Selasa, 06 November 2012

Sejarah,Tujuan, Klasifikasi, Etika Tes Psikologi



1. SEJARAH PERKEMBANGAN PENGETESAN

Sejarah awal
¢     Perbedaan individu dapat dievaluasi
¢     Plato dan Aristoteles sudah menulis tentang perbedaan individu dalam kemampuan dan temperamen.
¢     Untuk menjadi pegawai kerajaan Cina à harus diuji à masih secara lisan.
Abad ke 19
¢     Perbedaan individu dalam kemampuan mental dan sensori motor lebih sebagai gangguan atau sumber kesalahan.
¢     Pengukuran fisik sudah dilakukan oleh observer  berdasarkan kemampuan persepsi.
¢     Memberikan hasil yang berbeda-beda (orang berbeda; orang sama kesempatan berbeda)
¢     Beralih pada penyusunan instrumen yang lebih akurat dan konsisten.
¢     Minat ini dipicu oleh tulisan Charles Darwin, dan bangkitnya psikologi ilmiah.
¢     Wilhelm Wundt, Ebbinghaus dll à gejala psikologi dapat dideskripsikan dalam istilah kuantitatif dan rasional.
¢     Penelitian oleh psikiatris dan psikolog Perancis mengenai gangguan mental memengaruhi perkembangan teknik pemeriksaan dan pengetesan klinis.
¢     Memacu psikolog Amerika untuk mengembangkan ukuran  terstandarisasi atas prestasi belajar skolastik.
¢     Psikolog Eropa seperti berperan dalam pengukuran mental.
¢     Galton à kecerdasan berdasarkan keturunan; memikirkan tes dan prosedur untuk mengukur perbedaan individu dalam kemampuan dan temperamen; menemukan teknik korelasi.
¢     Cattel à Menghubungkan skor pada pengukuran waktu bereaksi dan diskriminasi sensorik dengan nilai sekolah.
¢     Alfret Binet à psikolog pertama yang menyusun tes mental pertamaà memprediksi pencapaian skolastik.
Awal abad ke-20
¢     Binet dan Simon mengembangkan prosedur untuk mengidentifikasi anak yang tidak mampu mengikuti pelajaran di kelas.
¢     Mereka menyusun tes, awalnya untuk anak-anak dan diperluas untuk orang dewasa.

Perkembangan Saat ini.
¢     Teori respons item (item response theory=IRT) à memungkinkan para penyusun tes untuk memahami hubungan antara respons terhadap masing-masing item dan antisipasi terhadap tingkat kesulitan berdasarkan teori tes.
¢     Teknologi komputer


2. TUJUAN PENGGUNAAN TES
  1. Menyaring para pelamar kerja, program pelatihan dan pendidikan.
  2. Promosi, mutasi dalam situasi kerja.
  3. Dasar untuk melakukan konseling.
  4. Mendiagnosis dan menentukan perawatan psikologi dan fisik di rumah sakit.
  5. …..

3. KLASIFIKASI TES PSIKOLOGI
Tes dapat dikelompokkan menurut isi, cara penyusunan  tes, tujuan penggunaan, cara pengelolaan, penyekoran, dan interprestasi tes (Aiken, 2008):
1. Tes standar vs non standar.
  • Tes standar à untuk mendapatkan sampel yang mewakili orang dari populasi yang akan diadakan tes.
  • Ada prosedur tetap untuk pengelolaan dan pemberian skor yang sama terhadap peserta tes
  • Tes yang terstandarisasi memiliki norma, berfungsi sebagai dasar interpretasi skor.
  • Tes non standarisasi à disusun dengan cara informal.

2. Tes Individual vs Kelompok (waktu)
  • Tes individual seperti WISC
à    Tes kelompok seperti APM

3. Speed vs power (batas waktu tes)
  • speed à terdiri atas item mudah, waktu ketat.
  • power à item lebih sulit.
4. Tes objektif vs non objektif (metode pemberian skor).
  • objektif sangat mudah diberikan skor.
  • contoh tes kepribadian, tes essai,  interpretasi sangat subjektif.

5. Tes Kognitif vs afektif (menurut isi atau proses mental)
  • Tes kognitif : tes prestasi belajar (achievement test), tes bakat (aptitude tes) à Tes Kemampuan
  • Tes afektif : mengukur minat, sikap, kepribadian, dll.
Teknik: observasi, inventori, proyektif

Cronbach (1976):
Tes diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu:

1. Maximum performance
            à Tes yang mengungkap performansi maksimal
¢     Mengungkap seberapa baik subyek dapat melakukannya.
¢     Subyek didorong untuk berusaha sebaik mungkin.
¢     Administrasinya harus jelas, batas waktu disampaikan.
¢     Contoh: tes inteligensi, tes kemampuan khusus (tes bakat

2. Typical performance
¢     Tes yang mengungkap performansi tipikal.
¢     Mengungkap apa yang cenderung dilakukan oleh subjek dalam situasi-situasi tertentu.
¢     Biasanya subyek tidak mengetahui apa yang diharapkan darinya, karena memiliki struktur yang tidak jelas sehingga sulit untuk menebak jawaban yang terbaik.
¢     Contoh:inventori minat, skala sikap, inventori kepribadian.

4. STANDAR ETIKA PENGETESAN
  1. Menjaga keamanan materi pengetesan sebelum dan sesudah pelaksanaan tes.
  2. Menghindari pemberian label berbasis individu pada skor tes tunggal.
  3. Mengikuti hukum hak cipta, menghindari foto kopi.
  4. Mengurus dan memberikan skor tes dengan tepat
  5. Mengungkapkan hasil hanya pada orang berwenang

Jumat, 14 September 2012

Konseling Keluarga


DASAR-DASAR FAMILY COUNSELING
Pusat dari system interpersonal dalam tiap kehidupan seseorang adalah keluarga. Seorang bayi belajar bagaimana hidup dan menerima kehidupan itu melalui interaksinya dalam keluarga. Interaksi seseorang di masa depan memperlihatkan intensitas ikatan emosi dan kepercayaan dasar terhadap diri dan dunia luar yang dihasilkan pada interaksi awal dalam keluarga (Framo, 1976, dalam Kendall, 1982 : 517).

Saat anak-anak tumbuh dan matang, mereka berubah dalam banyak hal dan keluargapun berubah pula. Hal ini berlangsung selama perkembangan seseorang dalam rentang kehidupannya. Jika anak, remaja, atau orang dewasa mengalami disfungsi psikologis, masalah ini mungkin berawal dari konflik yang tak terpecahkan dalam keluarga di masa lalu (Jackson, 1965, dalam Kendall, 1982).
Misalnya suatu pasangan mungkin membawa anak mereka untuk konseling/terapi, hanya untuk menyatakan bahwa  masalah mereka dengan anaknya hanyalah masalah sekunder dalam konflik perkawinannya. Hal ini mungkin kasus dimana anak terjebak di tengah-tengah di antara masalah kedua orangtuanya, yang dapat mengembangkan symptom-simptom seperti anxiety, tidak patuh atau gagal di sekolah, dimana hal ini menyebabkan tekanan terhadap situasi keluarga.

Demikian juga halnya dengan klien dewasa, dimana mungkin berusaha menanggulangi perasaan depresinya, sebagai akibat dari konflik perkawinannya yang sangat mengganggu kepercayaan dirinya, dengan mengembangkan penghargaan diri yang besar.

Weakland (1960, dalam Imbercoopersmith, 1985) membuat hipotesa bahwa seseorang yang mengalami gangguan perilaku berat merupakan korban dari pesanpesan ketidakrukunan satu pihak dengan pihak lain dalam keluarga.

Minuchin (1974, dalam Imbercoopersmith, 1985) menjelaskan tentang “Triad yang kaku”, yaitu meliputi :
(1) “detouring”, dimana orang-orang yang lebih dewasa menyerang atau overproteksi terhadap anak;
(2) “koalisi orang tua –anak”, dimana salah satu orang tua dan anak bersekutu untuk melawan orang tua yang lain, dan
(3) “triangulasi”, dimana anggota (biasanya anak) berada dalam koalisi yang tertutup dengan dua anggota lain yang sedang mengalami konflik.

Imbercoopersmith (1985) menyatakan bahwa Family Conselor/Therapist harus memliki kemampuan menganalisa bagaimana pola triadic di dalam keluarga, melakukan intervensi yang efektif bagi pola triadic dengan memberikan tugas-tugas, dan menghindari hubungan yang kurang baik antara hubungan triadic para anggota keluarga dengan professional.


Meskipun masalah klien bukan karena disfungsi dalam keluarga, keluarga dapat menjadi sumber yang penting dalam proses konseling/terapi. Jadi, konselor/terapist berusaha memberi gambaran mengenai dukungan dan dorongan anggota keluarga jika individu berusaha untuk keluar dari permasalahan melalui proses konseling/terapi ini. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan seluruh anggota keluarga. Jika konselor/terapist melakukan intervensi terhadap keluarga atau pasangan, seluruh anggota keluarga hendaknya terlibat bersama.

Hal ini disebut Conjoint Conseling/Therapy, karena seluruh keluarga dilihat sebagai kelompok tunggal. Jadi, permasalahan tidak hanya didiskusikan dengan satu atau dua anggota keluarga saja. Konseling/terapi ini memliki keuntungan membawa seluruh anggota keluarga secara langsung dalam proses terapi. Hal ini memungkinkan adanya kesepakatan untuk bekerjasama untuk perubahan dan memperkecil kemungkinan anggota keluarga yang lain memberikan bimbingan yang berbeda (Kendall et al., 1982 : 517-518).

Famili Conseling/Therapy merupakan satu bentuk intervensi yang ditujukan bagi penyelesaian masalah keluarga. Pendekatan pada intervensi ini sangat concerned dengan struktur keluarga (baik dalam bentuk dyad maupun triad). Yang dimaksud dengan dyad adalah 2 orang yang diamati dan diperlakukan sebagai 1 unit, biasanya parental dyad. Sedangkan triad adalah 3 orang yang diamati sebagai 1 unit. Yang diobservasi adalah bagaimana para anggota keluarga berinteraksi satu sama lain.

Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang menjadi focus dari Famili Conseling/Therapy, yaitu :
- Mengubah sekuen perilaku diantara anggota keluarga.
- Memberanikan anggota keluarga untuk berpendapat beda dari yang lain.
- Mengusulkan beberapa alliance (persekutuan atau perserikatan) dan melemahkan beberapa yang lain.

Jadi, focus dari Family Conseling/Therapy lebih pada outcome dan perubahan, bukan pada metodenya itu sendiri.
Ukuran dari keberhasilan konseling/terapi adalah bila ada perubahan dalam family construct.
Keluarga dipandang sebagai satu unit fungsi, sehingga diperlukan pula sebagai satu kesatuan. Bila ada salah satu anggota keluarga yang menunjukkan masalah yang amat menonjol, maka ini dianggap sebagai symptom dari sakitnya keluarga.

Jadi, yang terutama diperhatikan adalah “relationship” di antara anggota keluarga. Apa yang diinterpretasi adalah suasana yang diciptakan oleh relasi keluarga itu dan bukannya symptom-symptom yang muncul (Perez, 1979).


DEFINISI FAMILY COUNSELING
Masalah keluarga merupakan gejala interpersonal. Kondisi emosi salah satu anggota keluarga berpengaruh pada setiap anggota yang lain. Bila satu anggota keluarga merasa tidak enak/discomfort, maka hal ini akan mempengaruhi anggota lainnya. Kondisi keluarga dapat dianalogikan dengan kondisi individu dalam keadaan homeostasis. Jadi dalam konseling/terapi, keadaan homeostasis struktur keluarga ini, anak-anak merupakan emotional product dari orang tua. Bila diperlukan konseling/terapi keluarga, maka ini diartikan bahwa terjadi hal yang tidak seimbang dalam keluarga, misalnya salah satu anggota kelurga mengembangkan suatu symptom tertentu yang tidak dapat ditoleransikan oleh anggota lainnya.

Orang yang mengembangkan symptom ini disebut “identified patient”. Walaupun demikian “identified patient” tidak selalu berarti penderita, karena mungkin saja anggota lain yang merasa lebih menderita dengan symptom yang dikembangkan oleh “identified patient”. Dari sudut pandang conselor/terapist, “identified patient” merupakan product dan juga mungkin kontributor dari gangguan-gangguan interpersonal keluarga. Gangguan ini berakar pada familial value dan attitude, yang saling terjalin pula dengan emosi para anggota keluarga.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Family Conseling/Therapy dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostasis, sehingga setiap anggota keluarga dapat merasa nyaman (comfortable).

Dengan maksud tersebut, conselor/terapist bekerja berdasarkan beberapa asumsi, yaitu :
1. Manifestasi keluhan salah satu anggota keluarga tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi sebagai hasil interaksinya dengan satu atau lebih anggota keluarga lainnya.
2. Satu atau dua nggota keluarga mungkin saja menunjukkan perilaku yang well- adjusted. Gambaran ini menunjukkan bahwa “identified patient” tidak selalu berarti penderita.
3. Bila keluarga secara kontinu mengikuti terapi, maka ini berarti ada motivasi yang tinggi untuk menghasilkan kondisi homeostasis.
4. Relasi orangtua akan mempengaruhi relasi di antara seluruh anggota keluarga (Perez, 1979).

PRINSIP-PRINSIP FAMILY COUNSELING
Secara garis besar, prinsip yang penting dalam pendekatan ini adalah :
1. Bukan metode baru untuk mengatasi human problem.
2. Setiap anggota adalah sejajar, tidak ada satu yang lebih penting dari yang lain.
3. Situasi saat ini merupakan penyebab dari masalah keluarga dan prosesnyalah yang harus diubah.
4. Tidak perlu memperhatikan diagnostik dari permasalahan keluarga, karena hal ini hanya membuang waktu saja untuk ditelusuri.
5. Selama intervensi berlangsung, konselor/terapist merupakan bagian penting dalam dinamika keluarga, jadi melibatkan dirinya sendiri.
6. Konselor/terapist memberanikan anggota keluarga untuk mengutarakan dan berinteraksi dengan setiap anggota keluarga dan menjadi “intra family involved”.
7. Relasi antara konselor/terapist merupakan hal yang sementara. Relasi yang permanen merupakan penyelesaian yang buruk.
8. Supervisi dilakukan secara riil/nyata (conselor/therapist center) (Perez, 1979).

TUJUAN FAMILY COUNSELING
Secara umum, tujuan family conseling/therapy adalah :
1. Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai bahwa dinamika kelurga saling bertautan di antara anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga lainnya.
3. Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga.
4. Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental terhadap anggota keluarga (Perez, 1979).

Secara khusus, family conseling/therapy bertujuan untuk :
1. Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku yang unik (idiosyncratic) dari setiap anggota keluarga.
2. Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustrasi, ketika terjadi konflik dan kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga.
3. Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati, dan mengembangkan anggota lainnya.
4. Membantu mencapai persepsi parental yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga (Perez, 1979).

KONSELING KELUARGA DAN PERKAWINAN
- Profesi konseling perkawinan dan keluarga dipelopori oleh Alfred Adler yang mendirikan klinik bimbingan anak di sekolah-sekolah dan komunitas.
- Adler mendidik orang tua tentang dinamika keluarga , rivalitas antar saudara dan pengaruh urutan kelahiran serta mengajarkan cara-cara yang sesuai dalam mendisiplinkan anak.
- Konseling keluarga terutama untuk membantu keluarga dari para penderita skizofrenia sebagai cara baru untuk memahami dan menangani penderita gangguan mental, kemudian berkembang untuk membantu keluarga-keluarga yang tidak berfungsi baik.

Pendekatan2 Konseling Keluarga
Pendekatan-pendekatan konseling keluarga lebih luas, tapi yang paling dominan adalah :
- Psikodinamika.
- Experiential.
- Behavioral.
- Struktural.
- Solution Focused.
- Narrative.
Pelaksanaan konseling perkawinan dan keluarga harus selalu dalam kerangka berpikir yang berbasis teoritis dan mengingat bahwa anggota-anggota dalam perkawinan dan keluarga adalah dalam lingkungan hidup individu dan keluarga.
Konselor juga harus menggunakan teori-teori individual atau kelompok dengan saling melengkapi atau mengurangi.

PENDEKATAN KONSELING KELUARGA PSIKODINAMIK
Pendekatan ini menggunakan cara dan strategi psikoterapi individual dalam situasi Keluarga dengan:
- mendorong munculnya insight tentang diri sendiri dan anggota keluarga.
- untuk membantu keluarga dalam pertukaran emosi
- kontak konselor hanya sementara dan konselor akan menarik diri jika keluarga telah mampu mengatasi problemnya secara konstruktif.
Dasar Pemikiran
- Proses unconsciousness mempengaruhi hubungan kebersamaan antar anggota keluarga dan mempengaruhi individu dalam membuat keputusan tentang siapa yang dia nikahi.
- Peranan Konselor : Seorang guru dan interpreter pengalaman (analisis)
Treatment : individual  kadang-kadang dengan keluarga
Tujuan Treatment :
Untuk memecahkan interaksi yang tidak berfungsi dalam keluarga yang didasarkan pada proses unconsciousness, untuk merubah disfungsional individu.
Teknik :
Transference, analisa mimpi, konfrontasi, focusing pada kekuatan-kekuatan, riwayat hidup.
Aspek-aspek yang unik :
- Konsentrasi pada potensi dalam perilaku individu
- mengukur defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) yang dasar dalam hubungan keluarga,

KONSELING KELUARGA EXPERIENTIAL (Pengalaman)
Dasar pemikiran
Masalah-masalah keluarga berakar dari perasaan-perasaan yang di tekan, kekakuan, penolakan / pengabaian impuls-impuls, kekurangwaspadaan, dan kematian emosional.

Peran konselor
Konselor menggunakan pribadinya sendiri. Mereka harus terbuka, spontan, empatic, sensitive dan harus mendemonstrasikan perhatian dan penerimaan. Mereka harus memperlakukan dengan terapi regresi dan mengajari anggota keluarga keterampilan-keterampilan baru dalam mengkomunikasikan perasaan-perasaan secara gamblang.

Unit Treatment
Difocuskan pada individu dan ikatan-ikatan pasangan.

Tujuan Treatment
Untuk mengukur pertumbuhan, perubahan, kreativitas, fleksibilitas, spontanitas dan playfulness, untuk membuat terbuka apa yang tertutup, untuk mengembangkan ketertutupan emosional dan mengurangi kekakuan, untuk membuka defencedefence, serta untuk meningkatkan self-esteem.

Teknik
Keterampilan-keterampilan komunikasi  , terapi seni keluarga, role-playing, rekonstruksi keluarga, tidak memperhatikan teori-teori dan menekankan pada intuitive spontan, berbag perasaan dan membangun atmosfer emosional mendalam dan memberi sugesti-sugesti serta arahan-arahan.

Aspek-aspek unik
Mempromosikan kreativitas dan spontanitas dalam keluarga, mendorong anggota-anggota keluarga untuk mengubah peran mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri dan pengertian pada yang lain, humanistik dan memperlakukan seluruh anggota keluarga dengan status yang sama, mengembangkan kewaspadaan perasaan di dalam dan diantara anggota keluarga, mendorong pertumbuhan.

 KONSELING KELUARGA BEHAVIORAL
Dasar pemikiran
Perilaku dipertahankan atau dikurangi melalui konsekuensi-konsekuensi, perilaku maladaptive dapat diubah (dihapus) atau dimodifikasi.
Perilaku adaptive dapat dipelajari, melalui kognisi, rational maupun irational. Perilaku dapat dimodifikasi dan hasilnya akan membawa perubahan-perubahan.

Peran konselor
Directiv, melakukan pengukuran dan intervensi dengan hati-hati, konselor tampak seperti guru, ahli dan pemberi penguat, dan focus pada problem masa sekarang.

Unit Treatment
Training orang tua, hubungan perkawinan dan komunikasi pasangan dan treatment pada disfungsi sexual, menekankan pada interaksi pasangan, kecuali dalam terapi peran keluarga.

Tujuan treatment
Untuk menimbulkan perubahan melalui modifikasi pada antecedent-antecedent atau konsekuen-konsekuen dari perbuatan, memberikan perhatian spesial untuk memodifikasi konsekuensi-konsekuensi, menekankan pada pengurangan perilaku yang tidak diharapkan dan menerima perilaku positif, untuk mengajarkan keterampilan sosial dan mencegah problem-problem melalui mengingatkan kembali, untuk meningkatkan kompetensi individu dan pasangan-pasangan serta memberikan pengertian tentang dinamika perilaku.

Teknik
Operant conditioning, classical conditioning, social learing theory, strategi-strategi kognitif – behavioral, tehnik systematic desensitization, reinforcement positif, generalisasi, kehilangan, extinction, modeling, timbal balik, hukuman, token-ekonomis, quid proquo exchanges, perencanaan, metode – metode  psikoedukasional.

Aspek-aspek unik
- Pendekatan-pendekatannya secara langsung melalui observasi, pengukuran, dan penggunaan teori ilmiah. Menekankan pada treatment terhadap problem masa sekarang. Memberikan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial khusus dan mengurangi keterampilan yang tak berguna.
- Hubungan dibangun diatas kontrol positif dan lebih pada penerangan prosedur-prosedur pendidikan dibanding hukuman.
- Behaviorisme adalah intervensi yang simple dan pragmatis dengan teknik-teknik yang bermacam-macam.

KONSELING KELUARGA STRUKTURAL

Dasar pemikiran
- Suatu patologi keluarga muncul akibat dari perkembangan rekasi yang disfungsional.
- Fungsi-fungsi keluarga meliputi struktur keluarga, sub-systems dan keterikatannya.
Peran Konselor
- Konselor memetakan aktivitas mental dan kerja keluarga dalam sesi konseling.
- Seperti sutradara teater, mereka memberi instruksi pada keduanya untuk berinteraksi melalui ajakan-ajakan dan rangkaian aktivitas spontan.
Unit treatment
- Keluarga sebagai satu system atau sub-system, tanpa mengabaikan kebutuhan individu.
Tujuan
- Mengungkap perilaku-perilaku problematik sehingga konselor dapat mengamati dan membantu mengubahnya ; untuk membawa perubahan-perubahan struktural di dalam keluarga ; seperti pola-pola organisasional dan rangkaian perbuatan.
Teknik
- Kerjasama, akomodating, restrukturusasi, bekerja dengan interaksi (ajakan,perilaku-perilaku spontan), pendalamam, ketidakseimbangan, reframing, mengasah kemampuan dan membuat ikatan-ikatan.
Aspek-aspek unik
- Yang utama adalah membangun keluarga-keluarga dengan sosioekonomis yang rendah, masalah difokuskan untuk masa sekarang, umumnya dilaksanakan kurang dari 6 bulan, konselor dan keluarga sama-sama aktif.

KONSELING KELUARGA SOLUTION FOCUSED

Menurut Jay Haley dan Cloe Madanes; keluarga bermasalah akibat dinamika dan struktur keluarga yang dan rasa aman.
Dasar Pemikiran
Orang dan keluarga dapat berubah dengan cepat. Treatment (perlakuan) dapat sederhana dan pragmatis dan berkonsentrasi pada perubahan perilaku symptomatic dan peran-peran yang kaku. Perubahan akan muncul melalui ajakan-ajakan , cobaan berat (siksaan), paradox, pura-pura/dalih dan ritual-ritual (strategic and systemic therapis), difokuskan pada pengecualian terhadap disfungsionalitas, solusi-solusi hipotetik dan perubahan-perubahan kecil. (solution-focused therapies).
Peran Konselor
- Konselor menanggapi munculnya daya tahan/perlawanan dalam keluarga dan mendesign rangkaian cerita tentang strategi-strategi untuk memecahkan masalah.
- Menerima munculnya perlawanan/daya tahan melalui penerimaan positif terhadap problem-problem yang dibawa keluarga. Konselor lebih seperti seorang dokter dalam tanggung-jawab terhadap keberhasilan treatment dan harus merencanakan dan membangun strategi-strategi.
Unit treatment
- Keluarga sebagai suatu system, meskipun pendekatan-pendekatannya secara selektif dipergunakan pada pasangan-pasangan dan individu-individu.
Tujuan treatment
- Untuk mengatasi problem-problem masa sekarang. Menemukan solusi-solusi, membawa perubahan-perubahan, menemukan target tujuan perilaku, untuk menimbulkan insigt, untuk mengabaikan hal-hal yang bukan masalah.
Tehnik
- Reframing (memasukkan dalam konotasi positif), direktif, kerelaan dan pertentangan berdasarkan pada paradox (termasuk penentuan symptom-symptom), pengembangan perubahan selanjutnya, mengabaikan interpretasi, pura-pura, hirarki kooperatif, cobaan-cobaan (siksaaan), ritual, tim, pertanyaan-pertanyaan berputar, solusi hipotetis
Aspek-aspek unik
- Terdapat penekanan pada pemeriksaan pada pemeriksaan symptom dengan cara yang positif. Treatment-nya singkat.
- Fokus pada pengubahan perilaku problematik masa sekarang. Tehniknya dirancang khusus untuk setiap keluarga. Tretment yang inovatif dan penting. Pendekaannya fleksibel, berkembang dan kreatif. Secara mudah dapat dikombinasikan dengan teori-teori lain.

TEORI KELUARGA NARRATIVE
Dasar pemikiran
Kehidupan orang dihidupkan menurut/sesuai dengan pemaknaannya. Keluarga yang mengatur kembali kehidupannya dan membuat kisah-kisahnya dengan lebih bermakna akan hidup lebih sehat.
Peran Konselor
Memberikan pertanyaan-pertanyaan dan penilai makna satu situasi bagi keluarga dan membantu mereka membuat kisah baru bagi kehidupan mereka.
Unit treatment
Seluruh anggota keluarga, bila memungkinkan.
Tujuan treatment
Mengajak keluarga untuk melihat pada kekhususan-kekhususan. Pada dilemmadilemma mereka untuk memfokuskan pada penyelesaian problem mereka.
Tehnik
- Eksternalisasi masalah, mengukur bagaimana masalah dan orang-orang saling mempengaruhi, mengembangkan dilemma-dilemma, peramalan kemundurankemunduran, penggunaan pertanyaan-pertanyaan untuk mengubah persepsi
- keluarga, menulis surat pada keluarga, penyelenggaraan bantuan pada teratment penutup.
Aspek-aspek unik
- Pendekatan ini didasarkan lebih pada penalaran narrative (pemaknaan cerita/kisah) dibanding pada teori system.
- Menekankan pada eksternalisasi problem, mengatur kembali kehidupan, penggunaan pertanyaan untuk mengubah persepsi-persepsi keluarga dan menulis surat pada keluarga sebagai satu cara mendapatkan umpan balik dan melakukan catatan-catatan klinis.

PERAN INTERVENSI PADA KONSELING KELUARGA
1. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga, kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain.
2. Pendidik/pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
3. Pengembang sistem support
4. Pemberi tantangan
5. pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi stress.

PROSES KONSELING
1. Melibatkan keluarga, pertemuan dilakukan di rumah, sehingga konselor mendapat informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang strategi yang cocok untuk membantu pemecahan problem keluarga.
2. penilaian Problem/masalah yang mencakup pemahaman tentang kebutuhan, harapan, kekuatan keluarga dan riwayatnya.
3. Strategi-strategi khusus untuk pemberian bantuan dengan menentukan macam intervensi yang sesuai dengan tujuan.
4. Follow up, dengan memberi kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan dengan konselor secara periodik untuk melihat perkembangan keluarga dan memberikan support.

Kamis, 28 Juni 2012

Sejarah pengukuran intelegensi

Seperti yang sudah diketahui bahwa masing-masing individu berbeda-beda intelegensinya. Karena perbedaan tersebut sehingga antara individu tidak sama kemampuannya dalam memcahkan suatu persolan yang dihadapi. Mengenai perbedaan intelegensi ini terdapat dua pandangan:
Perbedaan Kualitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu memang secara kulaitatif berbeda, jadi pada dasarnya memang berbeda.
Pandangan Kuantitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu karena perbedaan materi yang diterima atau karena perbedaan dalam proses belajarnya. Meskipun demikian, kedua peandangan tersebut mengakui bahwa antara individu memiliki intelegensi yang berbeda.
Persoalan lain yang timbul dalam hal ini adalah tentang cara mengetahui taraf intelegensi tersebut. Dalam masalah ini, beberapa ahli psikologi yang memberikan kontribusinya adalah:
1. Sejarah Tes Intelegensi
Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja. Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi mandarin.
Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan Perancis.
Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun 1890. buku ini berisi serangkaian tes intelegensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam ukuran tersebut adalah: 
  1. Dinamo meter peasure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap sebagai indikator aspek psikofisiologis 
  2. Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang dianggap memiliki komponen mental didalamnya. 
  3. Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda. 
  4. Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal. 
  5. Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil yang masih dapat dirasakan seseorang. 
  6. Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan timbulnya reaksi tercepat. 
  7. Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang. lebih”mental”daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif. 
  8. Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi “ space judgment’ 
  9. Judgment of 10second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam ‘time judgment’( subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun). 
  10. Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap perhatian dan ingatan( subyek diminta mengulang huruf yang sudah disebutkan 1x)
2. Latar Belakang Tes Intelegensi 
  1. E. Seguin (1812 – 1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard (1906). E. Seguin digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi. 
  2. Joseph Jasnow (1863 – 1944) adalah merupakan salah satu dari beberapa orang yang pertama kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis. 
  3. G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. 
  4. August Oehr mengadakan penelitian inhmetasi antara berbagai fungsi psikologis (h. 14). 
  5. E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, di antaranya yaitu:
  • Koordinasi motoric 
  • Asosiasi kata-kata 
  • Fungsi persepsi 
  • Ingatan 
      6.  Dan E. Kraepelin juga mengembangkan tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes penataran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.
Di samping itu berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk yang buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar tahun 1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.
3. Jenis-Jenis Tes Intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :
a) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya: 
  • Stanford – Binet Intelegence Scale. 
  • Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS) 
  • Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC) 
  • Wechster – Ault Intelegence Scale (WAIS) 
  • Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI)
b) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya: 
  • Pintner Cunningham Prymary Test 
  • The California Test of Mental Makurity 
  • The Henmon – Nelson Test Mental Ability 
  • Otis – Lennon Mental Ability Test 
  • Progassive Matrices
c) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan
Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa:
  • The California Test of Mental Maturity (CTMM) 
  • The Henmon – Nelson Test Mental Ability 
  • Otis – Lennon Mental Ability Test, and 
  • Progassive Matrices. (22)
Ada kalsifikasi atau standar tingkat IQ yang cukup berpengaruh yaitu klasifikasi dari Wechsler yang menciptakan tes WISC yang diperuntukan bagi anak-anak pada tahun 1949. Adapun kalsifikasi IQ-nya.
Name
IQ
Very superior
130 +
Superior
120 – 129
Bright normal
110 – 119
Average
90 – 109
Dull normal
80 – 89
Borderline
70 – 79
Mental defective
69 and below
(Harriman, 1958)
4. Teori-Teori dan Pendekatan-Pendekatan Tentang Intelegensi
Diantara beberapa uraian ringkas mengenai teori intelegensi beserta tokohnya masing-masing sebagai berikut: 
  • Alfred Binet mengatakan bahwa intelegensi bersifat monogenetik yaitu berkembang dari suatu faktor satuan. Menurutnya intelegensi merupakan sisa tunggal dari karekteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. 
  • Edward Lee Thorndike, teori Thorndike menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai kemampuan spesifik yang ditampikan dalam wujud perilaku intelegensi.
  • Robert J. Sternberg, teori ini mentikberatkan pada kesatuan dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya teorinya lebih berorientasi pada proses. Teori ini disebut juga dengan Teori Intelegensi Triarchic. Teori ini berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara:
a. Intelegensi dan dunia internal seseorang
b. Intelegensi dan dunia eksternal seseorang
c. Intelegensi dan pengalaman
Adapun dalam memahami hakikat intelegensi, Maloney dan Ward (1976) engemukakakn empat pendekatan umum, yaitu. 
  1. Pendekatan Teori Belajar. Inti pendekatan ini mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru. 
  2. Pendekatan Neurobiologis. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Perilaku intelegensi menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan neuro-fisiologisnya. 
  3. Pendekatan Psikomotorik. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak atau sifat psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap dua arah study, yaitu: Bersifat praktis yang menekankan pada pemecahan masalah, dan Bersifat teoritis yang menekankan pada konsep dan penyusunan teori 
  4. Pendekatan Teori Perkembangan
Dalam pendekatan ini, studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kuantitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis individu.
Faktor-Faktor dalam Intelegensi
Dalam intelgensi akan ditemukan faktor-faktor tertentu yang para ahli sendiri belum terdapat pendapat yang sama seratus persen. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor dalam intelegensi
1. Thorndike dengan Teori Multi-Faktor
Teori ini menyatakan bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang terdiri dari elemen-elemen, tiap elemen terdiri dari atom-atom, dan tiap atom itu terdiri dari stimulus-respon. Jadi, suatu aktivitas adalah merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi satu dengan yang lainnya.
2. Spearman
Menurut Spearman intelegensi mengandung 2 macam faktor, yaitu: 
  • General ability atau general faktor (faktor G). Faktor ini terdapat pada semua individu, tetapi berbeda satu dengan yang lainnya. Faktor ini selalu didapati dalam semua “performance”. 
  • Special ability atau special faktor (faktor S). Faktor ini merupakan faktor yang khusus mengenai bidang tertentu. Dengan demikian, maka jumlah faktor ini banyak, misalnya ada S1, S2, S3, dan sebagainya sehingga kalau pada seseorang faktor S dalambidang tertentu dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut.
Menurut Spearman tiap-tiap “performance” adanya faktor G dan faktor S, atau dapat dirumuskan. P=G+S
3. Burt
Menurut Burt dalam intelegensi terdapat 3 faktor 
  • Special ability atau special faktor (faktor S) 
  • General ability atau general faktor (faktor G) 
  • Common ability atau common faktor disebut juga group factor (faktor C)
Faktor ini merupakan sesuatu kelompok kemampuan tertentu seperti kemampuan kelompok dalam bidang bahasa. Sehingga rumus “performance” menjadi P=G+S+C
4. Thurstone
Thurnstone mempunyai pandangan tersendiri. Dia berpendapat bahwa dalam intelegensi terdapat faktor-faktor primer yang merupakan “group factor”, yaitu:
  1. Spatial relation (S). Kemampuan untuk melihat gambar tiga dimensi 
  2. Perceptual speed (P). Kecepatan dan ketepatan dalam mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan atau dalam merespon detil-detil visual. 
  3. Verbal comprehension (V). Kemampuan memahami bacaan, kosakata, analogi verbal, dan sebagainya. 
  4. Word fluency (W). Kecepatan dalam menghubug-hubngkan kata dengan berbagai rima dan intonasi. 
  5. Number facility (N). Kecepatan ketepatan dalam perhitungan 
  6. Associative memory (M). Kemampuan menggunakan memori untuk menghubungkan berbagi assosiasi. 
  7. Induction (I). Kemampuan untuk menarik suatu kesimpulan suatu prinsip atau tugas.
Menurutnya faktor-faktor tesebut berkombinasi sehingga menghasilkan tindakan atau perbuatan yang intelegen.