Senin, 04 Februari 2013

Konseling Kognitif Behavior


                                     Cognitive Behavior Counseling


Pendahuluan
Menurut Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan bahwa konselor membantu konseli belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu proses belajar menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga konseli dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
Konseling Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam mempengaruhi perilaku.

Definisi
Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy thinking.
Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis.
CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali.
Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.

Isi
Konsep utama dari kognitif-perilaku adalah peleburan antara pendekatan perilaku dan kognitif. Kognitif-perilaku merupakan pencampuran dari strategi perilaku dan proses kognitif yang bertujuan untuk mencapai perubahan kognisi dan perilaku manusia (Capuzzi, 2009).
Konseling kognitif perilaku (CBT) dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar individu atau kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan dalam dua format kegiatan :
-          kelompok homogeny, yaitu dimana semua anggota mempunyai masalah yang sama dan
-          format kelompok terbuka, dimana anggota kelompok bergiliran mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas. (Vernon dalam Erford, 2004)

Metode konseling ini juga dapat digunakan untuk menangani berbagai macam gangguan perilaku yang maladaptive dalam berbagai latar dan kelompok, baik secara populasi maupun subjek (Darminto,2007).

Pendekatan
Pandangan tentang manusia
Tokoh / pakar seperti Bandura, Kamfer dan Philips (1970), Cautela dan Baron (1977) dan Ellis (1977), menekankan peranan dari persepsi, pikiran dan keyakinan, yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam rangkaian Stimulus-Respon. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri dengan mengubah tanggapan kognitifnya dan menentukan sendiri Reinforcement yang diberikan kepada dirinya sendiri.
Peran dan Fungsi Konselor
Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah itu terjadi.
Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.
Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli.

Teknik yang biasa digunakan adalah :
-          Menantang keyakinan irasional
-          Membingkai kembali isu, missal : menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan
-          Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor
-          Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil
-          Mengukur perasaan, missal : menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala 0-100.
-          Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsessional “mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk “menyadarkan diri” mereka.

Prinsip-prinsip Konseling Kognitif Behavior
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.      Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.      Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.      Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.      Cognitive Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.      Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.      Sesi Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.      Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10.  Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku.

Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior
a.       Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.
b.      Desensitization
Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Systematic Desensitization, yaitu :
1.      Memberikan konseli rasionalisasi
2.      Relaksasi training
3.      Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan kecemasan
4.      Desensitization proper
Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki kecemasan konseli.
c.       Flooding
Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.

d.      Assertivness dan Social Skill Training
Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.

e.       Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.

f.       Self Control Procedures
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.


 Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:
1.      Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.      Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.      Melaksanakan treatment

g.       Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

h.      Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :
1.      Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs
2.      Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and others responses to them.
3.      Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other reactions
4.      Training clients to make more effective attributions about these causes
5.      Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)

Merencanakan Proses dan Sesi Konseling
Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling.
Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh  konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.


Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, konseling cognitive behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana.
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Konseling
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
11-12



Oemarjoedi (2003:12)
Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:
a.       Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
b.      Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c.       Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit.
d.      Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi.
Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1
2.
Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan
2
3.
Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli
3
4.
Menata kembali keyakinan yang menyimpang
4
5.
Intervensi tingkah laku
5
6.
Pencegahan dan Training Self Help
6


Tidak ada komentar: