan, yang
semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam
rangkaian Stimulus-Respon. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri dengan
mengubah tanggapan kognitifnya dan menentukan sendiri Reinforcement yang
diberikan kepada dirinya sendiri.
Peran dan Fungsi
Konselor
Pada
pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi
pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli.
Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli.
Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor
mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli,
sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah
itu terjadi.
Pada
saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral
sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum
ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor
lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”,
“dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari
masalah konseli.
Tugas
konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti
ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat
pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah.
Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik
intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli.
Teknik
yang biasa digunakan adalah :
-
Menantang
keyakinan irasional
-
Membingkai
kembali isu, missal : menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang
menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan
-
Mengulang
kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor
-
Mencoba
penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil
-
Mengukur
perasaan, missal : menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala
0-100.
-
Menghentikan
pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsessional “mengambil alih”,
lebih baik konseli belajar untuk “menyadarkan diri” mereka.
Prinsip-prinsip
Konseling Kognitif Behavior
Pemahaman
terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami
konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta
penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut
adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan
kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.
Cognitive
Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari
permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.
Cognitive
Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan
konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.
Cognitive
Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.
Cognitive
Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.
Cognitive
Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.
Cognitive
Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk
menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.
Cognitive
Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.
Sesi
Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.
Cognitive
Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10. Cognitive Behavior Therapy
menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku.
Teknik-teknik
Terapi Konseling Kognitif Behavior
a. Operant Conditioning
Terdapat
2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari
dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik
operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik
dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya
koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh
konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial
untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan
perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan
kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan
dalam bentuk verbal.
b. Desensitization
Terdapat empat langkah dalam
melaksanakan metode Systematic Desensitization, yaitu :
1.
Memberikan
konseli rasionalisasi
2.
Relaksasi
training
3.
Konselor
dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan kecemasan
4.
Desensitization
proper
Salah satu jenis dari systematic
desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini memilliki kesamaan
prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan. Pada in vivo
desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki kecemasan
konseli.
c. Flooding
Flooding adalah kebalikan dari
systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan.
Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika
digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang
potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan
oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa
stress.
d. Assertivness dan Social Skill
Training
Ketika konselor sedang melakukan
konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan
ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini
keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang
sering digunakan adalah behavioral
rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara
bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang
berpengaruh terhadap konseli.
e. Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika
digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak
menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami
ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan
untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama
mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam.
Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil
nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari.
Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif
kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.
f. Self Control Procedures
Metode self control bertujuan
untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control
menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan
menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode
ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan
jangkan panjang secara natural.
Terdapat tiga langkah bagian
dalam self control procedures, yaitu:
1.
Meminta
konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.
Meminta
kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.
Melaksanakan
treatment
g. Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah
bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang
diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan
konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat
penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan
berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan
konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku
yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa
mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang
diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan
muncul.
h. Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan
metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak
seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum
dan Deffenbacher menjelaskan cognitions
may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive
structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli
katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka
sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi.
Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan
dunia yang berhubungan dengan dirinya.
Prosedur dari cognitive
restructuring adalah sebagai berikut :
1.
Evaluating
how valid and viable are the clients thought and beliefs
2.
Assesing
what clients expect, what they tend to predict about their behavior and others
responses to them.
3.
Exploring
what might be a range of causes for clients behavior and other reactions
4.
Training
clients to make more effective attributions about these causes
5.
Altering
absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and Deffenbacher dalam
Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)
Merencanakan Proses
dan Sesi Konseling
Perencanaan
diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih
merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap
sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi
konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli
memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling.
Perencanaan
dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang
ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi
konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas
rumah yang dilakukan oleh konseli.
Menurut
teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, konseling cognitive
behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara
sistematis dan terencana.
No.
|
Proses
|
Sesi
|
1.
|
Assesmen
dan Diagnosa
|
1-2
|
2.
|
Pendekatan
Kognitif
|
2-3
|
3.
|
Formulasi
Status
|
3-5
|
4.
|
Fokus
Konseling
|
4-10
|
5.
|
Intervensi
Tingkah Laku
|
5-7
|
6.
|
Perubahan
Core Beliefs
|
8-11
|
7.
|
Pencegahan
|
11-12
|
|
|
|
Oemarjoedi (2003:12)
Namun
melihat kultur yang ada di Indonesia,
penerapan sesi berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan.
Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan
pengalaman, diantaranya:
a. Terlalu lama, sementara konseli
mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
b. Terlalu rumit, dimana konseli
yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang
sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang
merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c. Membosankan, karena kemajuan dan
perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit.
d. Menurunnya keyakinan konseli akan
kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan
di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling.
Berdasarkan beberapa alasan
tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di Indonesia sering kali mendapatkan
hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah
pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja
menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan
efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan
lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi.
Proses konseling kognitif
behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia
No.
|
Proses
|
Sesi
|
1.
|
Assesmen dan
Diagnosa
|
1
|
2.
|
Mencari akar
permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir
dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan
|
2
|
3.
|
Konselor bersama
konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi
positif-negatif kepada konseli
|
3
|
4.
|
Menata kembali
keyakinan yang menyimpang
|
4
|
5.
|
Intervensi
tingkah laku
|
5
|
6.
|
Pencegahan dan
Training Self Help
|
6
|
Contoh
Naskah Konseling Cognitive Behavior
PELAKU
|
PERNYATAAN
|
KETERANGAN
|
|
PERTEMUAN
KE-1
|
|
Konseli
|
“selamat
siang Pak....Asssalamu’alaikum”
|
|
Konselor
|
“Wa’alaikum
salam...oiya...selamat siang, wah Dani ya?
Mari-mari
masuk. Sudah Bapak tunggu dari tadi. Kemarin malam sms Bapak katanya ingin
datang ke SMA dan curhat bukan?”
|
Oppening :
Good
Rapport
|
Konseli
|
“iya Pak.
Habisnya saya bingung mau cerita
ke siapaPak.”
|
|
Konselor
|
“oiya, Bapak
senang sekali Dani masih mau menyempatkan diri datang kemari. Padahal
sekarang saat-saat pendaftaran di perguruan tinggi”
|
Good
Rapport
|
Konseli
|
“hehehehe
iya Pak...kemarin juga abis daftaran kok Pak ikut SNMPTN.”
|
|
Konselor
|
“oiyaa...Bapak juga
diberitahu oleh beberapa teman-teman dari SMA yang juga mengikuti tes SNMPTN.
Banyak ya yang daftar SNMPTN?”
|
Good
Rapport
|
Konseli
|
“wah
banyak Pak, kemaren juga rame-rame sama teman-teman
SMA sini Pak. Pada daftar macem-macem”
|
|
Konselor
|
“jadi
beda-beda begitu ya?”
|
Good
Rapport
|
Konseli
|
“bukan
Pak, ada yang di UNS, UGM, UNDIP, UNNES. Trus jurusan yang diambil
temen-temen juga macem-macem Pak.”
|
|
Konselor
|
“oiya
tidak masalah itu, bukankah cita-cita kalian beda-beda, jadi ya wajar jika
pengambilan jurusan maupun universitasnya berbeda-beda
|
Good
Rapport
|
|
“Oiya
Dani, membahas masalah sms Dani kepada Bapak semalam, katanya ada yang ingin
diceritakan”
|
Lead
|
|
Apakah ada
yang bisa Bapak bantu?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“iya Pak
benar sekali...ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak.”
|
|
Konselor
|
“oh
ya...silakan, kemukakan saja tidak apa-apa...”
|
Lead
|
Konseli
|
“aduuh
gimana ya Pak, saya takut ini...hemmmm menyangkut orang tua saya, pacar saya,
sekolah lanjut saya.”
|
|
Konselor
|
“tidak
perlu takut Dani, disini posisi Bapak sebagai salah satu guru pembimbing di
sekolah ini. Dan Bapak akan mendengarkan semua keluhan yang ingin Dani
sampaikan,
Dani tidak
perlu khawatir, apapun yang diungkapkan Bapak jamin kerahasiaannya. Hanya
Dani dan Bapak saja yang tahu. Bagaimana, setuju?
|
Structuring
: Role limit
|
Konseli
|
“emmm
baiklah Pak, saya yakin bapak menjaga rahasia saya kok”
|
|
Konselor
|
“baik,
kalau begitu. Coba Dani ceritakan. Apakah yang saat ini menjadi ganjalan di
hati Dani?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“Begini
Pak, saya itu disuruh melanjutkan di UNS saja sama orang tua saya. Padahal
saya itu pengen banget sama-sama terus sama pacar saya, kebetulan saya
dan pacar saya si Rani, daftar jurusan Ekonomi dengan program studi Akuntansi di
UGM Pak. Mungkin karena saya nggak begitu dapet restu dari orang tua, saya
gagal masuk UGM Pak. Pacar saya sekarang ditrima di UGM, sedangkan saya di
UNS, ya nyenengin orang tua saya lah Pak masuk Bimbingan dan Konseling.
Kenapa sih orang tua saya gak ngasih restu saya buat masuk UGM Pak? Katanya
doa orang tua itu manjur, pasti
mereka
doain saya gak masuk UGM Pak. Saya marah Pak, saya juga malu sama pacar saya”
|
(Assesment)
|
Konselor
|
“em...bisakah
Dani menjelaskan lebih detail lagi kepada Bapak?”
“Soalnya
tadi Dani mengatakan kalau diterima di UNS tapi gagal di UGM. Coba, mana yang
benar?”
|
Lead
Confrontations
|
Konseli
|
“Orang tua
saya pengen saya masuk Bimbingan dan Konseling di UNS Pak, mereka gak
ngijinin saya masuk di Ekonomi UGM, katanya ntar nyari kerja susah. Mbok di
UNS saja, kalau sungguh-sungguh pasti berhasil, trus katanya karena biaya
hidup juga udah banyak. Waktu tes kan saya ambil IPC Pak.
Pilihan pertama di UGM sama seperti pacar saya yang satu UNS seperti harapan
orang tua saya, ya setengah hati gitu Pak. Tapi kenapa orang tua saya nggak
mikir gimana nanti hubungan saya sama pacar saya pak.”
|
(Activity)
|
Konselor
|
“em dengan
kata lain, dani merasa marah karena orang tua Dani tidak memberi restu Dani
untuk masuk di UGM, begitu.”
|
Clarification
|
|
“Apakah
memang Dani sama sekali tidak menyukai jurusan yang disarankan oleh orang tua
Dani itu?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“saya itu
sebernya juga dulu suka Pak masalah Bimbingan dan Konseling. Tetapi kan saya
cowok Pak, saya juga harus menjaga pacar saya yang di UGM sana. Masa saya
biarin aja Pak? Saya juga malu, saya dulu janji nemenin dia satu jurusan. Eh
malah kita berjauhan gini Pak. Marah saya Pak...”
|
(Belief)
|
Konselor
|
“ Wah jadi
semacam amplop dan perangko begitu ya, yang bisa bersama-sama kemana-mana”
|
Asumsi
|
Konseli
|
“hehehehe
Bapak bisa saja. Saya jadi Malu Pak, karena saya sayang Pak sama Rani.”
|
|
Konselor
|
“Bapak
bergurau, agar Dani tidak marah-marah lagi.....hehehe”
baiklah,
selanjutnya coba ceritakan apa yang menjadi ganjalan dalam perasaan Dani
dengan orang tua Dani?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“Jadi
begini Pak, saya sekarang jarang di rumah. Saya tidur di tempat teman saya
Pak. Saya gak krasan di rumah. Udah seminggu ini saya diem aja ketemu orang
tua saya. Lama-lama saya gak nyaman sendiri Pak.”
|
|
Konselor
|
“Dani
sekarang malah diam dan tidak pernah pulang begitu?”
|
Restatement
|
Konseli
|
“Iya….males
di rumah, pengen marah rasanya. Saya kecewa Pak”
|
|
Konselor
|
“Dani
sudah tahu belum bahwa orang tua pasti memilih yang terbaik untuk
anaknya?”
|
Lead
|
Konseli
|
“Iya Pak,
saya tahu……”
|
|
Konselor
|
“Nah….berarti
Dani sudah tahu alasan orang tua Dani menyarankan Dani untuk di UNS dan
memilih Bimbingan dan Konseling?
|
Lead
|
|
“Bukankah
dulu Dani juga sudah menyukai dunia bimbingan dan konseling?”
|
Factual
reasurance
|
Konseli
|
“Iya sich
Pak, tapi saya mesti gimana sama orang tua saya? Kok kayaknya mereka nggak
ngerti gimana mau saya gitu. Maksain gitu..”
|
(Consequence)
|
Konselor
|
“Nah mari
kita pikirkan bersama-sama, dulu Dani suka dengan dunia pendidikan khususnya
Bimbingan dan Konseling, waktu kelas X Dani antusias sekali
saat ada jam Bimbingan. Dan dani mengatakan ingin menjadi Guru Pembimbing
yang disukai banyak muridnya. Tapi semenjak punya pacar Dani melupakan
cita-cita Dani”
“Bagaimana
Dani coba dipikirkan mana yang benar?”
|
Confrontation
|
Konseli
|
“Heem Pak,
saya memang ingin seperti Bapak. saya senang masuk di dunia pendidikan.
Karena saya ingin sekali berbagi pengalaman dan mengembangkan pengalaman
|
|
Konselor
|
“Betul
sekali....
“Bapak
senang Dani memiliki sikap kepedulian yang tinggi seperti ini.”
|
Reinforcement
Empati
|
|
“Bapak
mengerti apa yang Dani katakan itu.”
|
Empati
|
Konseli
|
“tetapi
saya harus gimana ya Pak, saya sudah seminggu ini mendiamkan orang tua saya,
saya jarang sekali di rumah. Kaku sekali rasanya jika di rumah”
|
|
Konselor
|
“Tentunya
banyak cara...coba Dani, bagaimana cara mengatasinya, Coba utarakan kepada
Bapak.”
|
Lead
|
Konseli
|
“Emmm…apa
ya Pak…buntu Pak rasanya…”
|
|
Konselor
|
“masih
bingung?
Mari kita
pikirkan bersama-sama, Dani pasti bisa...”
|
Restatement
Reasurance
|
Konseli
|
“aduh
pusing Pak, gak tahu. Ini sudah sore Pak, saya mau sepak bola dengan
temen-temen saya Pak.....”
|
|
Konselor
|
“Baik,
Bapak beri tugas. Setelah dari sini atau setelah bermain sepak bola, Dani
pulang ke rumah ya. Nanti bisa ikut makan bersama keluarga, kalau masih malas
ngobrol ya makan bersama dulu saja. Kemudian sholat magrib berjamaah dengan
keluarga. Dan jika nanti ada acara keluarga misalnya melihat televisi, Dani
ikut disitu. bagaimana? Mau melakukannya bukan?”
|
Home
Work Assigments
|
Konseli
|
“Baik Pak,
saya akan lakukan”
|
|
Konselor
|
“kalau
begitu, kita cukupkan dulu, kapan Dani akan melaporkan hasil tugas
Bapak tadi? Besok atau kapan?”
|
Termination
|
Konseli
|
“emmmm dua
hari lagi saya datang kemari Pak. Kalau begitu saya permisi dulu Pak.
Assalamu’alaykum”
|
|
Konselor
|
“wa’alaikum
salaam, hati-hati di jalan ya....”
|
Salam
|
|
PERTEMUAN
KE-2
|
|
Konseli
|
“Permisi
pak, selamat siang”
|
|
Konselor
|
“selamat
Siang...eh Dani, wah sudah Bapak sudah tunggu-tunggu dari tadi. Mari silakan
duduk Nak.
|
Opening
:Good Rapport
|
|
“wah
kelihatannya Dani tampak lebih bersemangat.”
|
Prediction
reassurances
|
Konseli
|
“iya Pak, agak
mendingan sih Pak....sudah nggak begitu kaku waktu di rumah”
|
|
Konselor
|
“hemmm yaa
bagus sekali itu.”
|
Reassurance
|
|
“apakah
kita akan melanjutkan perbincangan kita kemarin itu?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“Benar
Pak, tugas bapak sudah lakukan selama dua hari terakhir ini.”
|
|
Konselor
|
“kalau
begitu, coba utarakan kepada bapak”
|
Lead
|
Konseli
|
“Iya
Pak…saya mau melanjutkan pembicaraan kita kemarin...
Setelah
saya mencoba berbicara dengan orang tua saya, saya jadi sadar. Orang tua saya
itu ingin saya di UNS yang dekat dengan mereka agar biaya yang dikeluarkan
tidak banyak. Soalnya adik saya masih 3 yang harus bersekolah. Seharusnya
saya malu, walau ekonomi keluarga kami pas-pasan, tapi orang tua saya selalu
mendukung saya untuk melanjutkan sekolah. Toh dulu itu juga cita-cita saya,
saya yang salah Pak. Saya jadi terharu kemarin waktu ngumpul bersama orang
tua saya dan adik saya”
|
(Disputting)
|
Konselor
|
“senang
sekali Bapak mendengarnya, Dani mempunyai pemikiran begitu…itu benar, sebagai
sebagai seorang anak, kita sebaiknya juga mendengarkan apa yang menjadi
kemauan, kemampuan dan harapan orang tua kita. Barang kali dengan menuruti
kemauan orang tua Dani, Dani akan sukses.
|
Empati
|
Konseli
|
“iya
Pak...saya sadar itu. Sekarang saya tidak keluyuran lagi Pak. Saya tidak mau
membuat orang tua saya bersedih. Kasian jika harus memikirkan kenakalan saya
beberapa minggu ini. Saya jadi merasa sangat bersalah dan saya berjanji tidak
akan mengulanginya.”
“Tap Pak,
bagaimana saya dan pacar saya? Yang jagain dia siapa dong Pak?”
|
(Disputting)
|
Konselor
|
“Oke, saat
ini Dani masih ingin sekali bersama-sama dengan pacar Dani. Sekarang coba
andai Dani dan pacarnya masuk ke jurusan yang sama, apakah yakin Dani dan
Rani akan
sukses bersama?
Atau Dani
yakin sekali jika Rani adalah calon istri Dani nantinya?
Dan
apabila nanti saat kuliah ada suatu permasalahan Dani dan Rani mampu
mengatasinya sehingga kuliah kalian tidak terganggu? Bahkan bisa jadi
cita-cita kalian malah akan tersendat hanya karena persoalan cinta”
|
Paradoxical
|
Konseli
|
“emmmmm....kenapa
selama ini saya tidak berfikir ke arah sana ya Pak....saya terlalu fokus
dengan ingin selalu bersama pacar. Lagian kelas XI kemarin waktu saya
berantem, nilai mid
semester saya juga anjlok....kalau nanti satu jurusan saya belum tentu bisa
mengatasi permasalahan saya. Dan kalau kuliah saya gagal, sama saja saya
menyia-nyiakan jerih payah orang tua saya.
Lebih baik
kita beda jurusan dan universitas tidak apa-apa, asal kita bisa menggapai
cita-cita kami dan sukses. Toh jika memang jodoh tidak akan lari ke mana. Betul
kan Pak?”
|
(Disputting)
|
Konselor
|
“Wah bapak
senang sekali Dani memiliki pikiran dewasa seperti itu.”
|
Reinforcement
|
Konseli
|
“Dari
kemarin-kemarin Rani sebenarnya tidak mempermasalahkan saya kuliah dimana.
Katanya kita jalani saya cita-cita kita, cuma saya saja yang ngeyel pengen
sama dia terus Pak.”
|
|
Konselor
|
“Memang
dalam hidup harus menentukan pilihan Dani. Dani hendaknya melihat di luar
sana, banyak anak yang ingin kuliah akan tetapi tidak ada biaya. Banyak anak
yang tidak diperhatikan orang tuanya kemudian bertindak ugal-ugalan dan
sebagainya. Dani masih punya keluarga yang sayang dengan Dani, mau berjuang
membiayai Dani kuliah dan memperhatikan masa Depan Dani. Bukankah itu suatu
yang lebih indah dari pada mereka?”
|
Social
Modeling
|
Konseli
|
“Benar
Pak...saya sekarang sudah mantap bahwa saya akan melanjutkan cita-cita saya
yang sempat patah oleh ego saya. Hehehehehe saya akan segera meminta maaf
dengan orang tua saya karena kemarin saya terlalu jahat dengan mereka.
Nanti saya
juga akan bicara dengan Rani Pak, kita bisa saling mendukung nantinya ”
|
|
Konselor
|
“Nah
Dani...setelah kita berbincang-bincang dari pertemuan pertama sampai
sekarang. Apakah yang Dani rasakan?”
|
Eksplorasi
|
Konseli
|
“Saya
mendapatkan banyak pelajaran Pak, harusnya semarah apapun dengan orang tua
kita, ya jangan sampai nggak komunikasi sama sekali. Lagian saya lebih
beruntung dari pada anak-anak di luar sana yang nggak punya ayah-ibu terus nggak
bisa kuliah.”
|
|
Konselor
|
“betul
sekali…tanpa komunikasi, tanpa kesadaran dan berfikir jernih. Semua akan
buntu dan tidak mensyukuri nikmat yang sudah Tuhan berikan”
|
Restatement
|
|
“Jadi apa
Dani akan nekad daftar UGM lagi agar bersama pacarnya atau masuk UNS seperti
cita-cita Dani waktu kelas X serta seperti harapan orang tua Dani?.”
|
Confrontation
|
Konseli
|
“Tidak
Pak, saya sadar Pak bahwa pemikirin saya tidak rasional, bila saya
mempertahankan ego saya dan mengorbankan masa depan saya dan harapan orang
tua saya toh saya juga tidak begitu mampu di Ekonomi Pak, hehehehe
seharusnya
kesalahan kemarin menjadikan saya lebih baik lagi. toh itu untuk kebaikan
juga…”
|
Disputting
|
Konselor
|
“Benar
sekali Dani…Bapak turut senang Dani menjadi pribadi yang lebih baik seperti
itu”
|
Reinforcement
|
Konseli
|
“Ehehehe,
Bapak bisa saja, itu juga berkat bantuan dari Bapak yang sejak kemarin
mendengarkan celotehan saya”
|
|
Konselor
|
“Senang
rasanya bisa membantu Dani…
Bagaimana
sekarang apa yang Dani rasakan dibandingkan tadi sebelum Dani kemari…??”
|
Lead
terbuka
|
Konseli
|
“Wah
sekarang Dani lega, dan sudah tidak sedih lagi Pak, saya sudah tahu apa yang
harus saya kerjakan dan pikiran-pikiran buruk saya selama ini tentang orang
tua saya itu salah besar.”
“oiya saya
besok Daftar ulang di UNS Pak, sayang kalau sudah diterima SNMPTN dilepas
begitu saja.”
|
|
Konselor
|
“Syukurlah,Bapak
turut senang, sukses ya Dani untuk besok daftar ulangnya. Hati-hati di jalan
saat berkendara”
|
Reinforcement
|
Konseli
|
“iya pak
pasti itu. Doakan saya bisa menggapai cita-cita saya ya Pak”
|
|
Konselor
|
“Dengan
senang hati Dani….Bapak akan selalu mendukung…dan nanti hasilnya Bapak diberi
tahu ya”
|
Empati
|
Konseli
|
“siap deh
Pak..”
|
|
Konselor
|
“Baik
tidak terasa ternyata sudah banyak sekali sekali ya yang kita bahas pada
pertemuan ini ya Dani, bagaimana...percakapan ini kita lanjutkan atau
dilanjut pada pertemuan berikutnya?”
|
Termination
|
Konseli
|
“Wah benar
Pak...sudah setengah jam saya berbincang dengan Bapak...emmm dilanjutkan lain
kali saja Pak, saya nanti mengantar adik saya ngaji Pak, kasian Bapak juga
pulang sore gara-gara saya. Beberapa hari lagi saya kesini lagi boleh kan
Pak?”
|
|
Konselor
|
“Oh
begitu...baiklah, ingat bahwa Dani adalah termasuk anak yang beruntung.
Tidak
apa-apa Dani, memang tugas Bapak sebagai guru Pembimbing ya seperti ini, jadi
kamu tidak usah ragu lagi jika memiliki masalah langsung saja datang kesini.
Bapak kan dulu juga wali kelas kamu”
|
Structuring
: role limit
|
Konseli
|
“Baik Pak.
kalau gitu saya pamit dulu ya Pak, asalamualaykum”
|
|
Konselor
|
“Iya...walaikumsalam,
hati-hati ya Dani...”
|
Penutup
|
|
PERTEMUAN
KE-3
|
|
Konseli
|
“selamat
siaang Pak”
|
Salam
|
Konselor
|
“selamat
siang, wah Dani, silakan masuk nak, silakan duduk. Bapak kira Dani lupa
datang kemari”
|
Good
Rapport
|
Konseli
|
“
terimakasih Pak, wah ya tidak lah Pak...saya kan sudah janji datang
sekarang...”
|
|
Konselor
|
“bagaimana
kabarnya?”
|
Good
Rapport
|
Konseli
|
“baik Pak,
saat ini saya merasa senang dan legaa sekali. Oiya Pak maaf baru datang tadi
saya mengantar adek saya beli buku tulis”
|
|
Konselor
|
“tidak
apa-apa Dani, ini juga sudah tahun ajaran baru, wajar jika anak-anak sekolah
sibuk membeli alat tulis baru. Senang ya melihat Dani baik dengan
adik-adiknya begitu”
|
Empati
|
Konseli
|
“aah Bapak
bisa aja. Jadi malu saya Pak, kan saya anak tertua harus bisa menjaga
adik-adik saya dan menjadi contoh yang baik.”
|
|
Konselor
|
“Bapak
bangga sekali kepada Dani.”
Tetapi
kalau boleh Bapak tahu, apakah yang membuat Dani bahagia? kalau boleh silahkan
Dani berbagi kebahagiaan itu”
|
Reinforcement
Eksplorasi
|
Konseli
|
“iya Pak
saya senang, orang tua saya memaafkan kesalahan saya yang kemarin-kemarin.
Bapak dan Ibu senang saya berfikir dewasa tidak hanya memikirkan kesenangan
sesaat. Dan juga Rani memahami saya Buk, pokoknya kita saling mendukung satu
sama lain. Saya akan mengejar cita-cita saya dan membuat orang tua saya
bangga dan juga bisa memberi contoh yang baik kepada adik-adik saya”
|
(Ekspectation)
|
Konselor
|
“wah bagus
sekali, Bapak ikut senang mendengarnya.”
|
Reinforcement
|
Konseli
|
“Ternyata
benar Pak,bahwa perasaan saya selama ini, bahwa saya merasa orang tua saya
itu nggak paham keinginan saya itu salah. Orang tua saya itu sangat memahami
saya, makanya saya diarahkan. Mereka tidak ingin saya salah arah saja, saya
yang salah Pak”
|
Disputting
|
Konselor
|
“Yaa,memang
begitu Dani..
Dengan
kata lain, sekarang Dani sudah dapat merasakan nya sendiri. Masalah itu perlu
diselesaikan dengan jalan terbaik bukan hanya dengan berprasangka buruk dan
kabur dari rumah”
|
Clarification
|
Konseli
|
“Iya
Pak,saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan bapak hingga masalah
saya selesai”.
|
|
Konselor
|
“Iya
Dani,sama – sama dan itu sudah menjadi kewajiban seorang konselor untuk
membantu menyelesaikan masalah”
|
Structuring
|
Konseli
|
“iya Pak.”
|
|
Konselor
|
“itu
berarti dari awal pertemuan kita yang dari tugas rumah, pertemuan ketiga dan
hari ini, coba, apa kesimpulan Dani?”
|
Lead
|
Konseli
|
“em....itu
Bu, saya jadi tahu bagaimana seharusnya mengambil keputusan, tidak hanya
karena saya suka tetapi saya harus liat kenyataan orang tua saya dan
kemampuan saya sendiri. Lagian kita masih muda, banyak yang harus dikerjakan.
Saya tidak mau menyia-nyiakan kerja keras orang tua saya. Pokoknya saya akan
berusaha berbakti kepada orang tua saya Pak.
Dan
terakhir, masalah cinta saya percaya sama takdir Tuhan Pak. Kalau kita
sungguh-sunggu dan berjodoh suatu saat pasti ada jalannya. Tidak perlu
dikejar-kejar”
|
Summary
|
Konselor
|
“Bagus....ternyata
Dani sudah lebih dewasa lagi ya..”
|
Reinforcement
|
Konseli
|
“Iya Pak
,baiklah Pak kalau begitu saya langsung pamit saja, hari ini saya diajak
bapak saya mencari kos-kosan di sekitar UNS Pak”
|
|
Konselor
|
“o ya? Wah
bagus sekali Dani”
“sukses
selalu ya dalam kuliahnya. Bapak berdoa semoga Dani lulus tepat waktu dan segera
mendapat pekerjaan”
|
Reinforcement
|
|
“baiklah,
kalau begitu jika ada apa-apa atau sekedar bercerita jangan sungkan-sungkan
datang menemui Bapak”
|
Termination
|
Klien
|
“Baik Pak,
itu jelas. Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak. Selamat siang....”
|
|
Konselor
|
“iya
Dani....selamat siang.”
|
Penutup
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar