Kamis, 28 Juni 2012

Sejarah pengukuran intelegensi

Seperti yang sudah diketahui bahwa masing-masing individu berbeda-beda intelegensinya. Karena perbedaan tersebut sehingga antara individu tidak sama kemampuannya dalam memcahkan suatu persolan yang dihadapi. Mengenai perbedaan intelegensi ini terdapat dua pandangan:
Perbedaan Kualitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu memang secara kulaitatif berbeda, jadi pada dasarnya memang berbeda.
Pandangan Kuantitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu karena perbedaan materi yang diterima atau karena perbedaan dalam proses belajarnya. Meskipun demikian, kedua peandangan tersebut mengakui bahwa antara individu memiliki intelegensi yang berbeda.
Persoalan lain yang timbul dalam hal ini adalah tentang cara mengetahui taraf intelegensi tersebut. Dalam masalah ini, beberapa ahli psikologi yang memberikan kontribusinya adalah:
1. Sejarah Tes Intelegensi
Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja. Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi mandarin.
Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan Perancis.
Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun 1890. buku ini berisi serangkaian tes intelegensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam ukuran tersebut adalah: 
  1. Dinamo meter peasure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap sebagai indikator aspek psikofisiologis 
  2. Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang dianggap memiliki komponen mental didalamnya. 
  3. Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda. 
  4. Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal. 
  5. Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil yang masih dapat dirasakan seseorang. 
  6. Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan timbulnya reaksi tercepat. 
  7. Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang. lebih”mental”daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif. 
  8. Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi “ space judgment’ 
  9. Judgment of 10second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam ‘time judgment’( subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun). 
  10. Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap perhatian dan ingatan( subyek diminta mengulang huruf yang sudah disebutkan 1x)
2. Latar Belakang Tes Intelegensi 
  1. E. Seguin (1812 – 1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard (1906). E. Seguin digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi. 
  2. Joseph Jasnow (1863 – 1944) adalah merupakan salah satu dari beberapa orang yang pertama kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis. 
  3. G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. 
  4. August Oehr mengadakan penelitian inhmetasi antara berbagai fungsi psikologis (h. 14). 
  5. E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, di antaranya yaitu:
  • Koordinasi motoric 
  • Asosiasi kata-kata 
  • Fungsi persepsi 
  • Ingatan 
      6.  Dan E. Kraepelin juga mengembangkan tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes penataran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.
Di samping itu berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk yang buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar tahun 1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.
3. Jenis-Jenis Tes Intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :
a) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya: 
  • Stanford – Binet Intelegence Scale. 
  • Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS) 
  • Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC) 
  • Wechster – Ault Intelegence Scale (WAIS) 
  • Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI)
b) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya: 
  • Pintner Cunningham Prymary Test 
  • The California Test of Mental Makurity 
  • The Henmon – Nelson Test Mental Ability 
  • Otis – Lennon Mental Ability Test 
  • Progassive Matrices
c) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan
Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa:
  • The California Test of Mental Maturity (CTMM) 
  • The Henmon – Nelson Test Mental Ability 
  • Otis – Lennon Mental Ability Test, and 
  • Progassive Matrices. (22)
Ada kalsifikasi atau standar tingkat IQ yang cukup berpengaruh yaitu klasifikasi dari Wechsler yang menciptakan tes WISC yang diperuntukan bagi anak-anak pada tahun 1949. Adapun kalsifikasi IQ-nya.
Name
IQ
Very superior
130 +
Superior
120 – 129
Bright normal
110 – 119
Average
90 – 109
Dull normal
80 – 89
Borderline
70 – 79
Mental defective
69 and below
(Harriman, 1958)
4. Teori-Teori dan Pendekatan-Pendekatan Tentang Intelegensi
Diantara beberapa uraian ringkas mengenai teori intelegensi beserta tokohnya masing-masing sebagai berikut: 
  • Alfred Binet mengatakan bahwa intelegensi bersifat monogenetik yaitu berkembang dari suatu faktor satuan. Menurutnya intelegensi merupakan sisa tunggal dari karekteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. 
  • Edward Lee Thorndike, teori Thorndike menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai kemampuan spesifik yang ditampikan dalam wujud perilaku intelegensi.
  • Robert J. Sternberg, teori ini mentikberatkan pada kesatuan dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya teorinya lebih berorientasi pada proses. Teori ini disebut juga dengan Teori Intelegensi Triarchic. Teori ini berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara:
a. Intelegensi dan dunia internal seseorang
b. Intelegensi dan dunia eksternal seseorang
c. Intelegensi dan pengalaman
Adapun dalam memahami hakikat intelegensi, Maloney dan Ward (1976) engemukakakn empat pendekatan umum, yaitu. 
  1. Pendekatan Teori Belajar. Inti pendekatan ini mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru. 
  2. Pendekatan Neurobiologis. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Perilaku intelegensi menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan neuro-fisiologisnya. 
  3. Pendekatan Psikomotorik. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak atau sifat psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap dua arah study, yaitu: Bersifat praktis yang menekankan pada pemecahan masalah, dan Bersifat teoritis yang menekankan pada konsep dan penyusunan teori 
  4. Pendekatan Teori Perkembangan
Dalam pendekatan ini, studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kuantitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis individu.
Faktor-Faktor dalam Intelegensi
Dalam intelgensi akan ditemukan faktor-faktor tertentu yang para ahli sendiri belum terdapat pendapat yang sama seratus persen. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor dalam intelegensi
1. Thorndike dengan Teori Multi-Faktor
Teori ini menyatakan bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang terdiri dari elemen-elemen, tiap elemen terdiri dari atom-atom, dan tiap atom itu terdiri dari stimulus-respon. Jadi, suatu aktivitas adalah merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi satu dengan yang lainnya.
2. Spearman
Menurut Spearman intelegensi mengandung 2 macam faktor, yaitu: 
  • General ability atau general faktor (faktor G). Faktor ini terdapat pada semua individu, tetapi berbeda satu dengan yang lainnya. Faktor ini selalu didapati dalam semua “performance”. 
  • Special ability atau special faktor (faktor S). Faktor ini merupakan faktor yang khusus mengenai bidang tertentu. Dengan demikian, maka jumlah faktor ini banyak, misalnya ada S1, S2, S3, dan sebagainya sehingga kalau pada seseorang faktor S dalambidang tertentu dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut.
Menurut Spearman tiap-tiap “performance” adanya faktor G dan faktor S, atau dapat dirumuskan. P=G+S
3. Burt
Menurut Burt dalam intelegensi terdapat 3 faktor 
  • Special ability atau special faktor (faktor S) 
  • General ability atau general faktor (faktor G) 
  • Common ability atau common faktor disebut juga group factor (faktor C)
Faktor ini merupakan sesuatu kelompok kemampuan tertentu seperti kemampuan kelompok dalam bidang bahasa. Sehingga rumus “performance” menjadi P=G+S+C
4. Thurstone
Thurnstone mempunyai pandangan tersendiri. Dia berpendapat bahwa dalam intelegensi terdapat faktor-faktor primer yang merupakan “group factor”, yaitu:
  1. Spatial relation (S). Kemampuan untuk melihat gambar tiga dimensi 
  2. Perceptual speed (P). Kecepatan dan ketepatan dalam mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan atau dalam merespon detil-detil visual. 
  3. Verbal comprehension (V). Kemampuan memahami bacaan, kosakata, analogi verbal, dan sebagainya. 
  4. Word fluency (W). Kecepatan dalam menghubug-hubngkan kata dengan berbagai rima dan intonasi. 
  5. Number facility (N). Kecepatan ketepatan dalam perhitungan 
  6. Associative memory (M). Kemampuan menggunakan memori untuk menghubungkan berbagi assosiasi. 
  7. Induction (I). Kemampuan untuk menarik suatu kesimpulan suatu prinsip atau tugas.
Menurutnya faktor-faktor tesebut berkombinasi sehingga menghasilkan tindakan atau perbuatan yang intelegen.

Selasa, 26 Juni 2012

Pengertian Psikologi Komunitas


Di Indonesia Psikologi Komunitas dibahas sebagai “Kesehatan Masyarakat” dalam disiplin ilmu kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Psikologi Komunitas juga merupakan subbagian dalam Psikologi Sosial, Sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tapi dalam hal ini Psikologi Komunitas akan diuraikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang lain dalam hal gangguan emosional, penyesuaian diri dan masalah-masalah psikologis lainnya.
Dalam pendekatan psikologi klinis, treatment diberikan kepada seseorang atau kelompok yang mengalami gangguan atau yang memiliki masalah dan klien menerima treatment tersebut. Kenyataannya seringkali sulit untuk memastikan siapa yang memerlukan terapi atau bantuan psikologis. Dilihat dari pandanan sosiokultual, lingkungan sosio kltural dan interaksinya dengan subjek atau sekelompok subjeklah penyebab munculnya gangguan jiwa, hal ini dikarenakan tuntutan sosial kepada subjek untuk mengikuti kondisi yang berlaku misalnya norma sosial, dan lainnya.
Banyak perubahan-perubahan dalam tatanan masyarakat sekarang ini yang menyebabkan banyaknya muncul gejala-gejala sosial seperti kemiskinan, kekumuhan, polusi udara, pengungsian penduduk bahkan bencana alam sangat memungkinkan munculnya ancaman gangguan-gangguan psikologis terutama dalam hal gangguan emosional. Kondisi ini membutuhkan suatu pendekatan yang tidak menggunakan cara tradisional dari psikologi klinis, tetapi membutuhkan sutau pendekatan menyeluruh yakni pendekatan komunitas.
            Psikologi komunitas pada dasarnya terkait dengan hubungan antar sistem sosial, kesejahteraan dan kesehatan individu dalam kaitan dengan masyarakat. Psikologi komunitas didefinisikan sebagai sutau pendekatan kepada kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkunan dalam menciptakan masalah atau mengurangi masalah. Psikologi komunitas berfokus pada arah permasalahan kesehatan mental dan sosial  yang  dikembangkan melalui intervensi juga riset dengan setting mencakup  masyarakat dan komunitas pribadi.
 Seorang ahli yang bernama Rapaport mengemukakan bahwa pespektif dari psikologi komunitas memberikan perhatian pada tiga hal utama yakni (Phares,1992):
  1. Pengembangan sumber daya individu.
  2. Aktivitas politik.
  3. Ilmu Pengetahuan.
Adapun mengenai bentuk penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas menurut Bloom (dalam Phares,1992) ada lima: Intervensi dalam komunitas, penekanan pencegahan, intervensi dalam komunitas dilakukan dalam populasi yang terbatas, promosi dalam pelayanan tak lamgsung misalnya melalui pelatihan dan pemberdayaan, pelaksanaan yang dilakukan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu.
Ada beberapa konsep yang sangat melekat pada pendekatan psikologi komunitas, yakni pada :
·        Pencegahan. Pencegahan dari gangguan psikologis bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita. Terdiri dari tiga yakni pencegahan primer, sekunder dan tertier.
·        Pemberdayaan manusia. Pemberdayaan manusia dalam masyarakat bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah munculnya gangguan-gangguan psikologis.
A.    Fokus dalam strategi intervensi
Price dkk (dalam Phares,1992) mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis dan orientasi komunitas dalam strategi komunitasnya. Orientasi klinis memperhatikan bagaimana mengatasi gangguan pada tingkat individual, organisasi,dan komunitas. Orientasi komunitas disisi lain mengutamakan peningkatan kompetensi.
B.    Metode intervensi dan perubahan dalam pendekatan komunitas (korchin, 1976)
·        Konsultasi
·        Mengadakan layanan masyarakat
·        Intervensi krisis
·        Intervensi pada usia dini
·        Pengembangan berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan  dengan membuat tulisan singkat tentang upaya yang cepat untuk mengatasi berbagai keadaan darurat misal kecemasan dan mengatasi stress
PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN PSIKOLOGI KOMUNITAS
Prinsip dasar yang perlu diperhatikan program pengembangan komunitas :
1)      Pengembangan komunitas pada dasarnya merupakan sebuah proses pengorganisasian masyarakat yang harus dilaksanakan secara sistematis
2)      Perorganisasian masyarakat hendaknya dipertimbangan dan diterjemahkan dalam tindakan prinsip : collective interest, targets, action, action plan, contribution.
3)      Kegiatan dalam pengembangan komunitas perlu mengutamakan partisipasi anggota komunitas
Prevensi terdiri tiga macam:
1)      Prevensi primer
2)      Prevensi sekunder
3)      Prevensi tersier
Prinsip utama psikologi komunitas dalam aplikasi dan peranannya Nietzel dkk (sunberr,2002) :
1)      Psikologi komunitas tidak lagi memandang perilaku hanya ditentukan oleh faktor biologis
2)      Psikologi komunitas memandang bahwa yang bersifat intervensi dan pencegahan perlu dilakukan di tempat orang yang tinggal dalam komunitas
3)      Kegiatan intervensi untuk meningkatkan kesehatan mental dan kegiatan pencegahan gangguan sosial psikologis tidak lagi ditunjukkan bagi perubahan perseorangan namun perubahan sistem sosial.

Adi Handoko (11080029)
Universitas Borobudur 2012

Psikologi klinis Anak dan Pediatri


Diperkirakan sekitar 8 juta anak di AS membutuhkan pelayanan kesehatan mental (Robert dalam Trull dan Phares, 2001). Bagi negara berkembang, jumlah itu barangkali bisa lebih banyak lagi.
Perhatian yang besar pada kekhususan psikologi untuk anak berkembang karena beberapa temuan, yaitu :
·        Bertambah banyaknya kasus psikopatologi anak, yakni 22%
·        Banyak gangguan yang terjadi pada anak-anak yang mempunyai konsekuensi serius pada usia dewasa.
·        Kebanyakan gangguan pada masa dewasa mungkin berasal dari masalah pada masa kanak-kanak yang tidak terdiagnosis
·        Perlu dilakukan intervensi untuk mencegah berlanjutnya suatu gangguan pada anak sampai dewasa.

DEFINISI
Definisi Pediatri dari bahasa Yunani yaitu Pedos (anak) dan iatrica (pengobatan) atau ilmu tentang pengobatan anak. Istilah ini mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1963. Chaplin(2002;357) menyampaikan bahwa pediatri adalah cabang khusus dari kedokteran yang menekuni penyakit anak-anak. Istilah lain untuk menyebut pediatri adalah ilmu kesehatan anak (Maramis,1994) yang terdiri dari tiga macam pediatri yaitu pediatri klinis, pediatri pencegahan, dan pediatri sosial.
Secara umum baik itu psikologi anak klinis, pediatri maupun  psikologi pediatri, ketiganya membahas permasalahan kesehatan anak dalam hal assesmen, intervensi, pencegahan, dan konsultasi. Terdapat perbedaan antara psikologi pediatri dan psikologi anak klinis. Psikologi anak klinis berkaitan dengan pemahaman terhadap gejala-gejala psikolopatologi anak dan remaja yang setting bekerjanya dapat di tempat-tempat praktek pribadi maupun pasien di luar klinik berbeda halnya dengan psikologi pediatri yang merupakan  bidang psikologi anak klinis yang berada dalam setting kerja medis seperti rumah sakit, klinik-klinik perkembangan atau praktek medis (dalam Phares dan Trull,2001)
Survei terhadap psikologi anak klinis dan psikologi pediatri yang membedakan keduanya (Phares dan Trull,2001) :
1.      klinik pediatri dicirikan oleh orientasi behavioral dengan kecenderungan untuk menggunakan strategi intervensi yang segera dan jangka pendek. Sebaliknya psikologi anak klinis lebih meluas orientasinya (psikodinamika dan keluarga/orientasi sistem)
2.      Psikologi pediatri cenderung menempatkan penekanan yang lebih luas pada persoalan medis dan biologis dalam pendekatan mereka terhadap pelatihan, penelitian dan pelayanan. Sedangkan psikologi klinis anak cenderung memberikan tempat yang lebih besar terhadap penelitian dalam asesmen, proses perkembangan dna terapi keluarga

SEJARAH
            Menjelang akhir tahun 1800an dan awal tahun 1900an, beberapa perkembangan terjadi dengan meningkatnya fokus pada anak-anak. Sejarah psikologi klinis anak berawal pada tahun 1896 ketika Witmer melakukan tritmen terhadap anak yang mengalami problem belajar dan berperilaku mengganggu di kelas, bersamaan dengan berdirinya ”Psychologycal Clinic”. Perkembangan ini termasuk identifikasi dan perawatan terhadap anak yang mengalami keterbelakangan mental, perkembangan tes intelegensi, formulasi psikoanalisis dan behaviorisme serta merebaknya klinik-klinik bimbingan anak (Trull dan Phares, 2001).
            Tren yang berkembang mencapai puncaknya pada apa yang saat ini dinamakan dengan psikologi anak klinis. Bidang ini berorientasi pada asesmen, tritmen dan pencegahan bermacam persoalan. Psikologi pediatri berkembang berikutnya sebagai sebuah kekhususan ketika psikologi pediatri ini menjadi tampak nyata dapat menghadapi seluruh problem yang ada pada masa kanak-kanak sebagaimana yang dilakukan psikologi anak klinis (Roberts dalam Trull dan Phares, 2001). Anak-anak yang relatif tak bermasalah mengunjungi ahli pediatri karena membutuhkan dukungan dan konseling, lebih banyak daripada intervensi medisnya.
Kasus yang ditangani oleh psikologi pediatri
  1. Perilaku negatif =  tantrum, menangis
  2. toileting = ngompol, toilet training
  3. Hambatan perkembangan = bicara, evoraktivitas
  4. sekolah = membaca, tidak suka sekolah
  5. Tidur = mimpi buruk, menolak waktu tidur
  6. Kepribadian = rendah kontrol diri, mencuri
SEBUAH PERSPEKTIF PERKEMBANGAN
      Dari sudut pandang perkembangan, problem-problem psikologis pada anak dan remaja dihasilkan dari beberapa penyimpangan pada satu atau lebih area perkembangan (kognitif, emosi, biologis, perilaku, dan sosial) apabila dibandingkan dengan anak dalam kelompok usia yang sama. Pada saat yang sama adalah penting untuk mengetahui :
1.      Perkembangan merupakan proses aktif dan dinamis
2.      Problem-problem perkembangan yang sama mungkin mengarah pada hasil yang berbeda (gangguan klinis)
3.      Problem perkembangan yang berbeda mungkin mengarah pada hasil yang sama
4.      proses perkembangan dan kegagalan dalam perkembangan dapat saling berinteraksi
5.      proses perkembangan dan lingkungan saling mempengaruhi

RESILLIENCE (DAYA TAHAN)
Istilah resillience mengacu pada kualitas-kualitas yang ada pada individu yang berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan dan memperoleh hasil-hasil perkembangan yang baik (Masten / Coatsworth dalam Trull dan Phares, 2001)
Ciri-ciri individu, keluarga dan pengaruh di luar keluarga yang berkaitan dengan resiliensi anak-remaja :
  1. Individu,
Fungsi intelektual yang baik, menarik, mudah bergaul, percaya diri, harga diri tinggi,banyak bakat / kemampuan, keyakinan
  1. Keluarga
Hubungan dekat dengan figur orang tua yang memperhatikan. Gaya asuh : hangat, harapan tinggi, tersturktur, sosial-ekonomi mendukung, hubungan dengan jaringan keluarga besar yang supportif
  1. Konteks di luar keluarga
Memiliki ikatan prososial dengan orang dewasa di luar keluarga, hubungan dengan organisasi prososial, hadir di sekolah

ASSESMEN
            Asesmen terhadap anak dan remaja berbeda dengan orang dewasa karena umumnya anak dan remaja jarang mencari tritmen sendiri. Memperkirakan sifat dan keparahan problem merupakan hal penting ketika melakukan asesmen terhadap anak dan remaja. Misalnya problem mungkin sangat spesifik seperti kecemasan berangkat sekolah atau justru bersifat umum seperti depresi atau hilangnya minat terhadap tugas-tugas sekolah. Sebuah sejarah kasus dapat digunakan untuk mengumpulkan pemahaman secara tepat mengenai bagaimana berkembangnya suatu problem (Trull dan Phares, 2001). Alat-alat yang digunakan dalam asesmen terhadap anak-remaja adalah interview, tes intelegensi, tes prestasi, tes proyeksi, dan checklist. Bentuk-bentuk asesmen lain adalah asesmen untuk neoropsikologi, asesmen kognitif, dan asesmen keluarga (Trull dan Phares, 2001).

INTERVENSI
            Intervensi yang diberikan pada anak dan remaja memiliki perbedaan namun secara umum sama dengan intervensi untuk dewasa. Perbedaan anak-anak tidak merujuk pada dirinya sendiri untuk melakukan tritmen, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk introspeksi dan melaporkan diri sebagaimana orang dewasa. Kesamaan menggunakan teori-teori yang digunakan, baik psikoanalisa, orientasi behavioristik, humanistik, dan terapi kelompok maupun terapi keluarga

CEDERA PADA ANAK
            Perkembangan anak secara fisik banyak mempengaruhi kondisi emosinya. Apa yang terjadi pada anak ketika kecil dapat mempengaruhi konstelasi emosi anak, apalagi bila sesuatu yang terjadi menimbulkan gangguan nyata secara fisik dan psikologis. 10%-20% anak yang mengalami cidera kepala berat akan mengalami masalah dengan ingatan jangka pendeknya dan menunjukkan respon yang lebih lambat terutama jika mengalami koma sekurangnya tiga minggu. Selain itu, lebih dari setengahnya akan mengalami gangguan syaraf. Anak yang mengalami cedera kepala hendaknya segera dibawa ke dokter agar dapat dievaluasi (diagnosa) dengan cermat. 

Adi Handoko (11080029)
Universitas Borobudur 2012

Senin, 25 Juni 2012

Konseling Kelompok


 Konseling Kelompok
         Konseling kelompok memiliki tujuan preventif & kuratif
         Konseling kelompok seringkali berorientasi masalah/topik, dengan isi dan tujuan ditentukan oleh anggota
         Peran konselor adalah memfasilitasi interaksi diantara anggota, membantu proses saling belajar satu anggota dengan lainnya, membantu anggota mengembangkan tujuan pribadi, dan mendorong anggota untuk menerjemahkan pemahaman mereka ke dalam rencana konkrit yang melibatkan perilaku yang meluas di luar kelompok
         Konselor memainkan peran dengan mengajari anggota untuk berfokus pd here-and-now dan mengidentifikasi hal-hal yang ingin digali di dalam kelompok

Persamaan dgn konseling individual:
  1. Tujuan: self integration, self direction, responsibility
  2. Konselor menciptakan situasi penerimaan.
  3. Klien dibantu mencermati dan peka terhadap perasaan dan sikapnya
  4. Menjamin privasi dan kerahasiaan klien

Perbedaan :

Ø      Insight bahwa tidak hanya klien yang mengalami masalah itu lebih mudah
Ø      Anggota konseling tidak hanya menerima bantuan tapi juga membantu orang lain.
Ø      Efektivitas konseling tergantung kohesivitas kelompok
Ø      Tugas konselor di tahap awal lebih berat karena harus memenuhi tuntutan dan memuaskan banyak orang dalam satu waktu

Nilai Lebih Konseling Kelompok
Klien belajar:
v     Memahami orang lain dan cara pandangnya
v     Mengembangkan penghargaan yang lebih dalam pada orla, terutama yang berbeda dengan dirinya
v     Mencapai ketrampilan sosial yang lebih besar dengan peer group
v     Berbagi dengan orang lain
v     Memperjelas masalah, pikiran, nilai dan ide melalui diskusi dengan oral
v     Menyediakan empati dan dukungan yang diperlukan untuk menciptakan suasana kepercayaan yang dapat menuntun pada pengungkapan dan penggalian.
v     Anggota kelompok dibantu utk mengembangkan keterampilan yang sudah dimiliki dalam mengatasi masalah interpersonal sehingga konseli diharapkan akan dapat mengatasi masalahnya di kemudian hari

 Proses Konseling Kelompok :

A.Tahap pembentukan kelompok:
Pemilihan anggota
Ø      Tujuan: agar tidak ada anggota yang mundur di tengah jalan
Ø      Syarat: memiliki kesamaan tema dan taraf permasalahan, tujuan, usia/kematangan
Ø      Catatan: orang yang terlalu agresif, pemalu dan memiliki gangguan penyesuaian diri berat tidak dapat dimasukkan kelompok
Ø      Besarnya kelompok: 6-12 orang/ klp
Ø      Rancangan frekuensi pertemuan: 1-2 kali seminggu
Ø      Lama sesi: anak F 30 -45 menit, remaja & dewasa F 90 menit
Ø      Lama terapi: minimal 10 kali pertemuan
Ø      Setting: sesuai jumlah anggota (tidak terlalu padat, tidak terlalu kosong)
B. Tahap involvement
Ø      Mempersiapkan anggota: perkenalan, interview awal
Ø      Konselor menjelaskan aturan main agar kelompok dapat berfungsi baik
Ø      Menentukan apakah kelompok bersifat terbuka/tertutup dan apakah keanggotaannya bersifat sukarela/ terpaksa
C.Tahap Transisi (transition stage):
merupakan tahap yang penuh konflik karena masing-masing klien masih menyesuaikan diri dengan anggota lainnya
D.Tahap terapi (working stage):
kelompok mulai kohesif, kerjasama dapat dilakukan, masing-masing anggota sudah dapat memahami/ berempati pada anggota lain
E.Tahap akhir (ending stage):
dilakukan jika semua masalah telah selesai


Kenseling pada kelompok khusus :
Ø      Konseling kelompok untuk anak-anak
Ø      Konseling kelompok remaja
Ø      Konseling kelompok mahasiswa
Ø      Konseling kelompok lanjut usia

Konseling kelompok untuk anak-anak
         Dapat bertujaun untuk preventif atau kuratif
         Di sekolah, konseling kelompok diberikan untuk anak-anak yang menunjukkan perilaku tertentu, mis: berkelahi berlebihan, tidak mampu menjalin hubungan dengan teman, atau diabaikan.
         Anak-anak memiliki kesempatan untuk mengekspresikan perasaan mereka dan masalah yang mereka hadapi
         Mengidentifikasi anak yg memiliki gangguan perilaku atau emosi sangat penting.

 Konseling kelompok remaja
Ø      Sangat tepat diberikan pada remaja karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan konflik-konflik perasaan mereka, menggali keraguan diri/self-doubt, dan menyadari bahwa anggota-anggota saling berbagi perhatian diantara mereka
Ø      Anggota memungkinkan remaja untuk menanyakan secara terbuka nilai-nilai mereka dan memodifikasi nilai-nilai yang perlu diubah
Ø      Remaja belajar berkomunikasi dengan teman-teman mereka, mereka mengambil keuntungan dari modelling yang disediakan oleh konselor, dan menguji keterbatasan mereka
Ø      Memberikan kesempatan kepada anggota untuk saling bertumbuh
Ø      Anggota dapat mengekspresikan perhatian mereka dan didengarkan, mereka dapat membantu satu dengan lainnya menuju pemahaman diri dan penerimaan diri

Konseling kelompok mahasiswa
         Pada saat memasuki masa kuliah, remaja terpreokupasi dengan keinginan untuk mengembangkan intelektualitas, mengabaikan pertumbuhan emosional dan sosial
         Tujuan utama dari konseling kelompok mahasiswa adalah menyediakan anggota kesempatan untuk bertumbuh, mengambil keputusan karir, hubungan interpersonal, masalah identitas, rencana pendidikan, perasaan terisolasi, dll yg terkait untuk menjadi individu yang mandiri.

Konseling kelompok lanjut usia
         Muncul perasaan tidak produktif, tidak dibutuhkan & tidak diinginkan pada masa tua à melihat tidak adanya lagi harapan, dibiarkan sendirian, dan tidak berguna
         Tujuan konseling kelompok : mendapatkan kembali integritas & penghargaan diri à membantu anggota keluar dari isolasi dan menawarkan dukungan yang diperlukan untuk menemukan makna dalam kehidupannya sehingga mereka dapat hidup sepenuhnya dan tidak hanya sekedar ada

Contoh Konseling Kelompok
Ø      Di RSJ, konselor diminta untuk mendesain dan memimpin kelompok untuk konseli dengan berbagai macam permasalahan (untuk yang ingin meninggalkan RS & kembali memasuki masyarakat, atau juga untuk keluarga pasien)
- Kelompok vokasional, kelompok pelatihan asertif, kelompok duka cita, kelompok rekreasional
         Di pusat kesehatan mental masyarakat (community mental health center), pusat konseling universitas, atau klinik pribadi, konselor diharapkan untuk memberikan konseling kelompok dlm setting yg beragam (usia, masalah, SES, tingkat pendidikan, etnis, latar belakang budaya)
à    Konseling kelompok untuk wanita, pengembangan kesadaran untuk pria, psikoedukasi untuk ortu, ketergantungan alkohol untuk anak/pasien kanker/gangguan makan, konseling untuk kelompok dukungan HIV/AIDS, kelompok orang lanjut usia.
à    Di sekolah, konselor akan diminta utk membentuk kelompok eksplorasi karir, self-esteem, anak korban perceraian, keterampilan interpersonal, dan pertumbuhan pribadi
à    Di sekolah menengah, konseling kelompok ditujukan pada siswa-siswa yang menjalani rehabilitasi ketergantungan obat, korban kekerasan, atau melewati krisis tertentu.