Wawanca konseling mungkin merupakan
wawancara yang paling sensitif dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara
konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada seseorang yang merasa tidak mampu
menangani sendiri problemnya dan memerlukan bantuan orang lain atau konselor
yang menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Masalah yang dihadapi
mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya persoalan-persoalan keuangan,
seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik, pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita
atas kematian teman dan anggota keluarga. Konseling merupakan proses membantu
seseorang untuk memperoleh pemahaman tentang masalahnya serta menemukan jalan
untuk menanggulanginya.
Wawancara konseling merupakan wawancara yang sangat sensitive
dan kritis, dipimpin oleh seorang professional ( dokter, pendeta, pengacara,
guru, dan manajer), asosiasi-asosiasi (asosiasi dalam rekan kerja, para siswa,
anggota club), teman-teman dan anggota keluarga yang dulunya telah memiliki
pengalaman konseling. Tujuan utama konseling adalah menolong individu untuk
mengerti, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sikap
dan hubungan dengan orang lain.
Orientasi
Dasar Konseling
1.
Manusia
dapat tumbuh dan mereka dapat memperbaiki diri
Prinsip pokok
dari konseling adalah konselor harus optimis bahwa manusia (klien/itee) mampu
untuk tumbuh dan memperbaiki diri sehingga konselor tidak perlu terlalu keras
membantu karena klien/itee memiliki potensi untuk berubah secara mandiri.
2. Konseling
adalah suatu investasi dalam individu
Konseling
berarti memutuskan untuk menginvestasi waktu dan energi untuk orang lain karena
didasari keyakinan bahwa klien mampu untuk berkembang.
3. Konseling
adalah proses belajar
Konseling
berbeda dengan persuasi, seseorang dapat merubah perilaku karena dibujuk/ diperintah
namun hasilnya tdk menetap sebagai bagian dari kepribadian. Namun konseling lebih pada memberi nasehat, ada
percakapan dari hati ke hati. Konseling lebih menekankan pada merubah sikap dan
perilaku orang yang dibimbing dengan merubah pikiran yang menuju pada sikap dan
perilaku itu. Disinilah proses belajar tersebut terjadi. Jadi bukan hanya
memecahkan masalah saja namun mencari suatu perubahan dalam individu tersebut.
4.
Penerimaan
dari seorang individu adalah awal konseling yang baik.
5. Konseling
adalah suatu proses berlanjut.
Dua Pendekatan Dasar untuk Wawancara
Konseling
1. Konseling
Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah iter menyerang
langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk
menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam
wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Iter mengumpulkan informasi,
menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi
arahan yang spesifik kepeda itee. Iter
mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee
agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu dibanding itee dalam memecahkan
masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
1.
Cukup
mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
2. Tidak
memerlukan waktu yang banyak
3.
Konselor
fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
4.
Membolehkan
konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
5.
Memperbolehkan
konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak
sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan solusinya.
2. Konseling
Non-directive
Karakteristiknya
adalah iter dipandang sebagai fasilitator / penolong pasif bukan sebagai ahli,
iter membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah
serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi
harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada
klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan
didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan
berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu
diskusi. Diasumsikan bahwa
(1) Setiap orang punya kemampuan untuk
mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, (2) Hanya klien yang dapat
memutuskan apa yang terbaik untuknya, (3) Hal terpenting dalam konseling adalah
mendengar.
Keuntungan
konseling non-directive:
1. Membolehkan
klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang
diperlukan
2.
Membolehkan
klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak
memikirkan hal itu
3.
Menyerahkan
kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4.
Non-directive
mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara
mendalam
5.
Memeberikan
konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6.
Non-directive
memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik
padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan
tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor
akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor
pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat
antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama
dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan
pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut
seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah
kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive
ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah
tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah
mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah
menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke
pendekatan yang lain selama wawancara konseling.
Merencanakan
Wawancara
1. Membuat
keputusan untuk melakukan konseling
Konseling berarti menginvestasi waktu, energi dan
uang untuk kedua individu (iter dan itee).
2. Mengumpulkan
fakta, kerjakan tugasmu
Konselor harus spesifik tidak ambigu.
Konselor yang baik memulai dengan fakta-fakta. Dalm mengumpulkan fakta,
digunakn paradigma yang paling relevan denga situasi tertentu. Paradigma
pertama menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas masalahnya oleh
karena itu solusinya yaitu merubah orang itu. Paradigma kedua menyatakan bahwa
masalah disebabkan oleh lingkungan/situasi kerja bukan karena
individunya/tingkah lakunya.
3. Meninjau
kembali tujuanmu
Konseling adalah aktivitas membantu, membantu maksudnya
membuat perubahan-perubahan yang harusnya terjadi pada klien. Kamu harus
menginvestigasi apakah tujuanmu sama/tidak dengan klien.
4. Batasi
sasaranmu pada tiap wawancara
Batasan itu dapat dibagi menjadi (1) wilayah masalah, (2)
alasan untuk berubah, (3) alternatif perubahan, (4) manfaat perubahan.
5. Pilih
struktur untuk konseling
Konselor dapat memakai konseling directive/non-directive.
6.
Rencanakan
suasana yang akan kamu kembangkan
Suasana yang paling bermanfaat untuk
konseling seperti “terbuka”, “interaktif”, dan “objektif”. Keterbukaan
dikrakteristikkan dengan pengungkapan diri. Dibutuhkan saling percaya satu sama
lain dan harus menjaga kerahasiaan karena orang sulit untuk terbuka. Konselor
lebih baik menekankan pada fakta daripada penilaian sendiri saat mengambil
kesimpulan. Hal yang juga penting yaitu menggunakan sapaan formal seperti Tuan,
Nyonya, Nona, selain itu mengatur tempat duduk dan memperhatikan penampilan
juga penting.
7.
Menyusun
setting sehingga interaksi dapat maksimal
Settting juga merupakan penentu terjadinya
interaksi. Beberapa pertimbangan utama :
·
Buat
janji dengan klien dan tentukan berapa lama pertemuan akan berlangsung.
·
Pilih ruangan tersendiri, area yang nyaman dan
bebas gangguan.
·
Atur perabotan yang akan membantumu apakah ingin
formal/informal.
·
Perhatikan pencahayaan, cahaya yang lemah
cenderung membuat orang lebih terbuka.
Melakukan
Wawancara
Pendahuluan
wawancara konseling sebaiknya memenuhi 4 hal yaitu membangun raport, membuat
kesepakatan kerja, melakukan diskusi area masalah, menjamin kerahasiaan.
1. Membangun
raport
Raport
diperlukan untuk membuat klien nyaman dan menumbuhkan kepercayaan diri klien. Dapat dilakukan dengan memulai pembicaran
singkat, orientasi yang bagus, hangat dan ramah. Setelah membangun raport,
konselor membuat kesepakatan kerja mengenai bayaran, frekuensi sesi konseling
dan tujuan klien.
Beberap hal yang dapat dilakukan agar
klien mau bicara adalah :
o Meyakinkan
padanya akan kerahasiaan
o Menunjukkan
komitmen untuk membantu
o Jujur
o Mendengarkan
dari awal
o Tunjukkan
penerimaanmu
2.
Spesifik
dalam mengidentifikasi dan mengartikan masalah, tingkah laku, sikap/hubungan
Menggali lebih dalam masalah klien dengan menyelidiki dan menanyakan
hal-hal yang spesifik. Itu dilakukan agar klien mau membuka diri dan mengakui
masalahnya. Setelah masalah diakui biasanya kemajuan dapat dibuat.
3. Menyelidiki/mengeksplorasi
persepsi klien
Menyelidiki dengan menanyakan
pertanyaan yang membangkitkan kenangan dn tidak membiarkan klien menghindari
topik. Jika klien meyakini suatu persepsi tanyakan apakah dia
mendukung/menolaknya. Eksplorasi
yang efektif dilakukan dengan terus terang, tidak menuduh dan dengan cara yang
tidak berperasaan.
4. Mendengar
dan menyerap
Kamu tidak hanya mendengar tapi juga
menyimak baik apa yang dikatakan klien untuk medeteksi perubahan-perubahan
dalam percakapan dan ketidakkonsistenan. Setelah itu diberi pertanyaan tambahan
untuk mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan juga tingkah laku nonverbal karena dapat mengungkapkan hal yang
disembunyikan dalam kata-kata.
5. Menyelidiki
reaksi secara penuh
Konfrontasi diperlukan dalam
menyelidiki reaksi klien karena sebagian besar orang selalu ingin menutupi
kesalahan yang membuat mereka tak nyaman. Wawancara non-directive akan lebih
banyak mendapat feedback reaksi klien.
6. Berorientasi
pada masalah
Konseling memiliki konotasi dimana keputusan-keputusan
dapat diambil. Lebih baik kamu
berorientasi pada masalah daripada berorientasi pada solusi. Waktu
digunakan untuk menyelidiki akar masalahnya.
7.
Menjelaskan
percabangan dari masalah dan menyelidiki alasan-alasan mengapa perubahan
diperlukan
Dalam situasi kerja tidak boleh terlalu cepat mengambil intinya. Misalnya
manajer memotivasi karyawannya yang kehilangan pekerjaannya dengan menunjukkan
bahwa peningkatan kualitas diri, kebanggaan, hubungan yang lebih baik dan
reward positif lainnya akan menjadi hasil dari perubahan sebelum memutuskan
pindah kerja.
8. Bereaksi
pada klien
Biasanya klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor/perbandingan
dengan orang lain. Agar fokusnya tidak berubah sebaiknya dialihkan dengan
pertanyaan-pertanyaan lain.
9. Mengembangkan
rencana tindakan
Bila menggunakan pendekatan non-directive kamu meminta klien
mengidentifikasi rencana tindakan. Hal ini tidak hanya membuat klien
bertanggung jawab terhadap solusinya tapi juga mengecek apakah klien menerima
konselingmu. Bila menggunakan pendekatan directive, konselor yang mengajukan
rencana tindakannya. Perlu juga diukur reaksi klien terhadap solusi yang
diberikan konselor.
10.
Menutup
wawancara dengan ketentuan-ketentuan untuk diikuti
11.
Menjaga
suaramu dan tubuhmu tetap dibawah kendali
Pertanyaan harus ditanyakan dan dikomentari dengan cekatan. Empati dan
penerimaan ditunjukkan secara wajar tidak perlu berlebihan/malah kekurangan
karena akan mempengaruhi keterbukaan selama konseling.
12. Membuat
catatan menyeluruh
Tidak satupun orang dapat menghafal semua rincian dalam
sesi konseling oleh karena itu disarankan untuk mencatatnya. Catatan itu dapat
digunakan konselor untuk mendalami masalah klien.
Menghadapi
Kesulitan Tertentu
Makna
yang tersembunyi
Menjadi sensitive / peka terhadapa makna yang tersembunyi
karena orang lebih suka menyatakan perasaan dan ide-idenya secara tak langsung.
Klien
yang susah berbicara
Membantu klien
menyaring ide dan ekspresi mereka karena sebagian besar orang kesulitan
menganalisis masalah mereka sendiri. Oleh karena itu membutuhkan waktu dan
banyak probing untuk mengetahui maksud dan reaksi mereka. Untuk memudahkan
klien mengungkapkan masalahnya biasanya beberapa konselor membicarakan hal lain
dulu sebelum masalahnya.
Keinginan
untuk pergi (wanting to leave)
Sebagian besar itee ingin meninggalkan situasi konseling
yang menekan mereka. Untukmencegah kepergian mereka konselor sebaiknya
menunjukkan manfaat melanjutkan hubungan/konseling.
Ketergantungan
Ketergantungan terjadi ketika klien berharap
konselor mampu menyelesaikan masalahnya. Konselor yang menggunakan pendekatan
directive tidak akan kesulitan mengahdapi keinginan klien tapi akan bermasalah
bila menggunakan pendekatan non-directive karena klien dipaksa untuk memberi
solusi mesalahnya sendiri.
Penyangkalan
Penyangkalan harus dihadapi untuk membuat kemajuan.
Penyangkalan ini dapat diatasi dengan membuktiknnya dengan tegas, menghadapinya
dengan fakta-fakta dan mendorong klien pada suatu pengakuan.
Kesimpulan Bab
Dua pemikiran yang ditekankan pada bab ini
adalah :
1. Sebagai konselor, kamu bertanggung jawab secara
etis dan tidak menipultif dalam interaksimu dengan klien. Gunakan
kekuasaan peranmu dengan bijaksana.
2.
Konseling
melibatkan koreksi atas perilaku, dan begitu juga pendisiplinan. Menjadi
sensitif tehadap perbedaan antara keduanya, oba untuk konseling lebih dulu baru
pendisiplinan.
Langkah-langkah
Wawancara Konseling (sumber lain)
Persiapan
Pra-interview (Preinterview Preparation)
Persiapan
pra-interview mungkin dapat dimulai dengan perincian dan pengetahuan tentang
analisis diri. Walaupun analisis diri tidaklah mudah, kita akan kesulitan
ketika berusaha untuk mengerti dan membantu orang lain jika tidak mengetahuai
diri kita sendiri. Sebagai iter, kita harus menjadi “client centered” (berpusat
pada klien) jika kita ingin menjadi sensitif terhadap kebutuhan itee dan
komunikasi yang dapat dimengerti, kenyamanan, ketentraman hati serta
kehangatan. Sebagai itee kita harus menjadi “people centered” (berpusat pada
banyak orang) jika kita berharap mengerti masalah kita dan orang lain termasuk
konselor. Secara singkat kita harus
berusaha menjadi empatik dengan orang lain.
Bagian dari persiapan pra-interview sebagai
konselor, kita seharusnya berpikir tentang bagaimana kita merespon berbagai
macam pertanyaan dan komentar dari counselee, misalnya :
Saya tidak menginginkan bantuanmu atapun orang lain.
Mengapa saya harus mendiskusikan keuangan pribadi saya dengan anda?
Saya tidak ingin melibatkan keluarga saya disini.
Saya tidak butuh bantuan anda.
Kamu tidak pernah menikah: bagaimana kamu dapat membantu saya dengan masalah
pernikahan saya?.
Kita dapat merespon pertanyaan tersebut
dengan cara tetap diam, menggunakan probing, atau mengulangi pertanyaan ataupun
komentarnya untuk mendorong itee melanjutkan dan mungkin menjelaskan perasaan,
sikap dan pemikirannya ataupun memberikan kita informasi tentangnya. Kita
sebaikny memberikan informasi bagaimana menenangkan rasa takut dan
menghilangkan salah paham serta menyinggung pendidikan dan pengalaman kita,
menyampaikan kemampuan kita untuk membantu dan mengerti perasaan itee.
Kita seharusnya melihat kembali apapun
yang kita tahu tentang itee agar memperoleh pengetahuan tentang itee dan
masalahnya saat ini: sejarah pendidikan dan pekerjaan, latar belakang keluarga,
skor tes, sesi konseling sebelumnya, pernyataan dari guru, kenalan, manajer,
dan konselor lainnya serta informasi tentang problem yang telah berlalu serta
solusinya. Mendorong klien untuk membuat janji penting dilakukan. Pembuatan
janji akan mencegah keinginan kita untuk mendesak klien untuk cepat-cepat atau
menutup interview sebelum waktunya. Ketika klien datang dengan problemnya,
temukan tempat yang tenang, pribadi dan nyaman. Banyak manajer dan guru membagi
kantornya dengan yang lain atau mempunya kantor dengan sekat terbuka yang hal tersebut
tidak memberikan kebebasan pribadi. Kita tidak dapat mengharapkan itee akan
terbuka dan percaya sepenuhnya pada kita jika orang luar dapat mendengar
interview kita.
Mengatur tempat duduk sehingga membuat
iter dan klien tenang dan komunikasi menjadi bebas. Pengaturan furniture dan
tempatnya dapat menampakkan situasi informal. Banyak konselor menemukan bahwa
meja bundar mirip meja makan dipilih oleh klien. Klien menyukai susunan seperti
ini karena mereka teringat menyelesaikan persoalan-persoalan keluarga
mengelilingi meja makan dan mengelilingi meja makan tidak ada posisi yang
berkuasa.
Jika persiapan pra-interview talah
dilakukan dengan teliti, sekarang kita siap untuk memimpin wawancara konseling
yang sensitif, terorganisasi, komunikatif dan cara yang professional.
PEMBUKAAN WAWANCARA KONSELING
Menyambut : dengan nama dan kehangatan
Cara bersahabat : Lakukan dengan alami dan tulus.
Menerima itee dengan apa adanya dia.
Jangan bersifat merendahkan diri atau perlakuan
merendahkan. Jangan menerka itee dengan pertanyaan seperti : “ Saya berani
bertaruh bahwa saya tahu mengapa Anda ke sini.”; “ Saya mengasumsikan Anda akan
berkata tentang proyek atau “tidak diragukan Anda datang karena nilai tes yang
rendah.”
Hindari reaksi : “ Anda terlihat kacau.”
“ Anda harus menurunkan berat badan,
bukan?
“ Apa yang Anda pikirkan?
“ Apakah pakaian itu terlalu sempit?”
Pembuka ini tidak kondusif untuk bermacam-macam
hubungan yang dibutuhkan untuk konseling yang sukses. Wawancara konseling tidak
seperti wawancara lainnya, sedapat mungkin selalu ada waktu dalam membangun
rapport, saling berkenalan. Kita telah menemukan waktu untuk itu sama dengan
murid-murid yang telah belajar dalam kelas kecil selama seminggu.
Langkah membangun rapport adalah kesempatan kita
untuk mulai membangun reputasi untuk tertarik, adil dan memelihara keyakinan.
Kita dapat menemukan jika klien berharap banyak atau sedikit dari wawancara,
dan jika klien mempunyai satu hal stereotype negatif mengenai
konselor-konselor. Itee harus nyaman dengan situasi wawancara (misal : topik yang
memalukan, itee menangis, klien berbicara tentang semua masalah yang
sebenarnya). Ketika rapport terpenuhi, biarkan klien memulai dengan topik yang
sangat menarik padanya. Ini adalah langkah pertama ke arah menemukan sifat
tepat masalah klien dan mengapa klien tidak dapat menyelesaikannya. Ingat,
jangan mendesak klien. Klien biasanya bercerita ketika dia merasa siap. Yang
terpenting, kita tidak boleh mendesak klien dengan solusi secepat kita telah
menemukan masalah. Observasilah aksi non verbal klien sengan sangat hati-hati
karena mungkin dapat mengungkapkan perasaan terdalam dan menunjukkan intensitas
perasaannya.
INTI WAWANCARA KONSELING
Iter memainkan banyak peran dalam tipe wawancara
konseling: pendengar, pengamat, pereaksi, penanya, penolong, simpatiser, dan
informant. Dengarkan dan observasi peran tepenting kita. Jika kita tidak
memberikan sepenuhnya perhatian pada apa yang dikatakan klien, implikasi dari
apa yang dikatakan, dan apa yang mungkin dikatakan atau tidak, kita seperti
tidak mendapat inti dari masalah. Jadilah tertarik dengan jujur pada itee dan
apa yang dikatakannya. Jangan menyanggah atau mengambil alih percakapan.
Hati-hati dalam menyisipkan opini, pengalaman-pengalaman, masalah-masalah
pribadi; fokus dengan klien. Jika klien berhenti berbicara untuk sementara,
jangan mengobrol untuk mengisi kesunyian. Kita mungkin menggunakan kesunyian
untuk bermacam-macam tujuan, dorongan penting bagi itee untuk melanjutkan
berbicara. Mendengarkan akan efektif jika :
1. Melihat
semua topik dan mengomentari yang kemungkinan besar penting untuk menyukseskan
wawancara konseling.
2.
Hindari
perhatian yang mengganggu, seperti tingkah klien.
3. Jangan
terlalu terstimulasi atau terbawa emosi.
4.
Bersikap
mendengarkan, percaya pada filosofi/pandangan klien mengenai dirinya, dunianya,
dan orang-orang yang di dalamnya dari pada melihat fakta-fakta.
5.
Jangan
memotong pembicaraan dengan komentar sampai kita mengerti sepenuhnya apa yang
klien katakan.
6.
Jangan
gunakan bahasa dan komentar yang emosional dalam percakapan antara itee dan
iter sebagai taktik pertahanan.
7.
Mencegah
prasangka pribadi dari hal yang merusak pemahaman dan pengertian mendengarkan.
Amati bagaimana itee duduk, bahasa tubuh, kegelisahan, dan pertahankan
kontak mata; dengarkan nyaringnya suara, sifat takut-takut dan bukti dari
ketegangan. Pengamatan ini mungkin memberi petunjuk, seperti : seberapa besar
masalah ini mengganggu klien, keseriusan masalah, seberapa rileks klien, dan
seberapa kien nyaman dengan kita. Jika kita memutuskan meletakkan catatan atau
rekaman wawancara, kita harus menjelaskan apa yang kita lakukan dan mengapa.
Hentikan jika deteksi prosedur ini mempengaruhi wawancara.
Sekarang, mari kita fokus pada fase umum wawancara konseling, informasi
yang secara potensial tersedia bagi konselor, dan dimana konselor mungkin
merespon atau bereaksi.
Fase Interaksi
Contoh model fase Hartsuogh dan Echterling dari pemanggilan krisis untuk
kampus atau komunitas pusat krisis ini dapat dipake pada semua situasi
konseling. Figur 9.3 mengilustrasikan fase ini afektif atau emosional,
fase-fase, kotak 1 dan 3 meliputi perasaan itee: kejujuran pada konselor dan
perasaan tentang diri dan masalah. Kognitif atau berpikir, fase-fase kotak 2
dan 4 meliputi berpikir tentang masalah dan mengambil beberapa aksi.
Afektif |
Kognitif |
1. Membangun suasana membantu
a. Membuat kontak
b. Menegaskan aturan
c. Kembangkan hubungan
|
2. Pengukuran krisis
a. Menerima informasi
b. Mendorong informasi
c. Mengulang informasi
d.
Pertanyaan untuk informasi
|
3. Mempengaruhi integrasi
a. Menerima perasaan
b. Mendorong perasaan
c. Merefleksikan perasaan
d. Pertanyaan untuk perasaan
e. Hubungan perasaan pada konsekuensi atau untuk
contoh
|
4. Pemecahan Masalah
a. Pilihan informasi atau penjelasan
b. Alternatif yang membangkitkan
c. Membuat keputusan
d. Mengerahkan
akal
|
Wawancara konseling yang khas mulai dengan mendirikan hubungan dan suatu
kepercayaan.
Fase 1: berproses untuk menemukan dasar
alamiah dari masalah klien. Fase 2 : Mungkin lebih secara mendalam perasaan
klien. Fase 3: dan akhirnya datang beberapa keputusan tentang suatu pengajaran
tindakan, fase 4. Kecuali dalam kedaruratan medis atau ketika menunda tindakan
yang sedang mengancam kehidupan, jangan berpindah dari fase 1 ke fase 4 karena
mengabaikan fase 3 tanpa hati-hati. Jika kita tidak menemukan kedalaman
perasaan klien maka kita tidak benar-benar memahami masalah atau tingkatan
pemecahan yang mungkin. Jangan mengharapkan untuk pindah melalui semua fase
dalam setiap wawancara atau proses tak terputuskan dalam urutan 1,2,3,4. Kita
mungkin kembali pada keempat fase berikut yaitu antara fase 2 dan 3, atau 3 dan
4. Kecuali jika orang yang diwawancarai menginginkan informasi khusus (dimana
untuk mendapat pertolongan medis, bagaiman untuk mendapatkan informasi
pengendalian kelahiran, bagaiman untuk mendapatkan pinjaman monetori darurat)
kita mungkin tidak mendapatkan fase 4 hingga wawancara kedua, ketiga, atau
keempat. Bersabarlah!
Informasi dan Tanggapan-tanggapan
Turner dan Lombard dalam 9.4, informasi secara
potensial yang tersedia bagi konselor dan cara-cara umum konselor menanggapi.
Jenis dari informasi dan tanggapan bisa terjadi dalam 4 fase interaksi
Hartsough dan Echterling. Turner dan Lombard mengatakan, klien mungkin
mengatakan tentang: 1) objek, kejadian, gagasan, konsep, dan seterusnya, 2)
orang lain, atau 3) diri sendiri. Dengan suatu pilihan dari jenis informasi
itu, iter sebaiknya menanggapi apa yang dikatakan itee tentang dirinya. Iter
boleh jadi menanggapi : 1) Memberikan tanggapan, nasehat, saran, 2)
Mengintepretasikan apa yang dikatakan itee, 3) Menerima atau mengklarifikasikan
apa yang klien katakan dari sudut pandang klien sendiri. Ini adalah suatu
pendekatan yang berpusat pada klien.
1
Perasaan yang dinyatakan,
khususnya apa adanya
Perasaan bertentangan
Negatif
. Objek kejadian
1. Iter memberikan pendapat,
dan sebagainya.
nasehat, dan sebagainya
2. Orang lain 2. Iter memberikan
interpretasi
terhadap perkataan itee
Dirinya
Mengkalarifikasikan dan
menerima apa yang itee katakan pada tingkat dari
Gambar 9.4 Informasi dan
Tanggapan-tanggapan dalam wawancara konseling
Dengan pilihan itu, iter sebaiknya
menerima atau mengklarifikasikan apa yang telah klien katakan tentang dirinya
pada tingkat 1) isi, 2) perasaan yang dinyatakan, atau 3) perasaan yang tidak
dinyatakan. Iter yang berpusat pada klien seharusnya merespon pada perasaan
yang dinyatakan.
Perasaan yang dinyatakan itu menyediakan
keputusan iter keempat, apakah untuk menanggapi pada perasaan yaitu 1) positif,
2) perasaan bertentangan atau negatif. Tuerner dan Lombard mengatakan, Iter
sebaiknya menanggapi perasaan yang bertentangan dan perasaan negatif, dibanding
perasaan positif supaya mendapatkan wawasan masalah klien yang menyebabkan
wawancara berlangsung.
Saran-saran dari Turner dan Lombard
sebaiknya diintepretasikan sebagai peraturan yang ditetapkan. Wawancara khusus,
klien, dan fase dari wawancara akan menentukan apa jenis dari bahan-bahan yang
tersedia dan mana yang mempunyai prioritas. Fase 4, misalnya, mungkin
membutuhkan nasehat dibanding ka mengklarifikasikan apa yang itee kataka.
Menjadi fleksibel, tetapi menggunakan saran Turner dan Lombard sebagai
petunjuk.
Tanggapan dan Reaksi Iter
Konselor boleh jadi menanggapi atau
bereaksi pada komentar orang yang konseling , relevansi, pertanyaan-pertanyaan,
dan jawaban dalam suatu ragam cara yang tanpa batas. Kita mungkin menempatkan
tanggapan-tanggapan dan reaksi itu sepanjang suatu rangkaian nondirektif yang
tinggi ke nondirektif, direktif, dan direktif yang tinggi.
Reaksi nondirektif yang tinggi mendorong
itee melanjutkan berkomitmen, untuk menganalisa gagasan dan solusi, dan untuk
menjadi percaya diri. Iter tersebut bukan menawarkan informasi, bantuan, atau
evaluasi yang baik pada klien atau gagasan klien atau dari pembelajaran
tindakan yang mungkin. Reaksi nondirektif yang tinggi dan tanggapan digunakan
dalam fase 1,2,dan 3. Konselor tersebut boleh jadi menyederhanakan, tetap diam,
dan bahkan mendorong orang yang konseling untuk melanjutkan atau untuk menjawab
pertanyaannya sendiri.
1. Orang yang konseling : Saya tidak tahu mau
berbuat apa
Konselor : (diam)
Orang yang konseling : Saya berpikir, saya akan pulang untuk beberapa
minggu hingga saya mendapatkan hal-hal yang disortir.
2. Orang yang konseling : Menurut Anda apa yang seharusnya saya lakukan?
Konselor : (diam)
Orang yang konseling : Ya, saya kira itu keputusan yang saya buat.
Konselor
boleh jadi mendorong orang-orang yang konseling melanjutkan pembicaraan dengan
memperkerjakan frasa semiverbal, semacam berikut ini:
1. Orang yang konseling : Saya sedang mecoba untuk memutuskanapa saya
tinggal di kampus atau pulang untuk beberapa hari.
Konselor : Um-hmmm.
Orang yang konseling : Jika saya tinggal, saya kuatir akan....
2. Orang yang dibimbing : Baiklah, saya pikir saya telah memutuskan
bagaimana untuk menangani masalah keuangan saya.
Konselor : Uh, huh?
Oang yang konseling : Pertama, saya akan menjual rumah yang terlalu besar
untuk kebutuhan saya. Kemudian.....
Konselor
mungkin mendorong orang yang konseling melalui jaminan bahwa perasaan khusus
itu normal atau dia akan mampu menangani suatu masalah atau situasi.
1. Orang yang konseling : Saya dengan sederhana tidak dapat menghadapi
panitia kedisiplinan.
Konselor
: Saya yakin hal itu nampaknya seperti tidak mungkin sekarang, kebanyakan
orang juga berpikir begitu.
2. Orang yang konseling : Saya tidak dapat tidur, saya tidak berselera, dan
saya mencucurkan air mata tanpa sebab.
Konselor : Itu adalah reaksi yang normal atas kematian orang tua.
Ketika bereaksi dan menanggapi dalam
cara-cara nondirektif yang tinggi, kita harus sadar tentang perilaku nonverbal.
Wajah, nada suara, tingkat pembicaraan, dan isyarat harus menyatakan
ketertarikan tertentu dan mengungkapkan tingkat empati pada itee. Ungkapan
um-hmmm! Boleh jadi tanda reaksi positif atau negatif oleh konselor. Reaksi
yang kurang baik dapat mempengaruhi wawancara, membuat klien berhati-hati
mengekspresikan perasaan dan keinginan yang benar dengan penerimaan kepada
konselor. Jangan mengijinkan sikap diam diperpanjang dan membuat canggung. Jika
klien merasa tidak mampu melanjutkan atau “pergi”pada hal penting ini dalam
wawancara, buatlah tanggapan yang lebih cocok. Hindari klise, penetraman hati
yang kurang berarti, atau khotbah kecil semacam berikut ini.
Setiap awan mempunyai garis silver.
Anda akan tertawa mengenai hal ini suatu hari
nanti.
Kita semua harus pergi kadang-kadang.
Suatu hal selalu paling gelap sebelum dini hari.
Anda adalah orang yang beruntung. Mengapa, ketika
saya seusiamu....
Ragam dari teknik pertanyaan mungkin
melayani sebagai tanggapan nondirektif yang tinggi. Misalnya, konselor mungkin
menyatakan kembali atau mengulangi pernyataan atau pertanyaan klien disamping
menyediakan jawaban atau informasi sukarela, gagasan, pemecahan, atau evaluasi.
Usaha tersebut untuk menghimbau klien merinci atau memunculkan jawaban.
1. Orang yang konseling : Saya tidak tahu apa yang
seharusnya saya lakukan
Konselor : Anda tidak tahu pilihan yang tersedia
bagi Anda?
2. Orang yang konseling : Itu tidak nampak nyata
Konselor : Kehilangan pekerjaan Anda tidak nampak
nyata?
Pernyataan kembali dan pengulangan harus
berhati-hati dan penuh maksud.
Konselor boleh kembali pada pertanyaan
klien dari pada menjawabnya. Sekali lagi, berusaha mendorong klien untuk
menganalisa masalah dan untuk memilih pemecahan masalah yang mungkin.
1. Orang yang konseling : Haruskah saya memiliki
usaha sampingan?
Konselor : Bagaimana yang Anda rasakan tentang usaha sampingan?
2. Orang yang dibimbing : Saya tidak tahu usaha sampingan apa yang saya
ambil
Konselor : Usaha sampingan apa yang ada di dalam bayangan Anda?
Kita sebaiknya tidak melanjutkan untuk
mendesak keputusan kembali pada itee, jika kita mendeteksi bahwa itee bingung,
mempunyai sedikit informasi untuk membuat keputusan, salah yang diinfomasikan,
tidak diputuskan dengan sebenarnya, atau tidak mampu membuat suatu pilihan.
Untuk melanjutkan denagn pendekatan nondirektif yang tinggi akan menjadi
nonproduktif dan berbahasa secara potensial untuk membantu proses konseling dan
hubungan.
Iter mungkin mengundang itee untuk membahas suatu
masalah atau gagasan.
1. Orang yang konseling : Saya dibawah banyak
tekanan keluarga Mary.
Konselor : Akankah Anda suka untuk mendiskusikan
tekanan itu?
2. Orang yang konseling : Saya mempunyai reservasi serius tentang
pelaksanaan ini.
Konselor : Tetaplah mengatakan kepada saya tentang hal itu.
Dalam undangan nondirektif yang tinggi,
klien mempertahankan kebebasan untuk menahan diri dari menekuni atau menjaga
perasaan yang dirahasiakan jika sungguh-sungguh diinginkan. Konselor tersebut
tidak mengatakan “katakan kepada saya tentang itu ” atau “seperti”, tetapi
tanyakan jika klien sedang ingin untuk membahasnya, untuk menjelaskan, atau
mengungkapkan.
Pertanyaan reflektif adalah hal bernilai
dari menemukan, dalam cara nondirektif, jika konselor memahami apa yang klien
sekedar katakan. Seperti kita bahas dalam bab 4, pertanyaan reflektif adalah
didesain untuk mengklarifikasikan atau untuk memverifikasi pernyataan, bukan
untuk memimpin klien terhadap hal penting dari pandangan atau pemecahan
terpilih.
Conselee: “Saya tidak merasa saya bisa bekerja pada hari sabtu karena ada
masalah
keluarga”
Konselor: “Jika Anda tidak bisa bekerja pada hari sabtu anda akan mengganti
untuk
selama-lamanya”
3. Counselee:
“Lalu saran anda apa?”
Konselor: “Ya ini yang harus kamu lakukan. Jumlah penghasilanmu akan
meningkat
20 % dan kamu tidak akan kehilangan pekerjaan atau terlambat dengan
alasan apapun”.
Kami harus punya sedikit kesempatan
menggunakan aksi-aksi dan tanggapan-tanggapan yang sangat terarah. Pertama,
beberapa counselee akan mendorong kita pada titik dimana reaksi-reaksi ekstrim
seperti itu perlu. Kedua, couselee biasanya punya sejumlah pilihan dan sejumlah
konselor. Dan dari situ mereka memilih dan mungkin menghindari hal-hal yang
kelihatannya tidak cukup beralasan dengan keinginan-keinginan mereka. Ketiga,
para konselor sering memiliki sedikit wewenang untuk menentukan ide-ide atau
solusi-solusi pada klien, bahkan jika mereka bermaksud untuk melakukannya.
Ketika bereaksi pada suatu ucapan itee,
kita tidak boleh terkejut dengan apa yang kita dengar atau paling tidak tadak
menampakkan keterkejutan kita. Pembacaan secara luas dalam konseling dan
persiapan yang matang pada setiap wawancara akan mengurangi jumlah keterkejutan
yg kita temui dalam wawancara konseling. Kita tidak harus mencoba mengelak dari
fakta-fakta yang tidak menyenangkan. Jujurlah tapi tetaplah berpegang pada
fakta jika mungkin. Intonasi nada suara kita, perubahan-perubahan nada suara
dan gerak tubuh harus menunjukkan suatu image relaks, tidak tergesa-gesa dan
percaya diri pada klien. Jika kita gugup dan menampakkannya kita tidak bisa
berharap klien bisa relaks. Menghindari munculnya tingkah laku kasar atau
memaksa, terlalu dingin, sopan atau formal. Klien tersebut mungkin kehilangan
kepercayaan pada kita sebagai konselor, mengakhiri wawancara tidak melanjutkan
konseling pada konselor-konselor lain. Sejumlah studi telah menemukan
pengungkapan itee selama wawancara konseling seperti dibawah ini
1.
Data
lebih luas dan otentik ketika iter sangat terbuka, menunjukkan minat penerimaan
dan pengertian
2.
Resiko
persepsi itee dan keperluan menyediakan informasi, mempengaruhi pengungkapan
3.
Sejarah
pengungkapan itee mempengaruhi pengungkapan dalam wawancara konseling
4.
Itee
wanita merespon lebih lama terhadap iter wanita tetapi tidak menunjukkan
informasi lebih pada wanita daripada laki-laki.
5.
Suatu
pemikiran atau uraian baru dari pernyataan itee mengesankan hal negatif tapi
bukan positif itu sndiri
6.
Tanggapan-tanggapan
itee lebih nampak ketika mereka menerima hubungan personal yang lebih besar.
Masing2 penemuan ini menunjukkan pada kita hal
penting yang harus kita lakukan atau kita hindari dalam wawancara, atau
menceritakan pada kita apa yang diharapkan dalam wawancara.
Pertanyaan-pertanyaan
Hindarilah terlalu banyak bertanya agar
itee lebih terfokus untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Hindarilah
pertanyaan tertutup yang menbutuhkan jawaban iya atau tidak. Berilah pertanyaan
yang dapat mengajak klien untuk memverbalkan emosinya, untuk melihat lebih
dalam masalah dan menawarkan kemungkinan solusi seperti :
·
Solusi
apa yang sudah anda coba?
·
Apakah
ide yang ada dalam pikiran anda?
·
Menurut
anda, mengapa pimpinan anda melakukannya?
·
Apa yang terjadi berikutnya?
·
Apa
ada hal lain yang ingin anda lakukan?
Hindarilah pertanyaan yang tidak berkenan,
tidak menyenangkan/terkesan tidak mempercayai. Biasanya pertanyaan ”mengapa”
dapat menimbulkan reaksi defensif dari itee, seperti pertanyaan berikut :
·
Mengapa
anda tidak membuat laporan secepatnya?
·
Mengapa
anda tidak memberikannya pada bagian keuangan?
·
Mengapa
anda tidak lakukan apa yang pimpinan anda katakan?
Membantu dan Memberi Informasi
Iter mengkondisikan bahwa wawancara berpusat pada klien, dengan cara :
1. Menghindari
memberi nasehat pada itee
2.
Menjadi
seseorang yang menolong bukan meramal
3.
Menghindari
komentar yang dapat menimbulkan dampak negatif pada itee
4.
Klien
boleh menolak solusi yang kita tawarkan
Memberikan informasi lebih tepat daripada memberi
nasehat, diwujudkan dengan cara:
1.
Melayani
sebagai pendorong, pemberi petunjuk, motivator, cermin yang dapat merefleksikan
ide-ide dan perasaan itee.
2.
Jujur,
memberi pengertian bahwa kita tidak selalu dapat memberikan solusi.
Pentingnya keahlian dalam wawancara
konseling
1.
Klien
mampu merasakan dengan seksama keahlian atau kekurangan konselor.
2.
Iter
yang ahli akan melayani dengan lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan klien.
3.
Pelayanan
seorang iter yang ahli lebih bersifat tidak langsung daripada iter yang tidak
ahli.
4. Iter
yang ahli membatasi respon mereka untuk beberapa poin penting dalam interview.
5.
Iter
yang ahli melayani klien dengan sikap yang baik dan menyenangkan.
Dalam menjelaskan proses konseling dalam
sebuah agensi atau departemen, hendaknya bersifat jelas dan tepat sasaran.
Proses konseling dapat menggunakan tes dan perkenalan untuk mendapatkan
informasi. Dalam menyampaikan hasil tes, hindari komentar yang dapat memadamkan
harapan klien serta pernyataan yang dapat mempengaruhi hasil/informasi yang
diperoleh selama sesi wawancara. Seperti pernyataan : ”saya khawatir, anda
berada di tempat yang salah” atau ”anda harus berhenti mengajar”
Beberapa faktor yang dapat meghambat itee dalam
mengingat dan memberi informasi secara aktual dan lengkap adalah :
1. Keadaan
fisik
2. Keterbatasan
personal
3. Hubungan
iter dan itee
4. Cara
penyampaian informasi
5. Munculnya
rasa menyesal atau bersalah atas informasi yang overload
Teknik
komunikasi yang dapat dilakukan konselor untuk meningkatkan kemampuan itee
dalam menerima, memahami, mengingat dan menyampaikan informasi diantaranya
adalah :
1. Penggunaan
media visual
2. Vocal
punctuation
3. Memberi
pertanyaan
4. Strategi
repetisi
5. Sistem
presentasi atau penyampaian informasi
6. Penyampaian
pengertian dan penjelasan
7.
Mengurangi
informasi dari semua rincian informasi
8.
Mengurangi
jumlah waktu itee dalam menyampaikan informasinya kembali
Kecurigaan sering timbul saat iter membuat
tulisan selama sesi wawancara berlangsung. Kecurigaan tersebut dapat dikurangi
dengan menjelaskan apa yang sedang kita lakukan, bagaimana bentuknya dan
bagaimana kita akan menggunakan informasi yang kita tulis tersebut. Kemukakan secara terbuka.
Alfred Benyamin dalam bukunya The Helping Interview memperingatkan agar :
·
Tidak
mencatat hal yang akan kita rahasiakan pada klien
·
Tidak
mencatat saat dibutuhkan pemeliharaan komunikasi yang efektif (mendengarkan, kontak
mata, umpan balik) dengan itee
Penutupan
Penutupan wawancara konseling sama pentingnya
untuk mencapai keberhasilan wawancara. Beberapa petunjuk memilih cara
penutupan yang baik :
·
Baik iter maupun itee hendaknya mampu mengatakan
kapan saatnya menutup wawancara secara langsung.
·
Tidak membuka topik baru saat wawancara dirasa
cukup.
·
Jangan
mengharapkan dapat menyelesaikan masalah dengan rapi dalam satu paket.
·
Berpikir
bahwa itee mampu dan suka rela mau berdiskusi dengan kita.
·
Jangan memberikan perhatian berlebih.
·
Bukalah pintu untuk percakapan berikutnya.
Cara kita
menutup wawancara dapat meningkatkan atau meruntuhkan kepercayaan klien
terhadap kita selama wawancara.
Evaluasi Setelah Wawancara
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat
menjadi petunjuk dalam melakukan evaluasi setelah wawancara baik saat menjadi
konselor/konselee.
Persiapan Pra-wawancara
1. Apakah
kita sudah meninjau bahan yang tersedia berkaitan dengan orang yang
diwawancarai atau pewawancara sebelum wawancara tersebut?
2. Apakah
kita sudah membuat suatu usaha untuk mengetahui diri kita dan tingkat keahlian
konseling kita atau kemampuan untuk memecahkan masalah saya?
3. Apakah
kita sudah menilai kebutuhan bagaimana saya berkomunikasi dan ”melintasi”
dengan orang lain secara khusus dengan golongan ini?
4. Sudahkah
saya mengevaluasi bagaimana orang lain, golongan ini dalam hal tertentu,
memandang saya atau kelompok untuk mana saya pilih?
5. Sudahkah
saya meninjau pertanyaan yang saya mungkin tanyakan untuk mendapatkan dan
berpikir untuk bagaimana saya mungkin menanggapi pertolongan dan tidak secara
defensif?
6. Sudahkah
saya menyiapkan suatu iklim dan menyelesaikan dimana keterbukaan dan keinginan
untuk mengkomunikasikan yang akan dibantu perkembangannya?
Keterampilan mewawancarai
1.
Seberapa
efektif dan lengkap pembukaan?
2. Seberapa
terampil teknis wawancara saya?
3. Apakah
saya sudah menggunakan suatu campuran pendekatan direktif dan non-direktif yang
sesuai?
4. Sudahkah
saya meletakkan catatan yang cukup tanpa mengganggu proses wawancara?
5. Sudahkah
saya menyusun langkah yang bagus untuk wawancara tersebut, bukan terlalu cepat
atau terlalu lambat?
6. Sudahkah
saya mempekerjakan bantuan visual untuk membantu bagian lain untuk mengingat
dan untuk memahami pembahasan, penjelasan dan pilihan?
7. Sudahkah
bagian terdiri dari dua atau lebih orang, yang telah saya mampu untuk
melibatkan semua anggota dari sebagian dalam wawancara?
8. Seberapa
efektifnya saya dalam memotivasi orang yang dibimbing atau konselor untuk
mengkomunikasikan pada tingkat 2 dan 3?
9. Seberapa
toleransinya saya untuk dari kejadian diam selama wawancara?
10. Bagaimana persiapan saya bersepakat dengan
pertanyaan dan komentar, khususnya pertanyaan dan komentar negatif?
11. Seberapa efektif dan lengkapnya saya
menutupnya?
Keterampilan konseling
1. Seberapa
baiknya saya menyesuaikan pada bagian ini dan pada situasi ini?
2. Sudahkah
saya menjelaskan semua pilihan dengan jelas, secara menyeluruh, dan secara
objektif?
3. Sudahkah
saya ”membantu” bagian lain untuk mendapatkan wawasan dan untuk membuat
keputusan tanpa mendominasi wawancara atau melaksanakan tekanan nyata dan yang
sulit dipisahkan?
4. Di
dalam usaha saya untuk tetap netral, apakah saya sudah gagal untuk menjadi
konselor yang efektif, untuk menjadi seorang yang peduli pada manusia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar