Senin, 28 Januari 2013

Konseling Direktif



KONSELING DIRECTIF
TUGAS MATA KULIAH BIMBINGAN KONSELING



 
Dibuat Oleh               :           Adi Handoko ( 11080028 )

Dosen                          :           Bp. Adib Setiawan , M.Psi



SEMESTER VII
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOROBUDUR
Jakarta, 23 November  2012


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.      Latarbelakang

Konseling merupakan jantung hatinya bimbingan, karena itu pelaksanaan konseling memerlukan penanganan dan pengembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling. Perlunya pengembangan konseling tidak hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan, melainkan juga karena kompleksitas masalah yang menuntut pendekatan kreatif agar dapat memberikan pertolongan secara efektif.

Di sekolah, guru BK (Bimbingan dan Konseling) mengambil peran besar dalam mengatasi berbagai problem siswa di tengah maraknya kenakalan remaja dan tuntutan untuk membentuk mental generasi muda yang siap berjuang di era global. Sementara masih terdapat persepsi yang salah dari siswa dan guru tentang fungsi dan peran guru BK di sekolah. Masih banyak sekolah yang memposisikan guru BK sebagai polisi sekolah dengan tugas menangani anak-anak “nakal‟ (dalam persepsi sekolah), yang melanggar tata tertib sekolah. Pihak sekolah (kepala sekolah dan jajarannya) akan mengirim anak-anak “nakal‟ kepada guru BK, akibatnya timbul image negatif bagi anak-anak yang masuk ruang BK sebagai anak “nakal” yang tidak taat peraturan atau yang melanggar tata tertib sekolah. Anak-anak yang dipanggil guru BK adalah anak yang bermasalah.

Fenomena diatas menimbulkan persepsi negatif tentang figur guru BK, yang membuat siswa enggan berkonsultasi dengan guru BK di sekolah. Dampak yang kemudian timbul adalah guru BK yang harus proaktif memanggil siswa yang dipandang mempunyai masalah. Proses konseling di sekolah selama ini lebih banyak merupakan inisitif dari guru BK atau atas rujukan dari pihak lain (kepala sekolah, walai kelas), siswa sendiri belum tentu menginginkan bantuan karena merasa tidak mempunyai masalah. Dalam kondisi demikian, konseling direktif mendominasi pelaksanaan konseling di sekolah. James (2008) mengemukakan bahwa dalam kondisi krisis, konseling direktif lebih tepat diterapkan agar dapat mengatasi masalah dengan segera. Hal ini pula yang banyak terjadi d sekolah-sekolah, banyak keadaan darurat yang menuntut uluran tangan konselor sekolah.





1.2.      Rumusan masalah

1.      Pengertian konseling direktif
2.      Langkah – langkah konseling directif
3.      Contoh dialog konseling directif


1.3.      Tujuan

Untuk mengerti dan memahami pentingnya konseling direktif dalam bimbingan konseling.


1.4.      Manfaat

Membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan sengaja, secara teliti dan berhati-hati.





























BAB II
TINJAUAN LITERATUR


I.                   Pembahasan

A.    Hakekat Konseling direktif

Konseling direktif disebut juga counselor centered approach yakni konseling yang pendekatannya terpusat pada konselor (Prayitno, 1999). Dalam konseling direktif, konselor lebih aktif dan berperan dari pada konseli. Konselor mengambil peran besar selama proses konseling, termasuk dalam mengambil inisiatif dan pemecahan masalah, sementara peran konseli sangat kecil, tidak banyak mengeluarkan pendapat dan pandangannya berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Selama proses konseling aktivitas lebih banyak didominasi oleh konselor sebagai penentu arah konseling dan pengambil keputusan.

Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Edmond G. Willamson J.G. Darley . Williamson menegaskan bahwa dalam pendekatan ini konselor menyatakan pendapatnya dengan tegas dan terus terang. Darley menguraikan bahwa konseling model ini seperti situasi jual beli karena konselor berusaha menjual gagasannya mengenai keadaan konseli, serta perubahan-perubahan yang diharapkan (Yeo, 2007). Guru BK yang menggunakan pendekatan direktif menempatkan konselor sekolah sebagai „master educator’, yang membantu siswa mengatasi masalah dengan sumber-sumber intelektual dan kemampuan yang dimiliki.

Tujuan konseling yang utama adalah membantu siswa untuk merubah tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional, dengan sengaja, secara teliti dan berhati-hati. Lahirnya konseling direktif dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa konseli adalah orang yang mempunyai masalah dan membutuhkan bantuan orang lain. Adakalanya seseorang yang sedang bermasalah tidak bisa menemukan apa penyebab ketidaknyamanan yang dirasakan, tidak bisa mengetahui apa yang sumber konflik yang sedang dialami dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam kondisi demikian diperlukan orang lain yang dapat melihat secara objektif masalah yang sedang dirasakan serta memberikan tawaran-tawaran jalan keluar yang bisa ditempuh. Konselor dapat memberikan pandangan tentang keluar dari suatu masalah atau menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan konseli.




B.     Kelemahan dan kelebihan konseling direktif

Konseling direktif mempunyai beberapa kelemahan disamping kelebihan sebagai suatu pendekatan. Kelemahan utama pendekatan ini adalah tidak adanya pengakuan terhadap potensi dan kemampuan konseli untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan. Akibatnya dominasi proses konseling berada di tangan konselor sehingga konseli bersifat pasif, kurang inisiatif dan lebih banyak menjadi pendengar. Kurangnya keterlibatan konseli selama proses konseling tidak hanya membuat konseli pasif, tetapi juga tidak membuat konseli makin dewasa dan memiliki kemampuan mengambil keputusan.

Kelemahan lain yang timbul akibat keterlibatan konselor yang besar selama proses konseling adalah kurang tepatnya jalan keluar yang diambil dengan keinginan atau harapan konseli, yang bisa disebabkan oleh ketidakakuratan data, atau kurangnya kelengkapan data bahkan mungkin karena kesalahan dalam analisis data. Pendekatan direktif memerlukan kemampuan yang lebih baik dari konselor untuk menggali data secara lengkap dan teliti serta menganalisisnya dengan hati-hati (Yeo, 2007). Konselor juga perlu wawasan dan kemampuan intelektual yang mewadai agar dapat memberikan tawaran dan jalan keluar yang tepat. Selama proses konseling konselor lebih aktif dan mendominasi pembicaraan, karena itu diperlukan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang mewadai agar konselor selalu dapat mengisi sesi konseling dengan baik. Keberhasilan pendekatan konseling direktif banyak ditentukan oleh kemampuan konselor menggali data secara lengkap dan objektif, ditentukan oleh kemampuan konselor menganalisis data dan mencari jalan keluar yang tepat sesuai kebutuhan konseli.

Dibalik kelemahan-kelemahan tersebut pada dasarnya terkandung kelebihan dari konseling direktif. Pendekatan konseling direktif tepat diterapkan di sekolah yang siswa-siswinya mempunyai masalah tetapi tidak mempunyai inisiatif datang kepada konselor, tepat untuk siswa yang pada umumnya pasif dan kurang responsif terhadap peran penting konselor sekolah. Sebagaimana diungkap oleh James (2007), bahwa konseling direktif tepat digunakan untuk klien yang berada dalam keadaan krisis tetapi tidak mempunyai inisiatif memecahkan masalahnya. Konseling direktif juga tepat digunakan pada klien yang tidak merasa mempunyai masalah, tepat diterapkan pada klien rujukan (dari orang tua, wali kelas), yang bukan inisitifnya sendiri.

Konseling direktif juga tepat diterapkan pada budaya tertentu, dimana orang cenderung memerlukan nasehat atau jalan keluar yang jelas dan nyata (Yeo 2007), dari pada harus mendiskusikan jalan keluar. Pendekatan ini tepat untuk klien yang pasif, kurang inisiatif dan dalam kondisi putus asa. Pandangan dan arahan konselor akan sangat berguna dari pada konsele harus memikirkan jalan keluarnya yang memerlukan banyak energi. Dalam kondisi demikian konseling direktif mempunyai beberapa keunggulan (Master, 2004) yaitu : lebih cepat atau tidak memerlukan banyak waktu, terutama untuk mendorong agar konseli berbicara, mengemukakan pandangan dan ide-idenya, lebih mudah karena hanya memimpin dan mengarahkan dari pada menfasilitasi konseli agar mau mengemukakan pendapatnya, konselor bisa lebih fokus pada kepentingan masalah yang spesifik, memberikan kebebasan kepada konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting yang diperlukan konseli, ada kesempatan bagi konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.


C.  Prinsip Dasar

Prinsip dasar konseling ciri dan faktor (trait dan factor), adalah sebagai berikut:

Manusia itu pada dasarnya memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk. Makna hidup itu adalah mencari kebaikan dan menolak keburukan. Oleh karena itu dalam rangka konseling, konselor harus optimis tentang hakikat manusia dan harus percaya bahwa individu itu dapat belajar menyelesaikan masalah-masalahnya teristimewa jika mereka belajar menggunakan kemampuan-kemampuannya.

Manusia tidak dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya tersebut secara penuh tanpa bantuan orang lain.
Dimensi kehidupan yang baik adalah “ekselen” (excellence), dan dengan peranan konselor dalam konseling klien dapat mencapai tingkat ekselen dalam segala hal dari kehidupannya.

Baik buruknya hidup manusia banyak tergantung pada “hubungan” antara manusia dengan alamnya. Dari hubungan dengan alamnya ini ada dua kemungkinan, yakni: (a) individu sendirian dalam ketidakramahan alama, dan (b) alam ramah dan cocok dengan perkembangan individu manusia.

D.  Konsep Dasar / Konsep Kunci

Model konseling “ciri dan faktor” (trait and factor) digolongkan pada kelompok model konseling yang mengutamakan dimensi kognitif atau rasional dalam perlakuannya terhadap klien. Oleh karena itu, implikasi utama dari model konseling ini adalah “penggunaan tes psikologi” sebagai alat yang dipandang valid untuk memperoleh informasi yang obyektif mengenai keadaan diri individu atau klien. Model konseling ini menerangkan kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki seseorang atau klien secara intelektual, logis, dan rasional; demikian pula dalam menerapkan teknik-teknik konseling untuk membantu memecahkan kesulitan klien dilakukan secara rasional pula.

Para ahli dalam model konseling ini banyak memusatkan perhatiannya pada penggunaan atau pengembangan tes psikologi sebagai alat utama untuk memahami sifat-sifat dan kepribadiaan seseorang atau klien. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui tes psikologi, dapat dilakukan analisis dan interpretasi yang cermat dan akurat terhadap ciri-ciri kepribadian individu (klien), seperti: kemampuan intelektual, bakat, minat, sifat-sifat umum meupun sifat-sifat khususnya. Dengan hasil tes psikologi ini dapat diterangkan dan diprediksi kemampuan-kemampuan, faktor-faktor, dan sifat-sifat individualnya; dan dengan demikian dapat pula direncanakan teknik-teknik bimbingan dan konseling yang relevan dan intensif untuk individu (klien) mengembangkan dirinya dalam bidang pendidikan atau pekerjaan yang sesuai.

Meskipun analisis “trait and factor” dalam metodologi bimbingan dan konseling ini bersifat intelektual, logis, dan rasional; namun dasar filsafatnya bukanlah rasionalisme ataupun esensialisme. Dasar filsafat model konseling ini lebih dekat dengan empirisme, mempunyai pandangan yang optimistic bahwa walaupun manusia sudah dibekali dengan pembawaan, namun hal itu sama sekali tidak menentukan. Williamson menyebut dasar filsafatnya adalah personalisme, yang memandang manusia sebagai makhluk individual yang unik dan memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat dikembangkan hingga mencapai tingkat yang ekselen (excellent).

Yang menjadi dasar digunakannya tes psikologi dalam metodologi bimbingan dan konseling menurut pandangan model konseling “ciri dan faktor” (trait and factor), adalah;

Bahwa perkembangan manusia dan kepribadiannya ditentukan oleh faktor-faktor dan sifat-sifat umum (general traits) yang terdapat pada semua orang, dan sifat-sifat khusus (unique traits) yang berebda pada orang yang satu dengan orang lainnya.

Bahwa perilaku manusia terjadi menurut hukum-hukum yang dapat dimengerti melalui hubungan antara berbagai faktor dan sifat yang dimilikinya (Cattel).

Bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh sistem, struktur, dan faktor-faktor psikologis yang dimiliki baik yang bersifat khusus/khas (unique traits) maupun yang bersifat umum (common traits). Oleh karenanya dikemukakan bahwa: ersonality is the more or less stable and enduring organization of a person’s character, temperament, intellect and physique, with determines his unique adjustment to the environment (Eysenk, 1960).

  1. Karena setiap individu adalah terorganisir (organized) dan memiliki berbagai potensi dan pola-pola kemampuan yang unik, dan karena kualitas hal-hal tersebut relatif menjadi stabil sesudah masa adolesen; maka tes psikologi dapat diandalkan secara obyektif untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik tersebut.
  2. Kepribadian dan pola-pola minat individual mempunyai korelasi dengan perilaku kerja teretntu. Konsekuensinya, diperlukan identifikasi mengenai karakteristik perilaku kerja yang berhasil yang dapat digunakan sebagai informasi dalam membantu pengembangan karier individu.
  3. Perumusan kurikulum sekolah pada setiap jenjang dan jenis pendidikan tertentu,, mensyaratkan kemampuan tertentu sesuai tujuan yang dilembagakan. Individu akan lebih mudah dan efektif dalam belajarnya bilamana potensi dan bakatnya kongruen dengan tuntutan kurikulum.
  4. keberhasilan proses pendidikan mempunyai korelasi dengan keakuratan penempatan potensi siswa. Dalam rangka itu, diagnosis merupakan prasyarat mendasar bagi usaha pengembangan dan modifikasi proses pendidikan.
  5. Setiap individu memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengenal secara kognitif kemampuan-kemampuannya, dan berusaha mengatur, memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan dirinya untuk mencapai kepuasan yang tinggi.

Jadi, berdasarkan pikiran-pikiran di atas dikembangkanlah penggunaan tes psikologi dalam metodologi bimbingan dan konseling di sekolah sebagai alat yang dipandang cukup akurat untuk memperoleh informasi yang obyektif mengenai diri siswa atau konseli.

E.  Hubungan Konselor-Klien

Tanpa mengurangi pentingnya teknik-teknik konseling, model konseling “ciri dan faktor” (trait-factor) memberi penekanan pada pentingnya human relationship di dalam konseling. Di dalam membantu individu mengembangkan diri menjadi menusia yang penuh (full humanity), dibutuhkan hubungan yang sangat individual (highly individualized) dan pribadi (Personalized). Hubungan yang bersifat pribadi itu dimaksudkan agar konselor dapat menempatkan diri secara emosional dan psikologis dalam kehidupan diri klien. Dalam hubungan ini tidak semata-mata “problem centered”, artinya bantuan tidak langsung atau tidak segera ditujukan pada pemecahan masalahnya, tetapi mengembangkan kemampuan individu untuk memecahkan sendiri masalahnya. Suatu hubungan didasarkan pada martabat dan kehormatan bantuan terhadap klien mencapai kesimpulan hipotesis tentatif yang bermanfaat, yaitu memotivasi klien sampai bisa menggunakan potensinya secara penuh (motivated him into his full potentiality).

F.  Proses Konseling

Proses konseling “cirri dan faktor” (trait and factor) tercermin dalam tahapan-tahapan tertentu. Tahap-tahap tersebut merupakan langkah-langkah konseling yang sudah barang tentu harus urut dalam pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah konseling ‘ciri dan faktor” (trait and factor), adalah sebagai berikut:

  1. Analisis (Analysis).Langkah ini merupakan langkah pengumpulan
data atau informasi tentang diri klien termasuk lingkungannya. Pengumpulan data yang akurat biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai metode atau teknik utamanya tes psikologis dan dari berbagai aspek kepribadian klien. Dengan kata lain, pengumpulan data dilakukan secara integrative dan komprehensif.

  1. Sintesis (Synthesis). Pada langkah ini, yang dilakukan konselor adalah
mensintesiskan data mana yang relevan dan berguna dan yang tidak, dengan keluhan atau gejala yang muncul. Dalam membuat sintesis, konselor memadukan, menyusun, dan merangkum data yang telah ada untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan diri individu klien.

  1. Diagnosis (Diagnosis). Pada langkah ini konselor menetapkan atau merumuskan kesimpulan tentang masalah klien serta latar belakang atau sebab-sebabnya. Secara rinci yang dilakukan konselor, adalah:
Melakukan identifikasi masalah secara deskriptif, misalnya: tergantung, kekurangan informasi, konflik internal atau konflik dalam diri sendiri, kecemasan dalam membuat pilihan, tidak ada masalah (Bordin).
Menemukan sebab-sebab. Dalam hal ini biasanya mencari hubungan antara masa lalu – masa kini – masa depan, karena dengan ini dapat diperoleh kejelasan. Dalama proses ini sering konselor menggunakan intuisinya yang kemudian dicek dengan logikanya.

  1. Prognosis (Prognosis). Pada langkah ini konselor memprediksi tentang
kemungkinan keberhasilan klien dari proses konseling, artinya memprediksi tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dari kegiatan-kegiatannya selama konseling, serta merumuskan bentuk bantuan yang sesuai.

  1. Perlakuan (Treatment)atau konseling. Langkah ini merupakan langkah usaha menerapkan metode sebab-akibat. Langkah ini merupakan inti dari pelaksanaan konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
-          Menciptakan atau meningkatkan hubungan baik antara konselor dengan klien
-          Menafsirkan data yang telah ada dan mengkomunikasikannya kepada klien
-          Memberikan saran atau ide kepada klien, atau merencanakan kegiatan yang dilakukan bersama klien
-          Membantu klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
-          Jika perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk memperoleh diagnosis atau konseling dalam masalah yang lain.

f. Tindak lanjut (Follow-Up).

Langkah ini merupakan langkah untuk menentukan apakah usaha konseling dilakukan itu efektif atau tidak. Usaha-usaha koneling yang dapat dilakukan pada langkah ini, adalah berusaha mengetahui:
-          Apakah klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah dirumuskan atau belum
-          Bagaimana keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
-          Perubahan-perubahan apa yang perlu dibuat jika ternyata belum atau tidak berhasil
-          Melakukan rujukan (referral) jika perlu.


II.                Tehnik dan Langkah Konseling Direktif 

Konsep direktif lahir dari anggapan dasar bahwa konseli membutuhkan bantuan dan konselor membantu menemukan apa yang menjadi masalahnya dan apa yang mesti kerjakan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, konseling direktif bisa menggunakan beberapa tehnik. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain :

1.      Menggali informasi tentang diri konsele. Tehnik ini dapat dilakukan mengkonfrontasikan antara informasi dengan kenyataan yang sebenarnya dalam diri konsele. Dengan cara ini diharapkan konseli dapat mengevaluasi kembali sikap dan pandangannya
2.      Case history, digunakan sebagai alat diagnosa dan teraputik dengan tujuan membantu dalam ”rapport”, mengembangkan kartasis, memberikan keyakinan kembali dan kembali mengembangkan ”insight
3.      Pengungkapan konflik, situasi konflik sengaja ditimbulkan, konseli dihadapkan pada situasi yang memancing sikapnya dalam menghadapi realita dan konseli di motivasi untuk memecahkanya




Teknik-teknik utama yang digunakan dalam konseling “Ciri dan faktor” (Trait and Factor), adalah:

  1. Memperkuat kesesuaian antara konselor dengan klien (forcing conformity).
Dalam teknik ini konselor senantiasa berusaha menjaga atau memelihara bahkan memperkuat adanya kesesuaian antara dirinya dengan klien.

  1. Mengubah lingkungan klien (changing environment).
Dalam teknik ini konselor menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien dengan cara mengubah lingkungan klien sedemikian rupa sehingga klien menjadi lebih cocok dan merasa “enjoy” berada di lingkungan tersebut.

  1. Memilihkan atau menempatkan klien pada lingkungan yang sesuai (selecting appropriate environment).
Dalam teknik ini konselor tidak menyarankan klien untuk bertahan di lingkungan klien yang sekarang, melainkan menyarankan pindah tempat atau lingkungan yang kondusif.

  1. Mendorong klien belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan (learning needed skills).
Dalam teknik ini, konselor mendorong klien untuk lebih proaktif belajar keterampilan yang sesuai untuk pemecahan masalahnya maupun keterampilan hidup lainnya.

  1. Mengubah sikap klien (changing attitudes).
Dalam teknik ini, atas pertimbangan yang tepat konselor bukannya mengubah lingkungan klien ataupun memindahkan klien ke lingkungan yang lain, melainkan justru mengubah sikap-sikap klien yang tidak tepat agar terjadi perubahan sedemikian rupa sehingga selanjutnya klien merasakan kebahagiaan (happiness).


III.              Percakapan Konseling Direktif

Contoh 1:

Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Nopember, karena keterbatasan waktu wawancara hanya dilakukan kepada As’ad untuk melengkapi hasil observasi. Adapun hasil wawancara dengan As’ad secara verbatim disajikan dibawah ini:



Baris
Isi wawancara
Baris
Masalah Yang Ditemukan
1



5




10




15




20




25




30




35




40




45




50




55




60




65




70




75




80




85




90




95



100




105




110




115



119
+ Selamat siang mas As’ad
++ Siang pak! (agak tidak suka)
+ maaf mengganggu belajar mas As’ad sebentar
++ tidak apa-apa pak
+ terima kasih. Kalau boleh tau sepulang dari sekolah bisaanya apa kegiatan mas As’ad?
++ bisaanya saya tidak langsung pulang pak, mampir kewarung kopi dulu, baru pulang
+ kenapa mas As’ad tidak langsung pulang dan lebih memilih kewarung kopi dulu?
++ dari pada di rumah dimarahi terus sama orang tua pak, lebih baik kewarung kopi bisa kumpul dengan teman-teman yang lain.
+ bisaanya kewarung kopi mana dan apa yang mas As’ad lakukan di sana?
++ warung kopinya di Maduran Pak di desa saya sendiri, ya Cuma nongkrong saja Pak, kadang-kadang ya sambil main remi (main kartu).
+ sepulang dari warung kopi, apa As’ad juga ikut mengaji di mushollah, saya dapat informasi dari sekolah katanya bapak anda pak haji?
++ yang haji kan orang tua saya pak. Bisaanya ya tidur pak kalau tidak ada acara keluar dengan teman.
+ kalau begitu kapan As’ad belajar?
++ tidak pernah belajar pak, belajar juga buat apa, wong saya ini tidak pernah diperhatikan oleh orang tua saya kok.
+ masuk As’ad tidak memperhatikan?
++ saya itu sebenarnya kepingin masuk ke STM (Sekolah Teknik Mesin), tapi orang tua tidak pernah mau mendengarkan keinginan saya dan akhirnya saya sekolah di SMA Wachid Hasyim ini pak.
+ kalau boleh tau apa yang menjadi alasan orang tua As’ad lebih memilih SMA daripada STM?
++ orang tua saya itu kepinginnya saya jadi guru agama, saya pernah dipondokkan di pesantren Langitan Tuban tapi saya tidak kerasan.
+ apa karena tidak boleh masuk STM itu yang membuat As’ad selalu membolos sekolah?
++ iya pak, lawong saya itu tidak berminat sekolah diselain STM, ya mau bagaimana lagi pak, saya itu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
+ As’ad bisa bertanya pada teman-teman yang lain kan?
++ teman-teman tidak ada yang suka dengan saya pak, soalnya kata teman-teman saya itu kalau bicara arogan. Makanya saya sering bolos karena saya tidak punya teman di sekolah, lebih baik saya kewarung kopi banyak yang menghargai saya.
+ apa As’ad tidak merasa rugi kalau As’ad selalu membolos sekolah?
++ tidak pak buat apa wong saya memang sudah tidak suka sekolah disini. Kalau orang tua saya mau memindahkan ke STM ya saya akan rajin sekolah pak.
+ belajar mesin kan tidak hanya di sekolah, As’ad bisa ambil kursus mesin sambil tetap sekolah. Selain As’ad senang orang tua As’ad juga senang. Apa As’ad tidak pernah coba membicarakan kepada orang tua As’ad?
++ saya itu jarang bicara dengan orang tua saya pak, begitu juga dengan orang tua saya. Paling-paling kalau mau marahi atau menyuruh saya saja baru bicara. Mereka itu tidak pernah mau tau dengan keinginan anak-naknya. Makanya kakak saya dulu juga sering dapat masalah di sekolah seperti saya ini.
+ jadi komunikasi As’ad dengan orang tua selama ini bagaimana?
++ ya seperti yang saya bilang tadi pak.
+ menurut informasi dari guru BK, As’ad juga tidak punya sopan santun pada guru dan tidak pernah ikut kegiatan ekstra kulikuler, apa benar demikian?
++ saya tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra kulikuler karena tidak ada yang saya sukai pak, jadi buat apa saya ikut. Kalau tidak sopan dengan para guru….saya sopan kok pak (defend)
+ pernah tidak As’ad bicara sendiri saat pelajaran berlangsung?
++ sering pak, saya tidak suka dengan pelajarannya makanya saya tidak mau mendengarkan pak.
+ apa As’ad selalu mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh pak guru?
++ tidak pak.
+ baik, apa alasan As’ad tidak pernah memasukkan baju dan berambut panjang?
++ biar keren pak, biar kelihatan macho, kalau tidak begini tidak ada cewek yang naksir saya donk pak, sudah bodoh dan tidak keren. Kalau begini kan keren pak.
+ lalu apa yang membuat As’ad tidak pernah mematuhi peraturan orang tua?
++ mereka juga tidak pernah memperhatikan saya pak.
+ maksud As’ad?
++ mereka kan maunya menang sendiri. Mereka juga tidak pernah memberii penghargaan atas prestasi saya. Saya pernah menag juara 1 dalam lomba menggambar tingkat kecamatan. Semua teman memberii ucapan selama. Tapi orang tua saya bisaa saja dan tidak menghargai saya.
+ baik, kalau begitu untuk sementara cukup dulu. Terima kasih dan minggu depan saya akan memanggil As’ad lagi untuk mendengarkan keinginan-keinginana As’ad yang nanti akan saya sampaikan kepada orang tua As’ad. Bagaimana anda bersedia.
++ asalkan untuk saya pak.
+ baik.





5 – 9




12








21 – 26





26 – 28



31 -34








40 – 45









50 -53




55 – 60









65-70













80 -84




85 – 89





90 – 93



95-100





103-105






105-110














Keluyuran




Selalu dimarahi ortu








Tidak mau mengikuti aturan orang tua.




Tidak pernah belajar



Tidak suka dengan sekolahnya.







Membolos sekolah
Tidak bisa mengikuti pelajaran.







Tidak disukai oleh teman




Tidak punya motivasi









Komunikasi dengan orang tua tidak baik.












Tidak pernah ikut ekstra kulikuler



Tidak mendengarkan guru





Tidak pernah mengrjakan PR


Tidak pernah berpakaian rapi




Tidak diperhatikan orang tua





Tidak pernah dihargai orang tua













Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos sekolah saudara As’ad disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1.      Faktor internal
Faktor emosi, dalam hal ini adalah ketidak mampuan subjek secara emosi dalam mensikapi perlakuan orang tua yang terlalu otoriter dan tidak memberi ruang diskusi pada subjek. Sehingga subjek merespon sikap orang tua yang demikian dengan melakukan perilaku-perilaku yang melanggar aturan-aturan keluarga dan aturan-aturan sekolah. Ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh  Kartini Kartono (1998), bahwa gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.
Ketidak mampuan subjek dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah. Philip Graham (1983) menjelaskan bahwa factor ketidak mampuan subjek dalam menyesuaikan diri juga dapat menyebabkan perilaku delinkuen.

Reaksi frustrasi. Dalam hal ini adalah ketidak puasan subjek terhadap keputusan memasukkan dirinya ke sekolah SMA, yang kemudian direspon secara negative oleh subjek, seperti tidak mau memperhatikan guru dan membolos.

2.      Faktor eksternal
Pola asuh keluarga yang otoriter. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Santrock, menurutnya faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja , semidal overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia (Sarwono, 2001).

Lingkungan sekolah. Kondisi sekolah yang belum memiliki tenaga Psikolog membuat As’ad cuma menjadi bahan cemoohan dan tidak mendapat problem solving yang tepat, akibatnya As’ad cenderung menarik diri dari pergaulan sekolah dan lebih memilih bergaul dengan remaja-remaja yang nongkrong di warung kopi.

CONTOH 2 :
Konselor          : GURU BK
Kenseli            : ARIN (siswi kelas 2 SMA)
Lokasi             : Ruang BK SMA Karya Bhakti – Bekasi
Waktu             : 09.00 wib s/d 9.30 wib
Tanggal           : 18 November
Permasalahan  : Jarang masuk sekolah ( Sakit 10 hari + Alpa 10 hari )

Data sekolah   :
Arin anak tunggal yang baru pindah kota dari Gresik, karena pekerjaan orang tuanya mengharuskan pindah ke Bekasi. Orang tuanya bekerja sebagai pengusaha dibidang konstruksi.

=============================================================  

ARIN              : Permisi bu... (kepala nya sambil melonggok kedalam ruangan yang pintu nya sudah terbuka sedikit)
GURU BK      : Masuk rin, istirahat ya ?
ARIN              : iya bu... ada apa bu saya dipanggil ?
GURU BK      : Gini lho... ibu dapat laporan, Arin kamu jarang masuk sekolah ya ? apa betul ?
ARIN              : hehe....
GURU BK      : kenapa ?
ARIN              : Sakit bu
GURU BK      : Sakit apa ?
ARIN              : Typus bu
GURU BK      : Surat dokter ini hanya 10 hari, tapi kenapa di absen kamu sudah 20 hari tidak masuk  sekolah, malah yang 10 hari ini kamu tidak ada keterangan ? kenapa sebenarnya ?

Hmmm....sejenak arin terdiam...

ARIN              : Saya sering pusing aja bu jadi kalo mau berangkat sekolah nggak kuat
GURU BK      : Memang sudah berapa lama kamu sering pusing ?
ARIN              : dari kelas 2 bu
GURU BK      : Kamu sudah periksa darah di dokter belum ?
ARIN              : sudah bu...
GURU BK      : Trus hasil nya bagaimana ?
ARIN              : tensi darah saya tinggi bu...
GURU BK      : Berapa ?
ARIN              : 140/90
GURU BK      : Ha.... kok bisa ? kamu kan masih muda kenapa bisa kena darah tinggi ? kamu jarang olah raga ya ?
ARIN              : hehe....iya bu
GURU BK      : kalo pola makan kamu bagaimana ?
ARIN              : biasa aja bu
GURU BK      : biasa nya kalo pulang sekolah kamu ngapain ?
ARIN              : pulang sekolah ya...makan trus tidur siang bu
GURU BK      : Bangun jam berapa ?
ARIN              : jam 6 sore bu...trus mandi
GURU BK      : trus malam nya kamu tidur jam berapa ?
ARIN              : susah tidur bu, kadang jam 3 baru bisa tidur
GURU BK      : Memang kamu nggak ikut les ?
ARIN              : Les fisika dan kimia bu
GURU BK      : trus kalo les bagaimana ?
ARIN              : ya les aja kayak biasa
GURU BK      : nggak ngantuk ?
ARIN              : Ya....sebenarnya ya..ngantuk hehe....
GURU BK      : Nah...itu dia masalah nya, kamu usahakan habis makan jangan dibiasakan langsung tidur siang tapi melakukan aktifitas dulu, trus minimal 1 atau 2 jam kemudian baru kamu bisa tidur siang dan itu pun juga jangan terlalu lama, maksimal 1 jam untuk tidur siang
ARIN              : iya bu..
GURU BK      : kamu bilang iya, tapi bener dijalankan, jangan bilang iya aja lho... karena kamu masih muda jaga kesehatan dan pola hidup yang benar terutama pola tidur kamu... dengan pola tidur siang kamu yang terlalu lama, makanya kamu malam hari susah tidur dan pagi waktu jam sekolah kamu jadi pusing kan ?
ARIN              : iya sih bu...
GURU BK      : kamu tahu nggak, bahwa anak seusia kamu kalo kebanyakan jam tidur akan membuat diri kamu  jadi malas melakukan aktifitas, pengen nya rebahan aja kan ? dan kamu sudah terbiasa mengikuti rasa malas kamu, jadi pengen nya tidur dan tidur aja....
ARIN              : menggangguk..
GURU BK      : memang orang tua kamu nggak melarang kalo kamu tidur terus ?
ARIN              : kan mereka nggak tau bu...
GURU BK      : memang nya orang tua kamu jarang dirumah kemana ? kok sampai nggak tahu kebiasaan tidur kamu ?
ARIN              : Ayah dan ibu kan kalo pulang kerja sukanya malam hari paling cepet jam 10 malam, dan mereka juga sering keluar kota.  Paling saya dirumah berdua sama mbak win (pembantunya)
GURU BK      : Oh...gitu, ya udah kalo begitu dari diri kamu dulu punya motivasi untuk merubah kebiasaan tidur nya. Apalagi kamu kan cewek..dan apa kamu juga nggak pengen suskses kayak orang tua kamu ?
ARIN              : ya pengen sih... (sambil tersenyum malu)
GURU BK      : makanya coba dari hari ini nanti pulang sekolah  dan setelah makan jangan langsung tidur, tapi coba kamu belajar dulu apa yang sudah didapat disekolahan hari ini... biar kamu nggak lupa dengan pelajaran disekolah hari ini, karena kalo kebanyakan tidur ingat ..tadi ibu bilang apa ? jadi jadi malas gerak kan ? dan itu  juga yang membuat kamu kena kolesterol dan mengakibatkan darah tinggi di usia kamu yang masih muda... Apa kamu nggak takut nanti tuanya ? kalo sekang aja kamu udah kena kolesterol ?
ARIN              : hehe.....
GURU BK      : kamu tahu kan akibat darah tinggi itu akan berlanjut bagaimana ?
ARIN              : stroke
GURU BK      : Nah itu kamu harus pikirkan, apa kamu mau kena stroke dini ?
ARIN              : nggak (sambil geleng kepala )
GURU BK      : makanya mulai hari ini kamu belajar atur kegiatan, jangan diikutu rasa malas kamu, nanti lama-lama kamu juga akan terbiasa ...
ARIN              : iya bu
GURU BK      : besok jumat kamu datang lagi ke ruangan ibu ya...
ARIN              : kenapa lagi bu ?
GURU BK      : ibu pengen lihat kamu mau berubah atau tidak, jika kamu benar-benar ingin berubah maka kamu pasti menuruti apa yang sudah ibu sampaikan tadi ...
ARIN              : hehe... iya bu
GURU BK      : jangan lupa hari senin minggu depan dibawa jadwal kegiatan nya ini ya...tapi ibu minta sudah ditanda tangani sama orang tua kamu
ARIN              : iya..
GURU BK      : ini semua juga buat kesehatan dan kebaikan kamu, nanti yang merasakan perubahan itu adalah kamu sendiri bukan ibu.... saya hanya bisa melihat saja kamu berubah ibu sudah senang.
GURU BK      : berdiri dan menjabat merangkul arin sembari membimbing ke arah pintu, karena bel masuk sudah berdentang tanda jam istirahat sudah selesai.

=============================================================

Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos sekolah saudara Arin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1.Faktor internal
Faktor kebiasaan malas, dalam hal ini adalah ketidakmampuan subjek bersikap disiplin dalam mengontrol kebiasaan tidur sesudah makan siang dan waktu tidur yang lama, sehingga hal ini mengakibatkan pola hidup yang malas dalam beraktifitas dan dampak pada kondisi fisik subjek adalah terkena tekanan darah tinggi, pusing kepala yang membuat subjek harus sering membolos sekolah.

2.Faktor eksternal
Pola asuh keluarga yang Pola asuh Permisif : Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

3.Solusi dari sekolah bagi subjek adalah :

1.      Guru BK memberikan pengarahan dan bimbingan yang intens kepada subjek untuk lebih displin dalam menjalankan kegiatan sekolah, memberikan gambaran dampak kedepan dari kebiasaan malas nya sekarang, memberikan jadwal kegitan yang dapat dipantau oleh pihak sekolah khusus nya guru BK.

2.      Memberikan informasi kepada orang tua subjek dan pengarahan agar lebih memperhatikan perkembangan dan kebiasaan anak yang berdampak pada sikap malas dan kondisi subjek yang terjadi sekarang.





BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan

Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa manusia merupakan makhluk rasional  dan memiliki potensi-potensi yang bias dikembangkan ke arah positif atau negatif. Manusia dipandang tidak akan bisa berkembang secara otonom, melainkan butuh pertolongan orang lain agar dapat mencapai batas kemampuannya secara penuh. Setiap orang merupakan pribadi yang unik yang memiliki aneka bakat dan kemampuan dan yang berusaha menata serta mengembangkan hidupnya dengan menggunakan potensi-potensinya yang unik itu.

-          Hakikat kecemasan seseorang adalah ketidak-pastian tentang cara menggunakan potensi-potensinya itu.

-          Tujuan konseling adalah menolong sang individu untuk secara bertahap dan pelan-pelan semakin memahami dan semakin terampil mengatur dirinya sendiri.

-          Teknik-teknik penting yang digunakan meliputi: mencoba menekan agara patuh, mengubah lingkungan, memilih lingkungan, mengajarkan aneka keterampilan yang diperlukan, dan mengubah sikap.

-          Tes-tes dan alat ukur lain juga banyak dipakai. Riwayat hidup konseli perlu diungkap agar konseling dapat dilaksanakan. Diagnosis dan prognosis merupakan keharusan. Klien harus dinasehati apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.

-          Pendekatan direktif ini biasanya cocok dipakai terhadap klien-klien ‘normal’ yang butuh ditolong agar merasa siap menghadapi aneka tuntutan penyesuaian sebelum berkembang konflik-konflik di dalam dirinya. Dalam pendekatan ini  konselor berperan aktif.


II. Daftar Pustaka :

  1. Prof. Dr. Soeharto, M.Pd. Hand-Out Mata Kuliah Teori-Teori Konseling. 2011.

2.      Hurlock., E. B., 1993, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.

3.      Kartono., Kartini, 1998, Patologi Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.

  1. Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
5.      Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius.

6.      Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.
7.Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi,  Jakarta:Erlangga.
8.      Sarwono., Sarlito Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta:Radja Grafindo Persada.

9.      Sudarsono, 1995, Kenakalan Remaja, Jakarta:Rineka Cipta.










Sekian & Terimakasih