Senin, 04 Februari 2013

Konseling Kognitif Behavior


                                      
Pendahuluan
Menurut Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik dari Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.
Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan bahwa konselor membantu konseli belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu proses belajar menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga konseli dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
Konseling Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari perspektif perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam mempengaruhi perilaku.

Definisi
Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan happy thinking.
Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT adalah pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis.
CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali.
Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon masalah.

Isi
Konsep utama dari kognitif-perilaku adalah peleburan antara pendekatan perilaku dan kognitif. Kognitif-perilaku merupakan pencampuran dari strategi perilaku dan proses kognitif yang bertujuan untuk mencapai perubahan kognisi dan perilaku manusia (Capuzzi, 2009).
Konseling kognitif perilaku (CBT) dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar individu atau kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan dalam dua format kegiatan :
-          kelompok homogeny, yaitu dimana semua anggota mempunyai masalah yang sama dan
-          format kelompok terbuka, dimana anggota kelompok bergiliran mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas. (Vernon dalam Erford, 2004)

Metode konseling ini juga dapat digunakan untuk menangani berbagai macam gangguan perilaku yang maladaptive dalam berbagai latar dan kelompok, baik secara populasi maupun subjek (Darminto,2007).

Pendekatan
Pandangan tentang manusia
Tokoh / pakar seperti Bandura, Kamfer dan Philips (1970), Cautela dan Baron (1977) dan Ellis (1977), menekankan peranan dari persepsi, pikiran dan keyakinan, yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam rangkaian Stimulus-Respon. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri dengan mengubah tanggapan kognitifnya dan menentukan sendiri Reinforcement yang diberikan kepada dirinya sendiri.
Peran dan Fungsi Konselor
Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk, konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika masalah itu terjadi.
Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan “apa”, ketika mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.
Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli.

Teknik yang biasa digunakan adalah :
-          Menantang keyakinan irasional
-          Membingkai kembali isu, missal : menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan
-          Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor
-          Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil
-          Mengukur perasaan, missal : menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini dalam skala 0-100.
-          Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsessional “mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk “menyadarkan diri” mereka.

Prinsip-prinsip Konseling Kognitif Behavior
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.
Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy) berdasarkan kajian yang diungkapkan Beck (2011),
1.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.
2.      Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.
3.      Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.
4.      Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan.
5.      Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.
6.      Cognitive Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada pencegahan
7.      Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.
8.      Sesi Cognitive Behavior yang terstruktur.
9.      Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.
10.  Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku.

Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior
a.       Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.
b.      Desensitization
Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Systematic Desensitization, yaitu :
1.      Memberikan konseli rasionalisasi
2.      Relaksasi training
3.      Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan kecemasan
4.      Desensitization proper
Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki kecemasan konseli.
c.       Flooding
Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.

d.      Assertivness dan Social Skill Training
Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.

e.       Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.

f.       Self Control Procedures
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.


 Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:
1.      Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya
2.      Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai
3.      Melaksanakan treatment

g.       Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

h.      Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :
1.      Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs
2.      Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and others responses to them.
3.      Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other reactions
4.      Training clients to make more effective attributions about these causes
5.      Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)

Merencanakan Proses dan Sesi Konseling
Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling.
Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh  konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.


Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, konseling cognitive behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana.
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Konseling
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
11-12



Oemarjoedi (2003:12)
Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:
a.       Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
b.      Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c.       Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit.
d.      Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi.
Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia
No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1
2.
Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan
2
3.
Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli
3
4.
Menata kembali keyakinan yang menyimpang
4
5.
Intervensi tingkah laku
5
6.
Pencegahan dan Training Self Help
6

 

Contoh Naskah Konseling Cognitive Behavior
PELAKU
PERNYATAAN
KETERANGAN

PERTEMUAN KE-1

Konseli
“selamat siang Pak....Asssalamu’alaikum”

Konselor
“Wa’alaikum salam...oiya...selamat siang, wah Dani ya?
Mari-mari masuk. Sudah Bapak tunggu dari tadi. Kemarin malam sms Bapak katanya ingin datang ke SMA dan curhat bukan?”
Oppening :
Good Rapport
Konseli
“iya Pak. Habisnya saya bingung mau cerita ke siapaPak.”

Konselor
“oiya, Bapak senang sekali Dani masih mau menyempatkan diri datang kemari. Padahal sekarang saat-saat pendaftaran di perguruan tinggi”
Good Rapport
Konseli
“hehehehe iya Pak...kemarin juga abis daftaran kok Pak ikut SNMPTN.”

Konselor
“oiyaa...Bapak juga diberitahu oleh beberapa teman-teman dari SMA yang juga mengikuti tes SNMPTN. Banyak ya yang daftar SNMPTN?”
Good Rapport
Konseli
“wah banyak Pak, kemaren juga rame-rame sama teman-teman SMA sini Pak. Pada daftar macem-macem”

Konselor
“jadi beda-beda begitu ya?”
Good Rapport
Konseli
“bukan Pak, ada yang di UNS, UGM, UNDIP, UNNES. Trus jurusan yang diambil temen-temen juga macem-macem Pak.”

Konselor

“oiya tidak masalah itu, bukankah cita-cita kalian beda-beda, jadi ya wajar jika pengambilan jurusan maupun universitasnya berbeda-beda
Good Rapport

“Oiya Dani, membahas masalah sms Dani kepada Bapak semalam, katanya ada yang ingin diceritakan”
Lead

Apakah ada yang bisa Bapak bantu?”
Eksplorasi
Konseli
“iya Pak benar sekali...ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak.”


Konselor
“oh ya...silakan, kemukakan saja tidak apa-apa...”
Lead
Konseli
“aduuh gimana ya Pak, saya takut ini...hemmmm menyangkut orang tua saya, pacar saya, sekolah lanjut saya.”

Konselor
“tidak perlu takut Dani, disini posisi Bapak sebagai salah satu guru pembimbing di sekolah ini. Dan Bapak akan mendengarkan semua keluhan yang ingin Dani sampaikan,
Dani tidak perlu khawatir, apapun yang diungkapkan Bapak jamin kerahasiaannya. Hanya Dani dan Bapak saja yang tahu. Bagaimana, setuju?
Structuring : Role limit
Konseli
“emmm baiklah Pak, saya yakin bapak menjaga rahasia saya kok”

Konselor
“baik, kalau begitu. Coba Dani ceritakan. Apakah yang saat ini menjadi ganjalan di hati Dani?”
Eksplorasi
Konseli
“Begini Pak, saya itu disuruh melanjutkan di UNS saja sama orang tua saya. Padahal saya itu pengen  banget sama-sama terus sama pacar saya, kebetulan saya dan pacar saya si Rani, daftar jurusan Ekonomi dengan program studi Akuntansi di UGM Pak. Mungkin karena saya nggak begitu dapet restu dari orang tua, saya gagal masuk UGM Pak. Pacar saya sekarang ditrima di UGM, sedangkan saya di UNS, ya nyenengin orang tua saya lah Pak masuk Bimbingan dan Konseling. Kenapa sih orang tua saya gak ngasih restu saya buat masuk UGM Pak? Katanya doa orang tua itu manjur, pasti mereka doain saya gak masuk UGM Pak. Saya marah Pak, saya juga malu sama pacar saya”
(Assesment)
Konselor
“em...bisakah Dani menjelaskan lebih detail lagi kepada Bapak?”

“Soalnya tadi Dani mengatakan kalau diterima di UNS tapi gagal di UGM. Coba, mana yang benar?”
Lead


Confrontations
Konseli
Orang tua saya pengen saya masuk Bimbingan dan Konseling di UNS Pak, mereka gak ngijinin saya masuk di Ekonomi UGM, katanya ntar nyari kerja susah. Mbok di UNS saja, kalau sungguh-sungguh pasti berhasil, trus katanya karena biaya hidup juga udah banyak. Waktu tes kan saya ambil IPC Pak. Pilihan pertama di UGM sama seperti pacar saya yang satu UNS seperti harapan orang tua saya, ya setengah hati gitu Pak. Tapi kenapa orang tua saya nggak mikir gimana nanti hubungan saya sama pacar saya pak.”
(Activity)
Konselor
“em dengan kata lain, dani merasa marah karena orang tua Dani tidak memberi restu Dani untuk masuk di UGM, begitu.”
Clarification

“Apakah memang Dani sama sekali tidak menyukai jurusan yang disarankan oleh orang tua Dani itu?”
Eksplorasi
Konseli
“saya itu sebernya juga dulu suka Pak masalah Bimbingan dan Konseling. Tetapi kan saya cowok Pak, saya juga harus menjaga pacar saya yang di UGM sana. Masa saya biarin aja Pak? Saya juga malu, saya dulu janji nemenin dia satu jurusan. Eh malah kita berjauhan gini Pak. Marah saya Pak...”

(Belief)
Konselor
“ Wah jadi semacam amplop dan perangko begitu ya, yang bisa bersama-sama kemana-mana”
Asumsi
Konseli
“hehehehe Bapak bisa saja. Saya jadi Malu Pak, karena saya sayang Pak sama Rani.”

Konselor
“Bapak bergurau, agar Dani tidak marah-marah lagi.....hehehe”
baiklah, selanjutnya coba ceritakan apa yang menjadi ganjalan dalam perasaan Dani dengan orang tua Dani?”



Eksplorasi
Konseli
“Jadi begini Pak, saya sekarang jarang di rumah. Saya tidur di tempat teman saya Pak. Saya gak krasan di rumah. Udah seminggu ini saya diem aja ketemu orang tua saya. Lama-lama saya gak nyaman sendiri Pak.”

Konselor
“Dani sekarang malah diam dan tidak pernah pulang begitu?”
Restatement
Konseli
“Iya….males di rumah, pengen marah rasanya. Saya kecewa Pak”

Konselor
“Dani sudah tahu belum bahwa orang tua pasti memilih yang terbaik untuk anaknya?”        
Lead
Konseli
“Iya Pak, saya tahu……”

Konselor
“Nah….berarti Dani sudah tahu alasan orang tua Dani menyarankan Dani untuk di UNS dan memilih Bimbingan dan Konseling?
Lead

“Bukankah dulu Dani juga sudah menyukai dunia bimbingan dan konseling?”
Factual reasurance
Konseli
“Iya sich Pak, tapi saya mesti gimana sama orang tua saya? Kok kayaknya mereka nggak ngerti gimana mau saya gitu. Maksain gitu..”
(Consequence)
Konselor
“Nah mari kita pikirkan bersama-sama, dulu Dani suka dengan dunia pendidikan khususnya Bimbingan dan Konseling, waktu kelas X Dani antusias sekali saat ada jam Bimbingan. Dan dani mengatakan ingin menjadi Guru Pembimbing yang disukai banyak muridnya. Tapi semenjak punya pacar Dani melupakan cita-cita Dani”
“Bagaimana Dani coba dipikirkan mana yang benar?”







Confrontation
Konseli
“Heem Pak, saya memang ingin seperti Bapak. saya senang masuk di dunia pendidikan. Karena saya ingin sekali berbagi pengalaman dan mengembangkan pengalaman

Konselor
“Betul sekali....

“Bapak senang Dani memiliki sikap kepedulian yang tinggi seperti ini.”
Reinforcement

Empati

“Bapak mengerti apa yang Dani katakan itu.”
Empati
Konseli
“tetapi saya harus gimana ya Pak, saya sudah seminggu ini mendiamkan orang tua saya, saya jarang sekali di rumah. Kaku sekali rasanya jika di rumah”

Konselor
“Tentunya banyak cara...coba Dani, bagaimana cara mengatasinya, Coba utarakan kepada Bapak.”
Lead
Konseli
“Emmm…apa ya Pak…buntu Pak rasanya…”

Konselor
“masih bingung?

Mari kita pikirkan bersama-sama, Dani pasti bisa...”
Restatement

Reasurance
Konseli
“aduh pusing Pak, gak tahu. Ini sudah sore Pak, saya mau sepak bola dengan temen-temen saya Pak.....”

Konselor
“Baik, Bapak beri tugas. Setelah dari sini atau setelah bermain sepak bola, Dani pulang ke rumah ya. Nanti bisa ikut makan bersama keluarga, kalau masih malas ngobrol ya makan bersama dulu saja. Kemudian sholat magrib berjamaah dengan keluarga. Dan jika nanti ada acara keluarga misalnya melihat televisi, Dani ikut disitu. bagaimana? Mau melakukannya bukan?”
Home Work Assigments
Konseli
“Baik Pak, saya akan lakukan”

Konselor
“kalau begitu, kita cukupkan dulu,  kapan Dani akan melaporkan hasil tugas Bapak tadi? Besok atau kapan?”
Termination
Konseli
“emmmm dua hari lagi saya datang kemari Pak. Kalau begitu saya permisi dulu Pak. Assalamu’alaykum”

Konselor
“wa’alaikum salaam, hati-hati di jalan ya....”
Salam



PERTEMUAN KE-2

Konseli
Permisi pak, selamat siang”

Konselor
“selamat Siang...eh Dani, wah sudah Bapak sudah tunggu-tunggu dari tadi. Mari silakan duduk Nak.
Opening :Good Rapport

“wah kelihatannya Dani tampak lebih bersemangat.”
Prediction reassurances
Konseli
“iya Pak, agak mendingan sih Pak....sudah nggak begitu kaku waktu di rumah”

Konselor
“hemmm yaa bagus sekali itu.”
Reassurance

“apakah kita akan melanjutkan perbincangan kita kemarin itu?”
Eksplorasi
Konseli
“Benar Pak, tugas bapak sudah lakukan selama dua hari terakhir ini.”

Konselor
“kalau begitu, coba utarakan kepada bapak”
Lead
Konseli
“Iya Pak…saya mau melanjutkan pembicaraan kita kemarin...
Setelah saya mencoba berbicara dengan orang tua saya, saya jadi sadar. Orang tua saya itu ingin saya di UNS yang dekat dengan mereka agar biaya yang dikeluarkan tidak banyak. Soalnya adik saya masih 3 yang harus bersekolah. Seharusnya saya malu, walau ekonomi keluarga kami pas-pasan, tapi orang tua saya selalu mendukung saya untuk melanjutkan sekolah. Toh dulu itu juga cita-cita saya, saya yang salah Pak. Saya jadi terharu kemarin waktu ngumpul bersama orang tua saya dan adik saya”



(Disputting)
Konselor
“senang sekali Bapak mendengarnya, Dani mempunyai pemikiran begitu…itu benar, sebagai sebagai seorang anak, kita sebaiknya juga mendengarkan apa yang menjadi kemauan, kemampuan dan harapan orang tua kita. Barang kali dengan menuruti kemauan orang tua Dani, Dani akan sukses.
Empati
Konseli
“iya Pak...saya sadar itu. Sekarang saya tidak keluyuran lagi Pak. Saya tidak mau membuat orang tua saya bersedih. Kasian jika harus memikirkan kenakalan saya beberapa minggu ini. Saya jadi merasa sangat bersalah dan saya berjanji tidak akan mengulanginya.”

“Tap Pak, bagaimana saya dan pacar saya? Yang jagain dia siapa dong Pak?”
(Disputting)
Konselor
“Oke, saat ini Dani masih ingin sekali bersama-sama dengan pacar Dani. Sekarang coba andai Dani dan pacarnya masuk ke jurusan yang sama, apakah yakin Dani dan Rani akan sukses bersama?
Atau Dani yakin sekali jika Rani adalah calon istri Dani nantinya?
Dan apabila nanti saat kuliah ada suatu permasalahan Dani dan Rani mampu mengatasinya sehingga kuliah kalian tidak terganggu? Bahkan bisa jadi cita-cita kalian malah akan tersendat hanya karena persoalan cinta”

Paradoxical
Konseli
“emmmmm....kenapa selama ini saya tidak berfikir ke arah sana ya Pak....saya terlalu fokus dengan ingin selalu bersama pacar. Lagian kelas XI kemarin waktu saya berantem, nilai mid semester saya juga anjlok....kalau nanti satu jurusan saya belum tentu bisa mengatasi permasalahan saya. Dan kalau kuliah saya gagal, sama saja saya menyia-nyiakan jerih payah orang tua saya.
Lebih baik kita beda jurusan dan universitas tidak apa-apa, asal kita bisa menggapai cita-cita kami dan sukses. Toh jika memang jodoh tidak akan lari ke mana. Betul kan Pak?”

(Disputting)
Konselor
“Wah bapak senang sekali Dani memiliki pikiran dewasa seperti itu.”
Reinforcement

Konseli
“Dari kemarin-kemarin Rani sebenarnya tidak mempermasalahkan saya kuliah dimana. Katanya kita jalani saya cita-cita kita, cuma saya saja yang ngeyel pengen sama dia terus Pak.”

Konselor
“Memang dalam hidup harus menentukan pilihan Dani. Dani hendaknya melihat di luar sana, banyak anak yang ingin kuliah akan tetapi tidak ada biaya. Banyak anak yang tidak diperhatikan orang tuanya kemudian bertindak ugal-ugalan dan sebagainya. Dani masih punya keluarga yang sayang dengan Dani, mau berjuang membiayai Dani kuliah dan memperhatikan masa Depan Dani. Bukankah itu suatu yang lebih indah dari pada mereka?”
Social Modeling
Konseli
“Benar Pak...saya sekarang sudah mantap bahwa saya akan melanjutkan cita-cita saya yang sempat patah oleh ego saya. Hehehehehe saya akan segera meminta maaf dengan orang tua saya karena kemarin saya terlalu jahat dengan mereka.
Nanti saya juga akan bicara dengan Rani Pak, kita bisa saling mendukung nantinya ”

Konselor
“Nah Dani...setelah kita berbincang-bincang dari pertemuan pertama sampai sekarang. Apakah yang Dani rasakan?”
Eksplorasi
Konseli
“Saya mendapatkan banyak pelajaran Pak, harusnya semarah apapun dengan orang tua kita, ya jangan sampai nggak komunikasi sama sekali. Lagian saya lebih beruntung dari pada anak-anak di luar sana yang nggak punya ayah-ibu terus nggak bisa kuliah.”

Konselor
“betul sekali…tanpa komunikasi, tanpa kesadaran dan berfikir jernih. Semua akan buntu dan tidak mensyukuri nikmat yang sudah Tuhan berikan”
Restatement

“Jadi apa Dani akan nekad daftar UGM lagi agar bersama pacarnya atau masuk UNS seperti cita-cita Dani waktu kelas X serta seperti harapan orang tua Dani?.”
Confrontation
Konseli
“Tidak Pak, saya sadar Pak bahwa pemikirin saya tidak rasional, bila saya mempertahankan ego saya dan mengorbankan masa depan saya dan harapan orang tua saya toh saya juga tidak begitu mampu di Ekonomi Pak, hehehehe

seharusnya kesalahan kemarin menjadikan saya lebih baik lagi. toh itu untuk kebaikan juga…”
Disputting
Konselor
“Benar sekali Dani…Bapak turut senang Dani menjadi pribadi yang lebih baik seperti itu”
Reinforcement
Konseli
“Ehehehe, Bapak bisa saja, itu juga berkat bantuan dari Bapak yang sejak kemarin mendengarkan celotehan saya”

Konselor
“Senang rasanya bisa membantu Dani…
Bagaimana sekarang apa yang Dani rasakan dibandingkan tadi sebelum Dani kemari…??”
Lead terbuka
Konseli
“Wah sekarang Dani lega, dan sudah tidak sedih lagi Pak, saya sudah tahu apa yang harus saya kerjakan dan pikiran-pikiran buruk saya selama ini tentang orang tua saya itu salah besar.”
“oiya saya besok Daftar ulang di UNS Pak, sayang kalau sudah diterima SNMPTN dilepas begitu saja.”

Konselor
“Syukurlah,Bapak turut senang, sukses ya Dani untuk besok daftar ulangnya. Hati-hati di jalan saat berkendara”
Reinforcement
Konseli
“iya pak pasti itu. Doakan saya bisa menggapai cita-cita saya ya Pak”

Konselor
“Dengan senang hati Dani….Bapak akan selalu mendukung…dan nanti hasilnya Bapak diberi tahu ya”
Empati
Konseli
“siap deh Pak..”

Konselor
“Baik tidak terasa ternyata sudah banyak sekali sekali ya yang kita bahas pada pertemuan ini ya Dani, bagaimana...percakapan ini kita lanjutkan atau dilanjut pada pertemuan berikutnya?”
Termination
Konseli
“Wah benar Pak...sudah setengah jam saya berbincang dengan Bapak...emmm dilanjutkan lain kali saja Pak, saya nanti mengantar adik saya ngaji Pak, kasian Bapak juga pulang sore gara-gara saya. Beberapa hari lagi saya kesini lagi boleh kan Pak?”

Konselor
“Oh begitu...baiklah, ingat bahwa Dani adalah termasuk anak yang beruntung.
Tidak apa-apa Dani, memang tugas Bapak sebagai guru Pembimbing ya seperti ini, jadi kamu tidak usah ragu lagi jika memiliki masalah langsung saja datang kesini. Bapak kan dulu juga wali kelas kamu”
Structuring : role limit
Konseli
“Baik Pak. kalau gitu saya pamit dulu ya Pak, asalamualaykum”

Konselor
“Iya...walaikumsalam, hati-hati ya Dani...”


Penutup

PERTEMUAN KE-3

Konseli
“selamat siaang Pak”
Salam
Konselor
“selamat siang, wah Dani, silakan masuk nak, silakan duduk. Bapak kira Dani lupa datang kemari”
Good Rapport
Konseli
“ terimakasih Pak, wah ya tidak lah Pak...saya kan sudah janji datang sekarang...”

Konselor
“bagaimana kabarnya?”
Good Rapport
Konseli
“baik Pak, saat ini saya merasa senang dan legaa sekali. Oiya Pak maaf baru datang tadi saya mengantar adek saya beli buku tulis”

Konselor
“tidak apa-apa Dani, ini juga sudah tahun ajaran baru, wajar jika anak-anak sekolah sibuk membeli alat tulis baru. Senang ya melihat Dani baik dengan adik-adiknya begitu”
Empati

Konseli
“aah Bapak bisa aja. Jadi malu saya Pak, kan saya anak tertua harus bisa menjaga adik-adik saya dan menjadi contoh yang  baik.”

Konselor
“Bapak bangga sekali kepada Dani.”

Tetapi kalau boleh Bapak tahu, apakah yang membuat Dani bahagia? kalau boleh silahkan Dani berbagi kebahagiaan itu”
Reinforcement

Eksplorasi
Konseli
“iya Pak saya senang, orang tua saya memaafkan kesalahan saya yang kemarin-kemarin. Bapak dan Ibu senang saya berfikir dewasa tidak hanya memikirkan kesenangan sesaat. Dan juga Rani memahami saya Buk, pokoknya kita saling mendukung satu sama lain. Saya akan mengejar cita-cita saya dan membuat orang tua saya bangga dan juga bisa memberi contoh yang baik kepada adik-adik saya”
(Ekspectation)
Konselor
“wah bagus sekali, Bapak ikut senang mendengarnya.”
Reinforcement
Konseli
“Ternyata benar Pak,bahwa perasaan saya selama ini, bahwa saya merasa orang tua saya itu nggak paham keinginan saya itu salah. Orang tua saya itu sangat memahami saya, makanya saya diarahkan. Mereka tidak ingin saya salah arah saja, saya yang salah Pak”
Disputting
Konselor
“Yaa,memang begitu Dani..
Dengan kata lain, sekarang Dani sudah dapat merasakan nya sendiri. Masalah itu perlu diselesaikan dengan jalan terbaik bukan hanya dengan berprasangka buruk dan kabur dari rumah”
Clarification
Konseli
“Iya Pak,saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan bapak hingga masalah saya selesai”.

Konselor
“Iya Dani,sama – sama dan itu sudah menjadi kewajiban seorang konselor untuk membantu menyelesaikan masalah”
Structuring
Konseli
“iya Pak.”

Konselor
“itu berarti dari awal pertemuan kita yang dari tugas rumah, pertemuan ketiga dan hari ini, coba, apa kesimpulan Dani?”
Lead
Konseli
“em....itu Bu, saya jadi tahu bagaimana seharusnya mengambil keputusan, tidak hanya karena saya suka tetapi saya harus liat kenyataan orang tua saya dan kemampuan saya sendiri. Lagian kita masih muda, banyak yang harus dikerjakan. Saya tidak mau menyia-nyiakan kerja keras orang tua saya. Pokoknya saya akan berusaha berbakti kepada orang tua saya Pak.

Dan terakhir, masalah cinta saya percaya sama takdir Tuhan Pak. Kalau kita sungguh-sunggu dan berjodoh suatu saat pasti ada jalannya. Tidak perlu dikejar-kejar”
Summary
Konselor
“Bagus....ternyata Dani sudah lebih dewasa  lagi ya..”
Reinforcement
Konseli
“Iya Pak ,baiklah Pak kalau begitu saya langsung pamit saja, hari ini saya diajak bapak saya mencari kos-kosan di sekitar UNS Pak”

Konselor
“o ya? Wah bagus sekali Dani”
“sukses selalu ya dalam kuliahnya. Bapak berdoa semoga Dani lulus tepat waktu dan segera mendapat pekerjaan”
Reinforcement

“baiklah, kalau begitu jika ada apa-apa atau sekedar bercerita jangan sungkan-sungkan datang menemui Bapak”
Termination
Klien
“Baik Pak, itu jelas. Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak. Selamat siang....”

Konselor
“iya Dani....selamat siang.”
Penutup

Kesimpulan

Tidak ada komentar: