Psikologi klinis berpijak pada jalur akademik dan praktik. Klinik pertama yang didirikan oleh Witmer adalah untuk membantu anak-anak yang mempunyai masalah belajar. Sebelum tahun 1900, anak-anak dianggap sama dengan orang dewasa. Klasifikasi gangguan jiwa DSM I dan II tidak membedakan gangguan jiwa untuk dewasa dan anak. Baru setelah tahun 1900-an gangguan jiwa pada anak diperhatikan secara khusus. Pada DSM III dan IV tertera lebih dari 12 jenis gangguan jiwa anak axis I. Setelah itu muncul bidang Clinical Child Psychology. Bidang ini membahas masalah-masalah psikiatri pada anak, terutama dalam lingkup praktik pribadi. Bidang ini menggunakan pendekatan psikodinamik. Dalam psikologi klinis-anak berkembang spesialis untuk menangani kelainan khusus, misalnya untuk kasus pelecehan seks pada anak, depresi pada anak.
Pada tahun 1966 ternyata ada 300 psikolog yang bekerja dalam setting pediatri-dilingkungan rumah sakit, klinik-klinik perkembangan, dan lain-lain. Yang dibantu adalah anak-anak yang tidak mengalami gangguan berat namun memerlukan perhatian dan nasihat yang berkaitan dengan perkembangannya di masa depan. Bidang ini dinamakan Pediatric Psychology. Pada tahun 1967 ada dua divisi dalam American Psychological Association, divisi 1 dan 2, yang membahas masalah anak-anak, yaitu Clinical Child Psychology dan Pediatric Psychology.Pediatri atau ilmu kesehatan anak ialah spesialisasi kedokteran yang berkaitan dengan bayi dan anak. Kata pediatri diambil dari dua kata Yunani kuno, paidi yang berarti “anak” dan iatros yang berarti “dokter”. Sebagian besar dokter anak merupakan anggota dari badan nasional seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia, American Academy of Pediatrics, Canadian Pediatric Society, dan lainnya. Abraham Jacobi adalah bapak dari pediatri.
Perhatian yang besar pada kekhususan psikologi untuk anak berkembang karena beberapa temuan, yaitu :
Bertambah banyaknya kasus psikopatologi anak, yakni 22%
Banyak gangguan yang terjadi pada anak-anak yang mempunyai konsekuensi serius pada usia dewasa.
Kebanyakan gangguan pada masa dewasa mungkin berasal dari masalah pada masa kanak-kanak yang tidak terdiagnosis
Perlu dilakukan intervensi untuk mencegah berlanjutnya suatu gangguan pada anak sampai dewasa.
Meskipun penekanan pada Psikolog Klinis-Anak dan Psikologi Pediatri berbeda, tetap terjadi tumpang tindih antara keduanya. Secara umum keduanya memperhatikan perspektif perkembangan untuk menentukan ada/tidaknya gangguan. Misalnya, kasus mengompol yang terjadi pada anak 2 tahun akan berbeda dengan anak 12 tahun. Demikian juga perspektif epidemiologis kedua disiplin. Kasus hiperaktif ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki, komunitas tertentu lebih rentan gangguan dibanding komunitas lain, perilaku anak usia yang sama berubah dari zaman ke zaman. Perlu diperhatikan bahwa perilaku abnormal kadang-kadang situation spesific. Misalnya, pemalu hanya dalam lingkungan tertentu tapi tidak di lingkungan lain. Demikian juga mengenai perilaku abnormal seperti mencuri, atau berbohong pada anak merupakan suatu yang lebih dekat dengan situasi daripada dengan adanya suatu gangguan atau sifat tertentu pada anak. Lingkungan anak-orang tua, guru-kadang memiliki pengetahuan yang cukup, kadang keliru tentang anak. Ini dapat menyebabkan mereka tidak dapat mengatasi ketika anak mengalami masalah. Adanya pengetahuan tentang psikopatologi anak yang ditunjukkan pada DSM III dan IV dapat membantu untuk memahami dan merencanakan treatment pada anak. Selain pokok-pokok umum diatas, psikologi klinis anak dan psikologi pediatri juga membahas hal-hal standar dalam penanganan kasus-kasus seperti masalah asesmen, intervensi, pencegahan dan konsultasi.
Anak-anak terkadang mengalami kesukaran emosional, karena perubahan tuntutan hidup dan perubahan sikap orang tuanya, di samping pertumbuhan diri pribadi mereka, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang tuanya. Terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosi diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan non-directive therapy dan menggunakan permainan.
Peran Neurolog Pediatri Dalam Usaha Melawan Autisme
Sekalipun memiliki prevalensi yang tinggi, mencapai 1 per 175 anak, autisme ternyata belum memperoleh perhatian dan penanganan yang memadai, khususnya di Indonesia. Hakikat autisme sebagai suatu gangguan yang hanya dapat diperbaiki namun tidak dapat disembuhkan tentu saja semakin menimbulkan kecemasan bagi para orang tua penderita Autism Spectrum Disorders (ASD). Pemberian informasi seputar gejala-gejala kontroversi, dan penanganan penderita autisme menjadi sesuatu yang semakin mendesak dan mutlak dibutuhkan. Kolaborasi intensif antar orangtua dan guru pendamping dalam upaya penyediaan pendidikan bagi penderita autisme tidak dapat dilepaskan dari peran serta para ahi neurolog pediatri yang berkiprah melalui terapi biomedis.
Stress Hambat Pertumbuhan Bayi Dalam Kandungan
Stress mungkin menghambat pertumbuhan bayi dalam kandungan seorang wanita. Ukuran bayi pada wanita yang stress cenderung lebih kecil daripada yang tidak stress.
Hormon Cortisol yang dihasilkan kelenjar adrenalin saat stress sepertinya menjadi faktor penyebabnya. Telah dibuktikan juga bahwa stress saat hamil juga memicu kelahiran prematur dan tentu turunnya bobot bayi saat lahir. Tapi, penelitian untuk mempelajari pengaruh stress ibu hamil kepada janin yang masih di dalam kandungan baru kali ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur ultrasonografi (untuk melihat perkembangan janin dalam kandungan). Untuk mengatasi stress pada ibu hamil mungkin lebih cocok dengan terapi psikologi atau dukungan sosial yang lebih tinggi. Sebab pengaruh penggunaan obat-obatan antistress untuk wanita hamil juga masih kontroversial.
Gizi Buruk
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (=>30%).
Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Namun penghitungan berat badan menurut panjang badan lebih memberi arti klinis. Anak kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih seperti anak-anak lain, beraktivitas , bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy / pengecilan organ tersebut).
Gizi Buruk tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/ makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh.
Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ‘catch up’ dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ‘stunting’ (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) , dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali).
Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu ‘aset’ yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar