Senin, 15 Juli 2013

Pembentukan Karakter Anak


Pembentukan Karakter anak merupakan salah satu usaha mendidik anak agar memiliki sifat-sifat yang unggul. Pada orang tua memainkan peranan penting dalam membantu mengembangkan karakter seorang anak terutama pada masa-masa rentan. Dasarnya adalah bergantung pada saatpengembangan karakter dimasa yang akan datang. Para orang tua perlu memahami beberapa hal di bawah ini:
  1. Masing-masing anak adalah unik Orang tua harus menghargai individualitas masing-masing anak dan menerima dengan apa adanya. Perlakuan penuh perhatian, sabar dan memberi kasih sayang pada saat menangani anak pada masa-masa pembentukan. Berikan anak yang lambat dalam beradaptasi lebih banyak waktu, dorongan dan dukungan. Perlakukan anak yang cepat marah dengan sabar. Anak yang sensitif perlu ditangani dengan tenang dan lemah lembut.
  2. Perilaku orang tua mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan karakter anak. Orang tua sebaiknya memberi contoh yang baik dan memberi anakanaknya waktu untuk belajar, jangan mengharapkan mereka menjadi orang dewasa. Kasih sayang, permintaan yang wajar, dan penilaian yang jujur akan membantunya mencapai kepercayaan pada dirinya. Dengan memberi terlalu banyak perhatian dapat merubahnya menjadi anak yang tempramental. Memanjakan anak yang merasa tidak empati dengan orang lain dan tidak mampu membuat keputusan yang sesuai dengan hatinya. Disisi lain, jika orang tua terlalu ketat, anak akan takut terhadap orang tuanya. Dengan mengabaikan anak akan menyebabkan dia menjadi dingin, tidak bersahabat, dan akan menjadi anak tidak merasa aman terhadap dirinya.
  3. Mendorong kemandirian sejak awal. Kemandirian akan menuntutnya pada kepedulian terhadap diri sendiri, berfikir dan menyelesaikan permasalahan. Hal ini akan menyebabkan orang tua mempunyai lebih banyak waktu buat diri mereka sendiri. Biarkan anak anda melakukan sesuatu untuk dirinya. Jangan paksa dia bekerja dengan cara anda kecuali jika yang dilakukannya berbahaya atau tidak wajar. Jangan membantu jika anak tersebut mempunyai permasalahan. Bantulah anak anda melakukan analisa terhadap permasalahannya dan doronglah dia untuk menyelesaikan dengan caranya sendiri. Jika anak tersebut meluapkan rasa marahnya disebabkan karena dia frustasi, tunjukkan dia kesabaran, tuntunlah dia dengan sabar untuk mencapai solusinya. Tentunya, ide-ide yang aman akan sangat penting bagi anak usia dini, jadi jangan biarkan tersebut melalui sesuatu yang dia tidak mampu melakukannya ataupun membahayakannya. Dengan mendapat keseimbangan yang tepat antara keamanan dan kemandirian merupakan aspek yang mendasar dalam membantu anak anda.
  4. Menghargai diri sendiri dan percaya diri. Pujian yang positif akan menuntunnya pada penghargaan kepada diri sendiri dan rasa percaya diri. Jangan selalu menfokuskan pada kesalahan dan kelemahan anak anda. Jangan terlalu menjadi orang yang perfeksonis atau terlalu banyak melakukan melakukan permintaan atas tindakan yang dilakukan oleh anak anda. Orang tua harus lebih banyak memberikan dia pujian dan mengurangi kritik kepada dia. Pada saat anak mampu bekerja dengan baik, hargailah dia sesegeramungkin dengan pujian. Tidak perlu selalu memberi penghargaan yang bersifat materi dan terlalu mengkritik atas kesalahan yang dilakukan oleh anak atau terlalu mengaturnya. Berikan arahan tentang bagaimana memperbaiki dan menunjukkan aspek yang positif atas apa yang telah dilakukannya. Jangan mengkritik anak anda dihadapan anak lain sebab hal ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan akan menjadi takut untuk melakukan sesuatu yang baru. Berilah pujian atas kekuatan yang dimiliki anak anda dihadapan orang lain. Biarkan anak anda tahu bagaimana berartinya diri mereka dihadapan anda.
  5. Menanamkan perhatian dan memberi perhatian kepada orang lain. Biarkan anak anda mengetahui kontribusi dan kerja keras orang tuanya dalam melayani kebutuhan keluarga. Biarkan anak anda berbagi permasalahan yang terdapat dalam keluarga yang sesuai dengan umurnya sehingga dia akan mempunyai pengalaman untuk melakukan pekerjaan rumah, sebagai contoh : berikan anak anda yang masih berada pada usia sekolah untuk membersihkan lantai. Ambillah contoh dari televisi, jika anda sedang melihat televisi. Ciptakankesempatan bagi anak anda untuk melakukan interaksi dengan teman sepermainannya dan belajar untuk berbagi. Bantulah dia menghormati dan memberi kasih sayang pada orang lain. Pada saat orang tua mementingkan diri sendiri dan mempunyai perilaku yang agresif maka anak-anak akan bereaksi serupa misalnya, dengan melemparkan sesuatu ke orang lain. Buatlah anak anda menyadari hal tersebut secepatnya dan menjelaskan kepadanya bahwa tindakan tersebut akan mencelakai orang lain.
  6. Lingkungan yang baik akan membawa keberhasilan. Ajari anak anda untuk tekun sehingga mampu mengerjakan tugasnya. Yakinkan bahwa permintaananda wajar dan dapat dirasakan oleh anak. Disisi lain anak tersebut juga bisa dikatakan "malas". Berilah dukungan dan dorongan pada saat anak anda mengalami kegagalan. Ajari anak usia dini untuk memilah-milih pekerjaan yang besar kedalam tugas kecil dan menyelesaikannya satu demi satu. Bantulah anak anda menganalisa kesalahan dan mencari pemecaha masalah yang tepat. Bangunlah kepercayaan dirinya untuk mengatasi berbagai macam kesulitan. Arahkan dan ingatkan anak anda agar selalu mempuyai kontrol terhadap dirinya sendiri.
Di samping itu, menurut Kak Seto, hal lain yang tak kalah pentingnya untuk kita pahami dalam mendidik anak adalah bahwa kita perlu memahami psokologi anak. Pada dasarnya mereka adalah:
  1. Bukan orang dewasa mini. Anak tetaplah anak, bukan orang dewasa ukuran mini. Mereka memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu mereka juga memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak.  Untuk itu menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengertian, serta toleransi yang mendalam. Mengharapkan mereka bisa mengerti sesuatu dengan cepat dengan membayangkan bahwa mereka adalah orang-orang dewasa seperti kita, tentu bukan merupakan sikap yang bijaksana.
  2. Dunia bermain. Yaitu dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan. Namun sebaliknya akan dibenci dan dijauhi oleh anak apabila suasanya tidak menyenangkan. Seorang anak akan rajin belajar, mendengarkan keterangan guru atau melakukan pekerjaan rumahnya apabila suasana belajar adalah suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan tantangan.
  3. Berkembang. Selain tumbuh secara fisik, anak juga berkembang secara psikologis. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan anak akan sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.
  4. Senang Meniru. Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembantukan tingkah laku mereka adalah dengan cara meniru. Anak yang gemar membaca umumnya adalah anak-anak yang mempunyai lingkungan dimana orang-orang disekelilingnya adalah juga gemar membaca. Mereka meniru ibu, ayah, kakak atau orang-orang lain disekelilingnya yang mempunyai kebiasaan membaca dengan baik tersebut. Dengan demikian maka disekolah guru juga dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, seperti selalu tersenyum, senang bernyanyi, menghargai orang lain termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.
  5. Kreatif. Anak-anak pada dasarnya adalah kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif misalnya, rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajenasi yang tinggi, senang akan hal-hal yang baru dan sebagainya. Namun sering dikatakan bahwa begitu anak masuk sekolah, kreatifitas anakpun akan menurun. Hal ini sering disebabkan karena pelajaran yang diberikan terlalu menekankan pada cara berfikir secara konvergen, sedangkan cara berfikir divergen kurang dirangsang. Dalam hal ini maka guru perlu memahami kreatifitas yang ada pada diri anak-anak, dengan bersikap luwes dan kreatif pula. Bahan-bahan pelajaran disekolah hendaknya tidak sekedar menuntut anak untuk memberi satu-satunya jawaban yang benar menurut guru saja. Kepada mereka tetaplah perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan imajenasinya secara "liar" dengan menerima dan menghargai adanya alternatif jawaban yang kreatif.
Sedangkan pola pembentukan karakter anak pada tingkat usianya adalah
  1. Usia 3 bulan  : Orang tua sebaiknya memberikan wajah yang nampak akrab bagi bayi tersebut pada saat dia tersenyum.
  2. Usia 6 bulan : Orang tua sebaiknya menghindari perubahan kepada orang yang merawatnya. Yakinkan bahwa objek yang dimaksudkan oleh bayi untuk dimasukkan kedalam mulutnya adalah aman dan tidak beracun.
  3. Usia 9 bulan  :  Biarkan  anak  tersebut duduk ditempat dimana dia dapat melihat banyak benda. Hindari datangnya orang lain secara tiba-tiba di hadapan anak anda. Para ibu sebaiknya menghabiskan banyak waktunya untuk bersama-sama dengan anak-anaknya terutama jika mereka mulai melakukan aktivitas tertentu.
  4. Usia 1 tahun : Berikan sebuah sarana sebagai bantuan untuk berpegangan. Alat bantu untuk berjalan dapat juga untuk digunakan. Berhentilah menggunakan penyekat air liur.
  5. Usia 18 bulan : Yakinkan bahwa lantainya aman dan tidak licin untuk menghindari jatuhnya bayi anda. Batasi area dimana anak tersebut dapat belajar dengan aman.
  6. Usia 2 tahun  : Biarkan anak tersebut sampai dalam batas aman yang dimaksudkan. Doronglah kebebasannya dengan membirkan anak tersebut mencoba berbagai hal di bawah pengawasan kita.
  7. Usia 2-6 tahun :  Kembangkan sebuah rasa atas sesuatu hal yang baik dan benar melalui penerapan disiplin. Berikan pengawasan. Masukkan dia kedalam sebuah kelompok kecil. Ajari dia untuk berbagi. Jangan harapkan dia untuk bertahan secara lama dalam sebuah kelompok yang anggotanya banyak. Jelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sederhana. Jangan memaksakan mereka. Hargai segala usahanya. Buatlah serangkaian contoh yang baik. Bicarakanlah dengan dia sesering mungkin. Bacakan sesuatu untuk dia dan dengarkan pertanyaan darinya, kemungkinan dia tidak mengetahui apa yang dia katakan. Ajari dia untuk menghormati orang lain dengan baik.
  8. Usia 6-12 tahun : Ajari dia berkomunikasidengan baik terhadap orang tua, guru, teman sebayanya dan orang lain. Ajari juga mereka untuk belajar membaca dan menulis, belajar berburu dan menangkap ikan, atau belajar keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di masyarakatnya.
Untunglah pada umumnya kebanyakan anak-anak berusia tiga tahun itu bisa menjalin hubungan yang akrab dengan pihak ibu atau ayah mereka untuk sebagian besar waktu dalam sehari penuh, meskipun mereka tidak luput dari percekcokan kecil-kecil. Anak-anak itu memiliki keseimbangan yang cukup beradab dalam pembentukan wataknya.
Pola pembentukan karakter anak dilihat dari tingkat sekolahnya, antara lain:
  1. Usia Balita : berikan kesempatan beberapa detik untuk memiliki secara penuh, perkenalkan apa arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi wajah, konsisten dan jangan menggunakan kekerasan suara dan fisik.
  2. Usia taman kanak-kanak : memberi kesempatan untuk memperhatikan, mencoba, dan bekerja sama. Perhatikan dan luruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif, dan dukunglah anak untuk bisa berbagi dan mengeluh.
  3. Usia sekolah dasar : menghargai pendapatnya dan jangan menyalahkan, ajaklah dialog logika dan pengalaman, pujilah hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
  4. Usia sekolah menengah pertama : meningkatkan proses kedekatan dengan anak dengan melalui dialog dan berbagai cara, jadilah pendengar yang baik dan bukan menjadi hakim, jangan pernah menyela pembicaraan dan cerianya, dan jangan beri komentar atau nasihat sebelum tiba waktunya.

Rabu, 19 Juni 2013

Psikopat dan Kesehatan Mental

Psikologi : "Psikopat" (Kesehatan Mental - Softskill)

Psikologi adalah jurusan yang saya pilih,,
Psikopat adalah tulisan yang saya ingin buat,,

Psikopat itu apa sih? Ada yang ingin tahu..
Psikopat adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang yang secara kronik (terus-menerus) menunjukan perilaku immoral dan anti sosial. Oleh karena itu kadang juga digunakan istilah sosiopat.

Psikopat biasanya tahu perilakunya memalukan dan merusak atau merugikan orang lain, tetapi kadang dia tidak peduli atau tidak dapat menahan diri untuk melakukannya. Ketidakpeduliannya itu disebabkan karena pada dasarnya para psikopat memang mengalami kelainan kepribadian.

Perilaku psikopat biasanya :
·         Agresif
·         Kriminal
·         Seksual
·         Perilaku sosial

Dalam terminology psikoanalisis Freud :
Psikopat adalah orang yang Egonya terlalu dikuasai Id dan Super ego tidak ada wibawa atau pengaruh sama sekali terhadap ego.

Prognosis (masa depan) psikopat pada umumnya tidak bagus, mungkin pada awalnya dia akan berhasil mempengaruhi beberapa orang yang menjadi pengikutnya, karena berlainan dengan pendapat awam (bahwa psikopat selalu ganas dan menyakitkan), psikopat juga bisa tampil dengan sangat menawan. Dia pandai berbicara sehingga cepat mendapat kepercayaan dari orang lain (korban-korban psikopat biasanya tertipu oleh penampilan ini).

Tetapi kadang, karena perbuatan immoral adan antisosialnya terus-menurus dilakukan, maka makin lama psikopat akan makin terisolasi dari lingkungannya, diberhentikan dari pekerjaan, dsb. Sehingga akhirnya, ia jatuh dalam kesendirian dan kemiskinan.

Psikopat perlu psikoterapi atau hypnoterapi
-       Psikoterapi adalah upaya intervensi oleh psikoterapis agar kliennya bisa mengatasi persoalannya. Metode psikoterapi adalah waawancara tatap muka perorangan, tetapi dalam praktiknya banyak variasi teknik psikoterapi, tergantung masalah yang sedang dihadapi klien dan teori dasar masalah tersebut.

Tujuannya : untuk mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah ringan sampai gangguan mental berat, seperti psikopat ini juga bisa) agar berfungsi secara optimal sehingga klien merasa dirinya lebih sehat secara mental.

-       Hypnoterapi adalah upaya psikiater dengan tehnik hipnotis untuk menurunkan amabang kesadaran dan mengsugesti pasien agar sembuh total dengan cara instant. Tetapi bila pengaruh sugesti menghilang, maka akan kambuh lagi.

-       Ada kolabarasi seni hypnosis timur barat (salah satu cara untuk klien psikopat).
Hypnosis adalah seni mempengaruhi dengan memanfaatkan sugesti klien. Kolaborasi timur dengan barat maksudnya, biasanya bangsa barat lebih mengedepankan rasio dan logika. Proses tersebut dapat dilakukan sepanjang seorang terapis mengetahui titik sugestinya (keyakinan spiritual yang dimilikinya). Sedangkan bangsa timur lebih mengedepankan emosisaat berada dalam rasa spiritual dan sosial budaya itu sendiri.

Jadi apabila proses barat dengan timur digabungkan, maka pasien psikopat akan lebih cepat sembuh. Karena baik secara pikiran (akal), rasio, logika (logis) dikolaborasikan dengan emosi (perasaan) yang langsung kejiwa spiritualnya maka akan cepat dalam pemulihan sang pasien psikopat.


DAFTAR PUSTAKA
-       Sarlito W. Sarwono. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
-       Hisyam A. Fachri. 2008. The Real Art Of Hypnosis. Jakarta : Gagas media.

Agama Sebagai terapi kesehatan mental


Agama merupakan salah satu bentuk perilaku yang sangat mempengaruhi keseharian seseorang. Dengan dasar keyakinan akan ajaran agama, seseorang akan berusaha mengubah dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama tersebut. Sehingga tidak mengherankan, karena ajaran agama dan keyakinan yang berbeda, membuat individu memunculkan perilaku yang berbeda sesuai dengan ajaran agamanya.
Apakah ada hubungan antara agama dengan kesehatan mental? Karena agama merupakan salah satu dasar yang mempengaruhi tingkah laku sehingga, agama dan kesehatan mental sangat berkaitan erat. Bahkan agama merupakan sandaran terakhir bagi seseorang yang mengalami masalah dan problem kehidupan yang tidak bisa terselesaikan.
Jika dalam pandangan teori psikoanalisa, agama merupakan bentuk perilaku tidak dewasa (abnormal), tetapi teori ini sudah banyak dimentahkan oleh teori-teori yang berorientasi humanistic, yang memandang bahwa manusia harus dilihat secara utuh. Walaupun pada dasarnya agama adalah sebuah perilaku yang tidak bisa dijelaskan secara rasional.
Seseorang yang mengalami tekanan psikologis yang tinggi, harus ada usaha untuk mengembalikan tekanan tersebut kearah normal. Sebenarnya, manusia modern saat ini memiliki tekanan yang sangat tinggi. Ada dua cara untuk menghadapi tekanan tersebut agar kembali normal, yaitu:
Ilmu Pengetahuan
Sebernarnya manusia diberikan suatu kekuatan yang sangat kuat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu ilmu. Yang menjadi masalah adalah, jika tekanan kehidupan tambah berat, tetapi perkembangan ilmu tidak mengimbanginya, sehingga membuat orang stress. Mungkin pada taraf ini yang membedakan antara potensi stress orang-orang yang mempunyai ilmu dan teknologi tinggi, lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal didaerah miskin. Dengan kekuatan ilmunya, orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan berusaha menjawab tantangan dan tekanan yang datang.
Agama dan Kepercayaan
Bagaimana dengan orang yang tidak memiliki ilmu yang cukup. Ini adalah oran-orang yang rentang mengalami stress kearah yang negatif. Tetapi ada satu pertahanan kuat yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu, agama. Agama merupakan sandaran dan pertahanan terakhir menghadapi tekanan yang dihadapi. Sehingga, seseorang yang tidak bisa menjawab tantangan yang dihadapi, dan tidak pula mempunyai benteng pertahanan ini (agama), akan jatuh kepada stress yang berat.
Ini menunjukkan bahwa, agama dapat mengembalikan tekanan kehidupan kearah yang normal dengan menjadi benteng pertahanan terhadap tekanan kehidupan. Tetapi alangkah baiknya, jika kedua benteng itu (ilmu dan agama) dimiliki oleh setiap orang, sehingga akan menjadi manusia yang sehat, jauh dari stress.

Kamis, 16 Mei 2013

Lupa

Lupa adalah penyakit manusiawi. Sesuatu yang sudah pernah dicamkan dalam ingatan (long-term memory) pada umumnya akan menjadi milik pribadi dan tidak mudah hilang. Jika pada suatu saat seseorang tak dapat mengingatnya, tidak selalu berarti bahwa hal itu telah hilang sama sekali dari ingatannya. Pada umumnya pula, hasil belajar kognitif, misalnya: pengetahuan, konsep, kaidah, prinsip atau strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah lebih mudah terlupakan karena tersimpan dalam rumusan verbal. Sedangkan keterampilan psikomotorik dan sikap cenderung bertahan bahkan menjadi semakin kuat dalam pembiasaan yang tak lagi berkadar kesadaran yang tinggi seperti pada awal pembentukannya.
Menurut W.S. Winkel, fase-fase yang dapat ditemukan dalam proses belajar adalah: 1) fase motivasi; 2) fase konsentrasi; 3) fase mengolah; 4) fase menyimpan; 5) fase menggali; 6) fase prestasi; dan 7) fase umpan balik.
Berkaitan dengan proses belajar, terjadinya lupa menyangkut penggalian (retrieval) materi pelajaran yang telah diolah (encoding) dan dimasukkan ke dalam ingatan (long-term memory). Dengan kata lain, lupa terjadi dalam penggalian karena adanya kesulitan dalam fase-fase belajar tersebut. Keluar (hilang) menyangkut fase konsentrasi karena unsur-unsur dalam materi pelajaran yang tidak relevan tidak akan diperhatikan lagi. Dalam fase pengolahan, materi yang tidak diolah dalam short-term memory akan terdesak keluar. Fase penyimpanan (storage) belum menunjukkan gejala adanya informasi yang terlupakan karena hanya menunjuk pada retensi. Demikian pula fase motivasi dan fase umpan balik tidak berkaitan dengan persoalan kapan terjadinya keluar dan lupa. Maka, keluar hanya terjadi sebelum ada yang dimasukkan ke dalam long-term memory, dan lupa dapat terjadi sesudah hasil pengolahan dimasukkan ke dalam long-term memory.
Lupa dapat terjadi karena pebelajar tidak mendapat kunci yang tepat untuk membuka ingatannya. Gejala setengah lupa atau lupa-lupa ingat dapat terjadi jika tidak seluruh materi yang telah dipelajari sama sekali terlupakan. Pemanfaatan teknik jembatan keledai (menyingkat dan atau menghubungkannya dengan kenyataan sehari-hari, menggambarkan peta pikiran, etc.) barangkali bisa menggali lagi ingatan terhadap sesuatu atau seseorang.
Mengatasi lupa dapat dilakukan dengan cara menggali ingatan (evokasi) tentang hal yang dilupakan, yakni mengaktualisasi pengetahuan yang pernah diserap (fiksasi) dan tersimpan dalam ingatan (retensi). Aktualisasi itu dapat berupa upaya mengenal kembali (recognition) atau mengingat kembali (recall). Sedangkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa antara lain:
  • Menumbuhkembangkan motivasi belajar intrinsik yang kuat, kesadaran akan tujuan yang harus dicapai dan mendorong keterlibatan pebelajar;
  • Memberikan perhatian khusus pada unsur-unsur yang relevan pada fase konsentrasi;
  • Mengolah materi pelajaran dengan baik dan segera, sedapat mungkin mengurangi penundaan pengolahan karena informasi lain yang masuk sesudahnya dapat mendesak keluar materi pelajaran dari short-term memory. Makin baik pengolahan materi (encoding), makin baik pula penyimpanannya (storage) dan proses penggaliannya dari ingatan (retrieval);
  • Mengaktualisasi pengetahuan dengan cara menggalinya dari ingatan, mengolahnya kembali dan menyimpannya lagi ke dalam ingatan;
  • Menggunakan kunci yang tepat/ cocok untuk membuka ingatan dalam fase menggali dan fase prestasi.
lupa

Jumat, 05 April 2013

ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

A. Kognitivisme
Kognitivisme merupakan suatu bentuk materi yang sering disebut sebagai model kognitif atau perceptual. Di dalam model  ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Belajar  disini dipandang sebagai perubahan persepsi dan pemahaman,yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini juga menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian situasi saling berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut.
Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi dan faktor-faktor lain. Proses belajar yang meliputi pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman- pengalaman sebelumnya.
B. Teori belajar kognitif
a. Teori belajar dari Peaget
Pendapat Peaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut:
  1. Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
  2. Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan bagi semua anak.
  3. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
  4. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: kemasakan,  pengalaman, interaksi sosial dan equilibration (proses dari ketiga faktor diatas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
Ada empat tahap perkembangan yaitu:
  • Tahap Sensori Motor (0-2 tahun) Anak yang berada pada tahap ini pengalaman diperoleh melalui perubahan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya,  ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannnya, atau perpindahan terlihat. Contoh : Anak mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
  • Tahap Pra Operasi(2- 6 tahun) Pada tahap ini adalah tahap pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan disini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek, menata benda-benda menurut urutan tertentu dan membilang. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pengalaman konkrit dari pada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatan berbeda maka, ia mengatakan berbeda pula. Contoh : Jika ada 5 kelereng yang masa besar di atas meja lalu kelereng itu diubah letaknya menjadi agak berjauhan maka anak pada tahap ini akan mengatakan letak kelereng yang berjauhan jumlahnya lebih banyak.
  • Tahap Operasi Konkrit (6- 12 tahun) Anak – anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di sekolah dasar. Ditahap ini anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda- benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secar objektif dan berfikir reversibel. Contoh : seorang anak diberi 20 bola kayu, 15 buah diantaranya berwarna merah. Apabila ditanyakan masalah yang lebih banyak bola kayu atau bola berwarna merah?  Anak pada tahap pra operasional menjawab bawa bola merah lebih banyak, sedangkan anak pada operasi konkrit menjawab bola kayu lebih banyak dari pada bola merah.
  • Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas) Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu mengadakan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak. Penalaran yang terjadi dalma struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Contoh  : Anak dihadapkan pada dua gambar yaitu gambar “pak pendek” dan “pak tinggi” lalu ank disuruh mengukur tinggi kedua gambar tersebut dengan menggunakan batang korek api dan dengan klip. Di sini anak diminta untuk membandingkan hasil dari pengukuran tersebut.
b. Teori Kognitif dari Brunner
Jeromi Brunner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping  hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Brunner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda- benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Menurut Brunner, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yakni:
  1. Memperoleh informasi baru, dapat merupakan penghaluasan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
  2. Transformasi informasi , menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah kebentuk lain.
  3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan produk yang ada.
Proses belajar melalui tiga tahap yaitu;
  • Tahap enaktif, Pada tahap ini anak-anak dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung.
  • Tahap ikonik, Pada tahap ini anak tidak memanipulasi objek-objek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan memggunakan gambaran dari objek.
  • Tahap simbolik, Pada tahap ini anak memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika,dimana pada tahap ini memanipulasi symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan objek-objek dan gambaran objek.
Dalil –dalil hasil pengamatan Brunner ke sekolah-sekolah:
  1. Dalil penyusunan (konstruksi) Dalil ini menyatakan bahwa jika anak mempunyai kemampuan untuk menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan idea tau definisi tertentu dalam pikiran, anak- anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukan sendiri. Sehingga jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan jadi memahaminya. Anak yang mempunyai konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Sebagai contoh untuk memperlihatkan perkalian, kita ambil , ini berarti bahwa dalam garis bilangan meloncat 3 kali,dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa, ternyata hasinya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini akan benar-benar memahami dengan pengertian yang dalam bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.
  2. Dalil notasi Dalil ini mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting, dimana notasi tersebut harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Contoh: notasi  Bagi anak yang mempelajari konsep fungsi lebih lanjut , diberikan notasi fungsi
  3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman Pada dalil ini diperlukan contoh-contoh yang banyak sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan dan teorema yang diberikan. Selain itu mereka perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan, sifat atau teorema sehingga anak diharaapkan tidak mengalami salah pengertian terhadap konsep yang sedang dipelajari. Contohnya untuk menjelaskan segitiga siku-siku ,perlu diberi contoh yang gambar- gambarnya tidak selalu tegak dengan sisi miringnya dalam keadaan miring, tapi perlu juga diberikan gambar dengan keadaan sisi miring mendatar atau membujur. Dengan cara ini anak terlatih dalam memeriksa apakah segitiga yang diberikan kepadanya tergolong segitiga siku-siku atau tidak.
  4. Dalil pengaitan (konektipitas) Dalam dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi , namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep dalil phytagoras diperlukan untuk menentukan tripel phytagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan sama-sama dapat digunakn dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya.
c. Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
  1. Pengajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
  2. Pelaksanaan pembelajaran harus memprhatikan kesiapan intelektual siswa
  3. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsp yang harus dierima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap konsep tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan pula dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih berada pada tahap operasi konkret, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkret.. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh konkret yang beraneka ragam kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan pembelajaran menjadi bermakna.
Faktor eksternalpun bisa mempengaruhi pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelum, selama, dan sesudah mengajar guru harus pandai- pandai (berusaha) untuk menciptakan kondisi agar siswa siap untuk belajar dengan perasaan senang tidak merasa terpaksa.
d. Teori Brownell
W . Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajr pada hakikatnya merupakan proses yang bermakna. Bila kita perhatikan , teori yang dikemukakan Brownell ini sesuai dengan teori Gestalt, yang muncul dipertengahan tahun 1930. Menurut teori pembelajran Gestalt, latihan hafal atau yang lebih dikenal dengan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah tertanamnya pengertian.
Aritnetika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitik beratkan hafalan dna mengasah otak. Aplikasi dari bahna yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali di kupas. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin normal.
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang lebih mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad ke 19 terdapat hasil yang menunjukan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh persepsi dan lain-lain.
 e. Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seornag matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, dan pengembangannya diorentasikan kepada anak-anak, sehinnga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak-anak yang mempelajarinya.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang srtuktur, memisahkan hubungan-hubungan tentang struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik.Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.dalam tahap ini anak membentuk struktur mental dan struktur sikap untuk mempersiapkan diri di dalam pemahaman konsep. Penggunaan alat peraga matematika anak-anak dapat dihadapkan pada balok-balok logik yang membantu anak-anak dalam mempelajari konsep-konsep abstrak
Dalam permainan yang disertai aturan anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Melalui permainan anak –anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk yang diberikan akan makin jelas konsep yang dipahami anak karena anak memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat dari situasi yang dihadapinya. Representasi bersifat abstrak sehingga anak-anak telah mengarah pada struktur matematika yang sifatnya abstrak.
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan konsep matematika atau perumusan verbal. Tahap belajar konsep yang terakhir yaitu formalisasi. Pada tahap ini anak dituntut untuk mengurutkan sifat- sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.Sebagai contoh anak-anak telah mengenal dasar-dasar dalam sruktur matematika seperti aksioma,harus mampu merumuskan atau  membuktikan teorema.
f. Teorema Van Hiele
Dalam pengajran geometri terdapat teori belajr yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang mnguraikan tahap-tahap mental anak dalam pengajaran geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam geometri. Hasil penelitiannya itu dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan. Menurut Van hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu,materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan.
Tahap belajar anak dalam belajar geometri menurut Van hiele sebagai berikut:
  1. Tahap pengenalan (visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geomerti secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujur sangkar, sisinya ada 6 buah dan rusuknya ada 12 dan lain-lain.
  2. Tahap analisis Pada tahap inianak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat benda geometri itu. Misalnaya disaat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri satu dengan yang lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi.
  3. Tahap pengurutan (deduksi informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang dikenal dengan berfikir deduktif. Namun, belum secara keseluruhan. Anakpun sudah mulai bisa mengurutkan, misalnya bahwa bujur sangkar adalah persegi. Demikian juga dengan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus juga adalah balok dengan sisi berbentuk bujur sangkar. Tetapi pola pikirnya belum mampu menerangakan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua buah benda yang kongruen.
  4. Tahap deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke khusus. Dia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan di samping yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai mampu mengenal dalil, aksioma atau postulat dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat itu benar dan mrngapa dapat dijadikan postulat dalam pembuktian segiga kongruen.
  5. Tahap akurasi Dalam tahap ini sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma atau postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas , masih belum sampai pada tahap berfikir ini.