Jumat, 29 April 2011

Teori Object Relasi

MELANIE KLEIN: OBJECT RELATIONS THEORY


• BIOGRAFI SINGKAT MELANIE KLEIN

Melanie Reizes Klein dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1882 di Wina, Austria. Anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Dr. Moriz Reizes dan istri keduanya, Libussa Deutsch Reizes. Melanie merasa yakin bahwa kelahirannya tidak direncanakan à perasaan ditolak oleh orangtuanya. Relasi awal Melanie tidak sehat. Ia merasa diabaikan oleh ayahnya yang tua, yang dipandangnya dingin dan berjarak, dan meskipun ia mencintai dan mengidolakan ibunya, ia merasa ditelantarkan oleh ibunya. Melanie sangat menyukai kakak perempuannya, Sidonie, namun ketika Melanie berusia 4 tahun, Sidonie meninggal. Klein mengaku bahwa ia tidak pernah pulih dari rasa berkabung atas kematian Sidonie. Setelah kematian kakaknya ini, Melanie sangat melekat kepada kakak laki-laki satu-satunya, Emmanuel. Ia mengidolakan kakak laki-lakinya ini, dan perasaan tergila-gila ini memberi kontribusi bagi kesulitannya kelak dalam berelasi dengan laki-laki. Ketika Melanie berusia 20 tahun, Emmanuel, meninggal. Kematian Emmanuel membuat Melanie hancur. Ketika masih berkabung atas kematian kakaknya, Melanie menikah dengan Arthur Klein, seorang insinyur teman akrab Emmanuel. Pernikahannya diyakini menghambat cita-citanya dan sepanjang sisa hidupnya ia menyesalinya. Klein tidak memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia, ia memiliki ketakutan yang besar terhadap seks dan benci hamil. Sekalipun demikian, pernikahannya dengan Arthur membuahkan tiga orang anak Ketika ibunya meninggal pada tahun 1914, Klein depresi dan menjalani analisis di bawah bimbingan Ferenczi (seorang anggota kelompok Freud dan mengenalkan Klein ke dunia psikoanalisis), suatu pengalaman yang merupakan titik balik dalam kehidupannya. Klein sangat terkesan oleh psikoanalisis, ia melakukan psikoanalisis kepada anak-anak secara langsung, termasuk menganalisis ketiga anaknya, yang dianalisis pula oleh analis-analis lain. Buku pertama Klein : Psiko-Analisis Anak (Klein, 1932). Hasil analisis Klein berbeda dengan Freud, yang membuahkan berbagai kritik dari kolega-koleganya di Berlin, sehingga ia merasa kurang nyaman tinggal di kota itu. Freud maupun anaknya, Anna, tidak mengakui pentingnya analisis pada anak usia dini sebagaimana yang diyakini Klein. Pada tahun 1934, anak laki-laki Klein, Hans, meninggal karena jatuh. Melitta, anak perempuannya, berkeyakinan bahwa saudara laki-lakinya meninggal akibat bunuh diri dan ia mempersalahkan Klein atas kematian tersebut. Pada tahun yang sama, Melitta memulai analisis dengan Edward Glover, salah seorang rival Klein di British Society. Hal ini menambah ketajaman konflik di antara Melitta dan Klein, baik secara personal maupun profesional. Melitta memendam kebencian kepada ibunya bahkan setelah kematian sang ibu. Klein juga melakukan analisis-diri, yang ia teruskan hingga akhir hayatnya

• PENGANTAR TEORI OBJECT RELATIONS

Teori object relations merupakan turunan dari teori instink dari Freud namun terdapat tiga perbedaan :
1. Teori object relations memberi penekanan yang lebih kecil pada dorongan-dorongan biologis dan lebih menekankan pada pola-pola relasi interpersonal yang konsisten.
2. Teori Freud lebih bersifat paternalistik yang menekankan power dan kontrol ayah, sementara teori object relations cenderung lebih bersifat maternal, menekankan peran ibu yang berelasi secara akrab dan mengasuh.
3. Para ahli teori object relations memandang kontak dan relasi antar manusia – bukannya kenikmatan seksual – sebagai motif dasar dari perilaku manusia.

Klein dan ahli-ahli teori object relations yang lain memulai dengan asumsi dasar Freud, bahwa obyek dari dorongan ialah seseorang, atau bagian dari seseorang atau benda yang dapat memuaskan tujuan. Ahli-ahli teori object relations kemudian menspekulasikan tentang relasi awal yang bersifat riil maupun fantasi antara bayi dengan ibunya atau dengan buah dada ibu menjadi model bagi semua relasi interpersonal di kemudian hari. Klein dan ahli-ahli teori object relations yang lain memulai dengan asumsi dasar Freud, bahwa obyek dari dorongan ialah seseorang, atau bagian dari seseorang atau benda yang dapat memuaskan tujuan. Ahli-ahli teori object relations kemudian menspekulasikan tentang relasi awal yang bersifat riil maupun fantasi antara bayi dengan ibunya atau dengan buah dada ibu menjadi model bagi semua relasi interpersonal di kemudian hari. Bagian penting dari setiap relasi ialah representasi psikis internal dari obyek yang signifikan (penting) di usia dini, seperti buah dada ibu atau penis ayah, yang diintroyeksikan, atau dimasukkan ke dalam struktur psikis bayi, dan kemudian diproyeksikan ke mitra relasinya. Gambaran internal ini bukan merupakan representasi akurat tentang orang lain yang signifikan itu melainkan merupakan sisa-sisa pengalaman masa dini individu.





• KEHIDUPAN PSIKIS BAYI

Klein menekankan pentingnya 4 atau 6 bulan pertama kehidupan. Bagi Klein, bayi tidak memulai kehidupannya dalam kondisi seperti kertas kosong tetapi dengan suatu predisposisi bawaan untuk meredakan kecemasan yang dialaminya sebagai akibat konflik dari daya-daya instink kehidupan dan instink kematian. Kesiagaan bawaan yang dimiliki bayi untuk bereaksi mensyaratkan adanya phylogenetic endowment, suatu konsep yang juga diterima oleh Freud.

Phantasi
Salah satu asumsi dasar Klein ialah bayi, sejak baru dilahirkan, memiliki kehidupan phantasi yang aktif. Phantasi-phantasi ini merupakan representasi psikis dari instink id yang tidak disadari. Phantasi ini tidak sama dengan fantasi-fantasi sadar yang dimiliki anak-anak yang lebih besar atau orang dewasa. Ia hanya memaksudkan bahwa bayi memiliki citra-tak-sadar tentang “baik” dan “buruk”. Misalnya, perut yang penuh adalah baik; perut yang kosong adalah buruk. Salah satu asumsi dasar Klein ialah bayi, sejak baru dilahirkan, memiliki kehidupan phantasi yang aktif. Phantasi-phantasi ini merupakan representasi psikis dari instink id yang tidak disadari. Phantasi ini tidak sama dengan fantasi-fantasi sadar yang dimiliki anak-anak yang lebih besar atau orang dewasa. Ia hanya memaksudkan bahwa bayi memiliki citra-tak-sadar tentang “baik” dan “buruk”. Misalnya, perut yang penuh adalah baik; perut yang kosong adalah buruk. Jadi bayi yang tertidur dengan mengisap jarinya adalah sedang berphantasi memiliki buah dada ibunya yang baik di dalam dirinya. Demikian pula, bayi yang lapar dan menangis serta menendang-nendangkan kakinya sedang berphantasi menendang atau menghancurkan buah dada yang buruk. Dengan semakin matangnya bayi, phantasi-phantasi tak sadar tentang buah dada terus berlanjut memberi dampak terhadap kehidupan psikis namun phantasi-phantasi yang baru juga mucul. Phantasi-phantasi tak sadar yang muncul belakangan ini dipengaruhi oleh realitas maupun predisposisi bawaan.

Obyek
Klein sependapat dengan Freud bahwa manusia memiliki dorongan atau instink bawaan, termasuk instink kematian. Dorongan, tentu saja memiliki objek. Jadi obyek dari dorongan lapar (hunger drive) ialah buah dada yang baik, obyek dorongan seksual ialah organ seksual, dan seterusnya. Klein (1948) yakin bahwa sejak dini bayi berelasi dengan obyek-obyek eksternal ini, baik dalam phantasi maupun realitas.Dalam phantasinya yang aktif, bayi mengintroyeksi, obyek-obyek eksternal ini, termasuk penis ayahnya, tangan dan wajah ibunya, dan bagian-bagian tubuh yang lain. Obyek-obyek yang diintroyeksi bukan hanya pikiran-pikiran internal tentang obyek-obyek eksternal, melainkan juga phantasi-phantasi tentang obyek yang diinternalisaikan dalam bentuk kongkrit dan fisik. Misalnya anak yang mengintroyeksikan ibunya yakin bahwa ibu senantiasa berada dalam tubuhnya. Paham Klein tentang obyek-obyek internal ialah obyek-obyek itu memiliki power sendiri, setara dengan konsep Freud tentang superego, yang mengasumsikan suara hati ayah atau ibu dibawa di dalam diri anak.

• POSISI
Klein (1946) memandang bayi manusia sebagai individu yang senantiasa terlibat dalam suatu konflik dasar antara instink kehidupan dan instink kematian, yaitu antara baik dan buruk, cinta dan benci, krativitas dan destruksi. Dalam usahanya menangani dikotomi perasaan-perasaan baik dan buruk itu, bayi mengorganisasikan pengalaman-pengalamannya ke dalam posisi-posisi tertentu, atau cara-cara untuk menangani obyek-obyek internal dan eksternal. Klein lebih memilih istilah “posisi” ketimbang “tahap perkembangan” untuk menunjukkan bahwa posisi dapat berganti-ganti maju-mundur; bukan merupakan kurun waktu yang dilalui manusia. Meskipun ia menggunakan label psikiatrik atau patologik, Klein memaksudkan posisi ini untuk menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan sosial yang normal. Kedua posisi dasar ialah :

1. Posisi Paranoid-Schizoid
Pada 3 atau 4 bulan pertama kehidupan, seorang bayi berkontak dengan buah dada yang baik dan buah dada yang buruk. Pengalaman yang berganti-ganti antara kepuasan dan frustrasi mengancam ego bayi yang baru berkembang dan masih rapuh. Bayi memiliki 2 keinginan à melahap dan memiliki buah dada sekaligus merusak buah dada dengan menggigit, merobek, atau menghancurkannya. Dalam upaya mentolerir kedua macam perasaan ini, ego akan memecah diri, mempertahankan sebagian dari instink kehidupan maupun instink kematian dengan membelokkannya. Dengan demikian bayi mengalami ketakutan akan persecutory breast (buah dada yang kejam). Tetapi juga memiliki relasi dengan ideal breast, yang memberi cinta kasih, kenyamanan, dan kepuasan.Bayi berhasrat untuk memiliki ideal breast di dalam dirinya sebagai perlindungan terhadap ancaman pembinasaan dari persecutory breast. Untuk itu bayi mengambil posisi paranoid-schizoid. Adalah suatu cara mengorganisasikan pengalaman-pengalaman yang meliputi perasaan-perasaan curiga (paranoid) akan dibinasakan serta memisahkan antara obyek-obyek internal dan eksternal ke dalam yang baik dan yang buruk. Perasaan curiga akan dibinasakan dipandang bersifat paranoid; tidak bertumpu pada bahaya riil, karena persepsi ego tentang dunia luar pada usia ini bersifat subyektif dan fantastik, belum obyektif dan riil. Bayi berusaha memisahkan buah dada baik dari yang buruk karena bila keduanya bercampur maka akan berisiko kehilangan buah dada yang baik. Pemisahan praverbal tentang dunia ke dalam baik dan buruk ini berfungsi sebagai prototip untuk perkembangan perasaan-perasaan ambivalen selanjutnya terhadap seorang individu. Akan tetapi ambivalensi yang disadari tidak termasuk dalam posisi paranoid-schizoid. Ketika seorang dewasa mengadopsi posisi paranoid-schizoid, ia melakukannya dalam cara yang primitif, tidak disadari.
2. Posisi Depresif
Mulai sekitar bulan ke-5 atau ke-6, bayi mulai memandang obyek-obyek eksternal sebagai keseluruhan dan melihat bahwa yang baik dan yang buruk dapat ada pada diri seorang individu. Bayi mengembangkan gambaran yang lebih realistik tentang ibu dan mengetahui bahwa ibu adalah seorang individu mandiri yang sekaligus dapat baik dan buruk. Ego mulai beranjak matang, ego dapat mentolerir sebagian dari perasaan-perasaan destruktifnya sendiri alih-alih memproyeksikannya ke dunia luar. Bayi juga menyadari bahwa ibu mungkin pergi dan hilang selamanya. Ketakutan akan kemungkinan kehilangan ibu, bayi berhasrat untuk melindungi dan menjaga ibu dari bahaya-bahaya daya destruktif yang dimilikinya, impuls-impuls kanibalistik yang sebelumnya diproyeksikan kepada ibu. Tetapi kini ego bayi telah cukup matang untuk menyadari bahwa ia tidak memiliki kemampuan untuk melindungi ibu, dan dengan demikian bayi merasa bersalah atas dimilikinya dorongan-dorongan destruktif yang diarahkan kepada ibu. Perasaan-perasan cemas akan kehilangan obyek yang dicintai disertai penghayatan rasa bersalah karena ingin menghancurkan obyek itu membentuk apa yang oleh Klein disebut posisi depresif. Posisi depresif teratasi bila anak berphantasi bahwa ia telah memperbaiki keburukan yang mereka lakukan sebelumnya (mengarahkan dorongan destruktif kepada ibu) dan bila mereka menyadari bahwa ibunya tidak akan pergi selamanya tetapi akan kembali lagi setelah berpisah. Bila posisi depresif dapat diatasi, anak merekatkan pemisahan antara ibu yang baik dan yang buruk. Anak tidak hanya mampu mengalami cinta kasih dari ibunya tetapi juga untuk menunjukkan cinta kasihnya kepada ibu. Resolusi yang tidak utuh dari posisi depresif dapat menghasilkan kesulitan untuk mempercayai orang lain, duka cita yang berlebihan atas kehilangan orang yang dicintai, dan berbagai gangguan psikis lainnya.

• PSYCHIC DEFENSE MECHANISMS

Klein (1955) menyatakan bahwa sejak awal masa bayi, anak mengadopsi beberapa mekanisme pertahanan diri psikis untuk melindungi ego dari kecemasan akibat fantasi-fantasi destruktif yang dimilikinya. Untuk mengendalikan kecemasan ini, bayi menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti introyeksi, proyeksi, memisahkan (splitting), dan identifikasi proyektif (projective identification).
Introyeksi :
Klein memaknakan bahwa bayi berfantasi memasukkan ke dalam tubuhnya persepsi dan pengalaman-pengalaman dengan obyek eksternal. Introyeksi dimulai pada saat pertama kali bayi diberi makan, pada saat itu bayi berusaha menginkorporasikan buah dada ibu ke dalam tubuhnya. Biasanya bayi berusaha untuk mengintroyeksi obyek-obyek yang baik, mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam diri sebagai perlindungan terhadap kecemasan. Akan tetapi kadangkala bayi mengintroyeksi obyek-obyek yang buruk, sehingga keburukan dan kekejaman menjadi internal, menakutkan si bayi yang dapat muncul dalam mimpi atau minat terhadap dongeng-dongeng menakutkan Obyek-obyek yang diintroyeksikan bukan merupakan representasi akurat dari obyek-obyek riil melainkan diwarnai oleh fantasi anak. Misalnya Ibu yang sesungguhnya tentu saja tidak selamanya hadir, meskipun demikian bayi memiliki ibunya di dalam fantasi sehingga ibu merupakan obyek imternal yang menetap.
Proyeksi
ialah fantasi bahwa perasaan-perasaan dan impuls-impuls yang sesungguhnya merupakan milik diri sendiri menjadi milik orang lain dan tidak berada di dalam tubuhnya. Dengan memproyeksikan impuls-impuls destruktif yang tidak dapat dikelolanya ke obyek-obyek eksternal, bayi meredakan kecemasan. Anak memproyeksikan citra-citra baik maupun buruk ke obyek-obyek eksternal, terutama orangtuanya. Misalnya seorang anak laki-laki yang ingin mengkastrasi ayahnya mungkin memproyeksikan fantasi kastrasi ini kepada ayahnya, membalikkan keinginan mengkastrasi dan menyalahkan ayahnya sebagai pihak yang ingin mengkastrasi dirinya. Misalnya bayi yang memiliki perasaan baik tentang buah dada ibu yang mengasuhnya akan mengaitkan perasaan baiknya itu ke buah dada ibu dan mengimajinasikan bahwa buah dada ibu itu baik.
Splitting (Pemisahan)
Yaitu memisahkan impuls-impuls yang tidak selaras. Dalam rangka memisahkan obyek-obyek yang baik dari yang buruk, ego sendiri harus dipisahkan. Jadi bayi mengembangkan suatu gambaran tentang “good me” maupun “bad me” yang memungkinkannya untuk menangani impuls-impuls yang menyenangkan (pleasurable) maupun yang destruktif terhadap obyek-obyek eksternal. Splitting dapat memiliki dampak positif maupun negatif terhadap anak. Bila splitting tidak ekstrim dan kaku, dapat menjadi mekanisme pertahanan diri yang positif dan bermanfaat bukan hanya bagi bayi melainkan juga bagi orang dewasa. Splitting ini memungkinkan individu untuk melihat aspek-aspek positif maupun negatif dari dirinya, untuk mengevaluasi perilakunya baik atau buruk, dan membedakan antara teman-teman yang disukai dan yang tidak disukai. Sebaliknya, splitting yang berlebihan dan tidak fleksibel dapat mengarah pada represi yang patologik. Misalnya bila ego anak terlalu kaku untuk memisahkan segala sesuatunya ke dalam good me dan bad me, anak tidak dapat mengintroyeksi pengalaman-pengalaman buruk ke dalam ego yang baik. Bila anak tidak dapat menerima perilaku buruknya, ia kemudian harus menangani impuls-impuls destruktif dan menakutkan dengan merepresnya.
Identifikasi Proyektif (Projective Identification)
Suatu mekanisme pertahanan diri psikis dengan cara memisahkan bagian-bagian diri yang tidak dapat diterima,memproyeksikannya ke obyek lain, dan akhirnya mengintroyeksikannya kembali ke dalam diri dalam bentuk yang berbeda atau terdistorsi. Impuls destruktif dipisahkan dari diri dan memproyeksikannya ke buah dada yang buruk dan tidak memberi kepuasan. Selanjutnya, bayi mengidentifikasikan diri dengan buah dada dengan cara mengintroyeksikan buah dada itu, suatu proses yang memungkinkannya untuk memperoleh kendali atas buah dada yang menakutkan dan mengagumkan.Identifikasi proyektif memberi pengaruh yang kuat pada relasi interpersonal di masa dewasa.


• INTERNALIZATIONS

Internalizations : seseorang mengambil (mengintroyeksi) aspek-aspek dari dunia luar dan kemudian mengorganisasikannya ke dalam suatu kerangka kerja yang bermakna secara psikologis.
Tiga internalisasi yang penting ialah ego, superego, dan Kompleks Oedipus
Ego
Klein (1930, 1946) yakin bahwa ego, atau sense of self seseorang, mencapai kematangan pada tahap yang jauh lebih awal ketimbang yang diasumsikan Freud. Klein pada umumnya mengabaikan id dan mendasarkan teorinya pada kemampuan ego untuk menghayati baik daya-daya destruktif maupun menyenangkan dan mengelolanya melalui cara-cara splitting, proyeksi, dan introyeksi. Klein (1959) yakin bahwa meskipun ego untuk sebagian besar tidak terorganisasi pada waktu bayi baru lahir, tetapi ego cukup kuat untuk merasakan kecemasan, untuk menggunakan mekanisme pertahanan diri, dan untuk membentuk object relations awal dalam fantasi maupun realitas. Ego mulai berkembang sejalan dengan pengalaman-pengalaman pertama bayi (buah dada yang baik maupun yang buruk) dan citra-citra ini memberi titik pusat bagi perluasan ego, juga bagi relasi interpersonal individu selanjutnya. Karena bayi mengalami hal yang saling bertentangan maka untuk mencegah disintegrasi, ego yang baru muncul ini harus memisahkan dirinya ke dalam good me dan bad me. Citra diri yang bertentangan ini memungkinkan individu untuk mengelola aspek-aspek baik dan buruk dari obyek-obyek eksternal. Dengan semakin matangnya bayi, persepsinya menjadi semakin reslistik, ia tidak lagi memandang dunia sebagai obyek-obyek yang terpisah-pisah, dan egonya menjadi lebih terintegrasi.
Superego
Tiga perbedaan gambaran Klein tentang superego dari Freud : Pertama, superego muncul lebih awal dalam kehidupan; kedua, tidak muncul dari kompleks Oedipus; dan ketiga bersifat lebih kasar dan kejam. Berdasarkan analisisnya thd anak-anak kecil, ia meyakini bahwa superego dini bukan memunculkan rasa bersalah melainkan teror. Bagi Klein, anak-anak kecil takut dilahap, dipotong, dan dirobek menjadi serpihan-serpihan – ketakutan yang sangat tidak proporsional dibandingkan bahayanya yang realistik. instink destruktif bayi, dialami sebagai kecemasan. Untuk menangani kecemasan ini, ego anak memobilisasi libido (instink kehidupan) untuk melawan instink kematian. Akan tetapi kedua instink tidak dpt sepenuhnya dipisahkan, oleh karena itu ego dipaksa untuk mempertahankan diri terhadap aksi-aksinya sendiri. Pertahanan diri ego yang dini ini merupakan landasan bagi perkembangan superego, yang kekerasan ekstrimnya merupakan reaksi terhadap pertahanan diri ego yang agresif untuk melawan kecenderungan-kecenderungan destruktifnya sendiri. Klein yakin bahwa superego yang kasar dan kejam ini bertanggung jawab atas banyak kecenderunganantisosial dan kriminal pada orang dewasa. Pada tahun ke-5 atau ke-6, superego membangkitkan sedikit kecemasan tetapi dengan rasa bersalah yang besar. Hal tersebut akan berangsur-angsur berkurang dan berubah menjadi conscience yang realistik. Klein menolak paham Freud bahwa superego merupakan konsekuensi dari kompleks Oedipus. Klein bersikeras bahwa superego berkembang sejalan dengan kompleks Oedipus dan akhirnya berkembang sebagai rasa bersalah yang realistik setelah kompleks Oedipus teratasi.
Kompleks Oedipus
Konsepsi Klein berbeda dengan Freudian dalam beberapa hal.
Pertama, Klein (1946, 1948, 1952) berpendapat bahwa kompleks Oedipus dimulai pada usia yang jauh lebih muda ketimbang yang dikatakan Freud dimulai pada beberapa bulan pertama kehidupan, bersamaan dengan tahap oral dan anal, dan mencapai puncaknya pada tahap genital pada sekitar usia 3 atau 4 tahun.
Kedua, Klein yakin bahwa bagian penting dari kompleks Oedipus ialah ketakutan anak terhadap pembalasan dendam dari orangtua akibat fantasinya tentang mengosongkan tubuh orangtua.
Ketiga, Klein menekankan pentingnya mempertahankan perasaan-perasaan positif anak terhadap kedua orangtua selama masa Oedipal.
Keempat, Klein menghipotesiskan bahwa selama tahap-tahap awal, kompleks Oedipus melayani kebutuhan yang sama pada laki-laki maupun perempuan, yaitu untuk mengembangkan sikap positif terhadap obyek yang baik/memberi kepuasan (buah dada atau penis) dan menghindari/menolak obyek yang buruk atau menakutkan (buah dada atau penis). Dalam posisi ini, anak laki-laki/perempuan dapat mengarahkan cinta kasihnya secara bergantian atau bersamaan kepada masing-masing orangtua. Jadi anak mampu mengembangkan relasi homoseksual maupun heteroseksual dengan kedua orangtua.
Female Oedipal development
Pada beberapa bulan pertama kehidupan – anak perempuan memandang buah dada ibunya sebagai “baik maupun buruk”. Kemudian sekitar usia 6 bulan, anak perempuan mulai memandang buah dada lebih positif ketimbang negatif. Selanjutnya ia memandang ibunya secara keseluruhan sebagai individu yang penuh dengan kebaikan, dan sikap ini akan mengarahkannya untuk mengimajinasikan bagaimana seorang bayi dibuat. Ia berfantasi bahwa penis ayahnya memberi makan ibu dengan hal-hal yang berharga, termasuk bayi. Karena pandangan ini, ia mengembangkan relasi positif dengan penis dan memfantasikan bahwa ayah akan mengisi tubuhnya dengan bayi. Bila tahap Oedipal perempuan berlangsung lancar, anak perempuan akan mengambil posisi “feminin” dan memiliki relsi positif dengan kedua orangtua. Akan tetapi dalam lingkungan yang kurang ideal, anak perempuan akan memandang ibunya sebagai saingan dan berfantasi merampok ibu (merebut penis ayah dan mencuri bayi ibunya). Keinginan ini menumbuhkan ketakutan paranoid bahwa ibunya akan membalas dendam kepadanya. Kecemasan utama anak perempuan kecil ini bersumber dari ketakutan bahwa di dalam tubuhnya telah dilukai ibunya, suatu kecemasan yang hanya dapat diredakan bila kelak ia melahirkan bayi yang sehat. Menurut Klein (1945), kecemburuan penis (penis envy) berasal dari keinginan anak perempuan untuk menginternalisasi penis ayah dan memperoleh bayi dari ayah. Fantasi ini mendahului semua hasrat akan penis eksternal. Bertentangan dengan pandangan Freud, Klein tidak menemukan bukti bahwa anak perempuan menyalahkan ibunya karena telah melahirkannya ke dunia tanpa penis. Sebaliknya Klein berpendapat bahwa anak perempuan mempertahankan attachment yang kuat dengan ibunya sepanjang periode Oedipal.
Male Oedipal Development
Seperti anak perempuan, anak laki-laki kecil memandang buah dada ibunya sebagai hal yang baik dan buruk (Klein, 1945). Sepanjang bulan-bulan pertama perkembangan Oedipal, anak laki-laki mengubah beberapa hasrat oralnya dari buah dada ibu ke penis ayah. Pada saat ini anak laki-laki kecil ini berada dalam posisi feminin; ia mengambil sikap homoseksual yang pasif terhadap ayahnya. Selanjutnya ia bergeser ke relasi heteroseksual dengan ibunya, tetapi karena perasaan homoseksual yang muncul lebih awal kepada ayah, ia tidak memiliki ketakutan bahwa ayah akan menyunatnya. Klein yakin bahwa posisi homoseksual pasif itu merupakan prasyarat bagi perkembangan relasi heteroseksual yang sehat pada anak laki-laki dengan ibunya. Anak laki-laki harus memiliki perasaan yang baik tentang penis ayah sebelum ia dapat menghargai miliknya sendiri. Tetapi dengan semakin matangnya anak laki-laki, ia mengembangkan impuls-impuls oral-sadistik terhadap ayah dan ingin menggigit putus penis ayah serta membunuhnya. Perasaan-perasaan ini memunculkan kecemasan kastrasi dan ketakutan bahwa ayah akan membalas dendam kepadanya. Ketakutan ini meyakinkan anak laki-laki bahwa bersetubuh dengan ibu akan sangat berbahaya baginya. Kompleks Oedipus anak laki-laki akan teratasi hanya sebagian akibat kecemasan kastrasi-nya. Faktor yang lebih penting ialah kemampuannya untuk membangun relasi positif dengan kedua orangtua pada saat yang sama. Pada saat ini anak laki-laki memandang orangtuanya sebagai obyek keseluruhan, suatu kondisi yang memungkinkannya untuk mengatasi posisi depresif. Bagi anak perempuan maupun laki-laki, resolusi yang sehat dari kompleks Oedipus bergantung pada kemampuan anak untuk mengizinkan ibu dan ayahnya akrab dengan dirinya dan merelakan orangtua bersetubuh.


• PSIKOTERAPI
Klein memodifikasi treatment psikoanalitik untuk disesuaikan dengan orientasi teoretiknya. Klein memelopori penggunaan psikoanalisis pada anak-anak. Klein yakin bahwa anak-anak yang terganggu maupun yang sehat dapat menjalani psikoanalis; anak-anak yang terganggu dapat memetik manfaat dari treatment terapeutik sedangkan anak-anak yang sehat dapat memperoleh manfaat dari analisis profilaktik (prophylactic analysis). Klein yakin bahwa transferens negatif merupakan langkah penting ke arah treatment yang berhasil. Untuk memunculkannya, Klein memberi kepada anak beragam mainan kecil, pensil dan kertas, cat, krayon, dan lain-lain. Selain itu play therapy menggantikan analisis mimpi dan asosiasi bebas yang dilakukan Freud, Klein yakin bahwa anak kecil mengekspresikan keinginan-keinginan yang sadar maupun tak sadar melalui terapi bermain. Tujuan terapi Kleinian ialah meredakan kecemasan depresif dan ketakutan akan tindak kekejaman serta mengurangi kekerasan obyek-obyek yang diinternalisasi. Untuk memenuhi tujuan ini, Klein mendorong pasiennya untuk mengalami kembali emosi-emosi dan fantasi-fantasi masa dini akan tetapi kali ini dengan terapis menunjukkan perbedaan-perbedaan antara realitas dan fantasi, antara yang disadari dan yang tak disadari. Ia juga mengizinkan pasien-pasiennya untuk mengekspresikan transferens positif maupun negatif, suatu situasi yang diperlukan pasien untuk memahami bagaimana fantasi-fantasi tak sadar berhubungan dengan situasi sehari-hari masa kini. Bila hubungan ini telah dipahami, pasien berkurang ketakutannya terhadap kekejaman yang mungkin dilakukan obyek-obyek internal, kecemasan depresif juga akan berkurang, serta mampu memproyeksikan ketakutannya terhadap obyek-obyek internal ke dunia luar.


Sumber : Feist, Jess & Gregory J. Feist