Senin, 04 Februari 2013

Wawancara Konseling


Wawanca konseling mungkin merupakan wawancara yang paling sensitif dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada seseorang yang merasa tidak mampu menangani sendiri problemnya dan memerlukan bantuan orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Masalah yang dihadapi mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya persoalan-persoalan keuangan, seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik, pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas kematian teman dan anggota keluarga. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk memperoleh pemahaman tentang masalahnya serta menemukan jalan untuk menanggulanginya.
Wawancara konseling merupakan wawancara yang sangat sensitive dan kritis, dipimpin oleh seorang professional ( dokter, pendeta, pengacara, guru, dan manajer), asosiasi-asosiasi (asosiasi dalam rekan kerja, para siswa, anggota club), teman-teman dan anggota keluarga yang dulunya telah memiliki pengalaman konseling. Tujuan utama konseling adalah menolong individu untuk mengerti, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sikap dan hubungan dengan orang lain.
Orientasi Dasar Konseling
1.      Manusia dapat tumbuh dan mereka dapat memperbaiki diri
Prinsip pokok dari konseling adalah konselor harus optimis bahwa manusia (klien/itee) mampu untuk tumbuh dan memperbaiki diri sehingga konselor tidak perlu terlalu keras membantu karena klien/itee memiliki potensi untuk berubah secara mandiri.
2.      Konseling adalah suatu investasi dalam individu
Konseling berarti memutuskan untuk menginvestasi waktu dan energi untuk orang lain karena didasari keyakinan bahwa klien mampu untuk berkembang.

3.      Konseling adalah proses belajar
Konseling berbeda dengan persuasi, seseorang dapat merubah perilaku karena dibujuk/ diperintah namun hasilnya tdk menetap sebagai bagian dari kepribadian. Namun konseling lebih pada memberi nasehat, ada percakapan dari hati ke hati. Konseling lebih menekankan pada merubah sikap dan perilaku orang yang dibimbing dengan merubah pikiran yang menuju pada sikap dan perilaku itu. Disinilah proses belajar tersebut terjadi. Jadi bukan hanya memecahkan masalah saja namun mencari suatu perubahan dalam individu tersebut.
4.      Penerimaan dari seorang individu adalah awal konseling yang baik.
5.      Konseling adalah suatu proses berlanjut.
Dua Pendekatan Dasar untuk Wawancara Konseling
1.      Konseling Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah iter menyerang langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Iter mengumpulkan informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi arahan yang spesifik kepeda itee. Iter mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu dibanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:

1.      Cukup mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
2.      Tidak memerlukan waktu yang banyak
3.      Konselor fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
4.      Membolehkan konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
5.      Memperbolehkan konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.
2.      Konseling Non-directive
Karakteristiknya adalah iter dipandang sebagai fasilitator / penolong pasif bukan sebagai ahli, iter membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi. Diasumsikan bahwa
(1) Setiap orang punya kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, (2) Hanya klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, (3) Hal terpenting dalam konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1.      Membolehkan klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
2.      Membolehkan klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
3.      Menyerahkan kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4.      Non-directive mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
5.      Memeberikan konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6.      Non-directive memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.

Konselor yang terdiri dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.
Merencanakan Wawancara
1.      Membuat keputusan untuk melakukan konseling
Konseling berarti menginvestasi waktu, energi dan uang untuk kedua individu (iter dan itee).
2.      Mengumpulkan fakta, kerjakan tugasmu
Konselor harus spesifik tidak ambigu. Konselor yang baik memulai dengan fakta-fakta. Dalm mengumpulkan fakta, digunakn paradigma yang paling relevan denga situasi tertentu. Paradigma pertama menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas masalahnya oleh karena itu solusinya yaitu merubah orang itu. Paradigma kedua menyatakan bahwa masalah disebabkan oleh lingkungan/situasi kerja bukan karena individunya/tingkah lakunya.
3.      Meninjau kembali tujuanmu
Konseling adalah aktivitas membantu, membantu maksudnya membuat perubahan-perubahan yang harusnya terjadi pada klien. Kamu harus menginvestigasi apakah tujuanmu sama/tidak dengan klien.
4.      Batasi sasaranmu pada tiap wawancara
Batasan itu dapat dibagi menjadi (1) wilayah masalah, (2) alasan untuk berubah, (3) alternatif perubahan, (4) manfaat perubahan.
5.      Pilih struktur untuk konseling
Konselor dapat memakai konseling directive/non-directive.
6.      Rencanakan suasana yang akan kamu kembangkan
Suasana yang paling bermanfaat untuk konseling seperti “terbuka”, “interaktif”, dan “objektif”. Keterbukaan dikrakteristikkan dengan pengungkapan diri. Dibutuhkan saling percaya satu sama lain dan harus menjaga kerahasiaan karena orang sulit untuk terbuka. Konselor lebih baik menekankan pada fakta daripada penilaian sendiri saat mengambil kesimpulan. Hal yang juga penting yaitu menggunakan sapaan formal seperti Tuan, Nyonya, Nona, selain itu mengatur tempat duduk dan memperhatikan penampilan juga penting.
7.      Menyusun setting sehingga interaksi dapat maksimal

Settting juga merupakan penentu terjadinya interaksi. Beberapa pertimbangan utama :

·         Buat janji dengan klien dan tentukan berapa lama pertemuan akan berlangsung.
·         Pilih ruangan tersendiri, area yang nyaman dan bebas gangguan.
·         Atur perabotan yang akan membantumu apakah ingin formal/informal.
·         Perhatikan pencahayaan, cahaya yang lemah cenderung membuat orang lebih terbuka.

Melakukan Wawancara
Pendahuluan wawancara konseling sebaiknya memenuhi 4 hal yaitu membangun raport, membuat kesepakatan kerja, melakukan diskusi area masalah, menjamin kerahasiaan.
1.      Membangun raport

Raport diperlukan untuk membuat klien nyaman dan menumbuhkan kepercayaan diri klien. Dapat dilakukan dengan memulai pembicaran singkat, orientasi yang bagus, hangat dan ramah. Setelah membangun raport, konselor membuat kesepakatan kerja mengenai bayaran, frekuensi sesi konseling dan tujuan klien.

Beberap hal yang dapat dilakukan agar klien mau bicara adalah :
o    Meyakinkan padanya akan kerahasiaan
o    Menunjukkan komitmen untuk membantu
o    Jujur
o    Mendengarkan dari awal
o    Tunjukkan penerimaanmu
2.      Spesifik dalam mengidentifikasi dan mengartikan masalah, tingkah laku, sikap/hubungan
Menggali lebih dalam masalah klien dengan menyelidiki dan menanyakan hal-hal yang spesifik. Itu dilakukan agar klien mau membuka diri dan mengakui masalahnya. Setelah masalah diakui biasanya kemajuan dapat dibuat.
3.      Menyelidiki/mengeksplorasi persepsi klien
Menyelidiki dengan menanyakan pertanyaan yang membangkitkan kenangan dn tidak membiarkan klien menghindari topik. Jika klien meyakini suatu persepsi tanyakan apakah dia mendukung/menolaknya. Eksplorasi yang efektif dilakukan dengan terus terang, tidak menuduh dan dengan cara yang tidak berperasaan.
4.      Mendengar dan menyerap
Kamu tidak hanya mendengar tapi juga menyimak baik apa yang dikatakan klien untuk medeteksi perubahan-perubahan dalam percakapan dan ketidakkonsistenan. Setelah itu diberi pertanyaan tambahan untuk mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan juga tingkah laku nonverbal karena dapat mengungkapkan hal yang disembunyikan dalam kata-kata.
5.      Menyelidiki reaksi secara penuh
Konfrontasi diperlukan dalam menyelidiki reaksi klien karena sebagian besar orang selalu ingin menutupi kesalahan yang membuat mereka tak nyaman. Wawancara non-directive akan lebih banyak mendapat feedback reaksi klien.
6.      Berorientasi pada masalah
Konseling memiliki konotasi dimana keputusan-keputusan dapat diambil. Lebih baik kamu berorientasi pada masalah daripada berorientasi pada solusi. Waktu digunakan untuk menyelidiki akar masalahnya.

7.      Menjelaskan percabangan dari masalah dan menyelidiki alasan-alasan mengapa perubahan diperlukan

Dalam situasi kerja tidak boleh terlalu cepat mengambil intinya. Misalnya manajer memotivasi karyawannya yang kehilangan pekerjaannya dengan menunjukkan bahwa peningkatan kualitas diri, kebanggaan, hubungan yang lebih baik dan reward positif lainnya akan menjadi hasil dari perubahan sebelum memutuskan pindah kerja.
8.      Bereaksi pada klien
Biasanya klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor/perbandingan dengan orang lain. Agar fokusnya tidak berubah sebaiknya dialihkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
9.      Mengembangkan rencana tindakan
Bila menggunakan pendekatan non-directive kamu meminta klien mengidentifikasi rencana tindakan. Hal ini tidak hanya membuat klien bertanggung jawab terhadap solusinya tapi juga mengecek apakah klien menerima konselingmu. Bila menggunakan pendekatan directive, konselor yang mengajukan rencana tindakannya. Perlu juga diukur reaksi klien terhadap solusi yang diberikan konselor.
10.  Menutup wawancara dengan ketentuan-ketentuan untuk diikuti
11.  Menjaga suaramu dan tubuhmu tetap dibawah kendali
Pertanyaan harus ditanyakan dan dikomentari dengan cekatan. Empati dan penerimaan ditunjukkan secara wajar tidak perlu berlebihan/malah kekurangan karena akan mempengaruhi keterbukaan selama konseling.
12.  Membuat catatan menyeluruh
Tidak satupun orang dapat menghafal semua rincian dalam sesi konseling oleh karena itu disarankan untuk mencatatnya. Catatan itu dapat digunakan konselor untuk mendalami masalah klien.


Menghadapi Kesulitan Tertentu
Makna yang tersembunyi
Menjadi sensitive / peka terhadapa makna yang tersembunyi karena orang lebih suka menyatakan perasaan dan ide-idenya secara tak langsung.
Klien yang susah berbicara
Membantu klien menyaring ide dan ekspresi mereka karena sebagian besar orang kesulitan menganalisis masalah mereka sendiri. Oleh karena itu membutuhkan waktu dan banyak probing untuk mengetahui maksud dan reaksi mereka. Untuk memudahkan klien mengungkapkan masalahnya biasanya beberapa konselor membicarakan hal lain dulu sebelum masalahnya.
Keinginan untuk pergi (wanting to leave)
Sebagian besar itee ingin meninggalkan situasi konseling yang menekan mereka. Untukmencegah kepergian mereka konselor sebaiknya menunjukkan manfaat melanjutkan hubungan/konseling.
Ketergantungan
Ketergantungan terjadi ketika klien berharap konselor mampu menyelesaikan masalahnya. Konselor yang menggunakan pendekatan directive tidak akan kesulitan mengahdapi keinginan klien tapi akan bermasalah bila menggunakan pendekatan non-directive karena klien dipaksa untuk memberi solusi mesalahnya sendiri.
Penyangkalan
Penyangkalan harus dihadapi untuk membuat kemajuan. Penyangkalan ini dapat diatasi dengan membuktiknnya dengan tegas, menghadapinya dengan fakta-fakta dan mendorong klien pada suatu pengakuan.
Kesimpulan Bab
Dua pemikiran yang ditekankan pada bab ini adalah :
1.      Sebagai konselor, kamu bertanggung jawab secara etis dan tidak menipultif dalam interaksimu dengan klien. Gunakan kekuasaan peranmu dengan bijaksana.
2.      Konseling melibatkan koreksi atas perilaku, dan begitu juga pendisiplinan. Menjadi sensitif tehadap perbedaan antara keduanya, oba untuk konseling lebih dulu baru pendisiplinan.


Langkah-langkah Wawancara Konseling (sumber lain)
Persiapan Pra-interview (Preinterview Preparation)
Persiapan pra-interview mungkin dapat dimulai dengan perincian dan pengetahuan tentang analisis diri. Walaupun analisis diri tidaklah mudah, kita akan kesulitan ketika berusaha untuk mengerti dan membantu orang lain jika tidak mengetahuai diri kita sendiri. Sebagai iter, kita harus menjadi “client centered” (berpusat pada klien) jika kita ingin menjadi sensitif terhadap kebutuhan itee dan komunikasi yang dapat dimengerti, kenyamanan, ketentraman hati serta kehangatan. Sebagai itee kita harus menjadi “people centered” (berpusat pada banyak orang) jika kita berharap mengerti masalah kita dan orang lain termasuk konselor. Secara singkat kita harus berusaha menjadi empatik dengan orang lain.
Bagian dari persiapan pra-interview sebagai konselor, kita seharusnya berpikir tentang bagaimana kita merespon berbagai macam pertanyaan dan komentar dari counselee, misalnya :

Saya tidak menginginkan bantuanmu atapun orang lain.
Mengapa saya harus mendiskusikan keuangan pribadi saya dengan anda?
Saya tidak ingin melibatkan keluarga saya disini.
Saya tidak butuh bantuan anda.
Kamu tidak pernah menikah: bagaimana kamu dapat membantu saya dengan masalah pernikahan saya?.

Kita dapat merespon pertanyaan tersebut dengan cara tetap diam, menggunakan probing, atau mengulangi pertanyaan ataupun komentarnya untuk mendorong itee melanjutkan dan mungkin menjelaskan perasaan, sikap dan pemikirannya ataupun memberikan kita informasi tentangnya. Kita sebaikny memberikan informasi bagaimana menenangkan rasa takut dan menghilangkan salah paham serta menyinggung pendidikan dan pengalaman kita, menyampaikan kemampuan kita untuk membantu dan mengerti perasaan itee.
Kita seharusnya melihat kembali apapun yang kita tahu tentang itee agar memperoleh pengetahuan tentang itee dan masalahnya saat ini: sejarah pendidikan dan pekerjaan, latar belakang keluarga, skor tes, sesi konseling sebelumnya, pernyataan dari guru, kenalan, manajer, dan konselor lainnya serta informasi tentang problem yang telah berlalu serta solusinya. Mendorong klien untuk membuat janji penting dilakukan. Pembuatan janji akan mencegah keinginan kita untuk mendesak klien untuk cepat-cepat atau menutup interview sebelum waktunya. Ketika klien datang dengan problemnya, temukan tempat yang tenang, pribadi dan nyaman. Banyak manajer dan guru membagi kantornya dengan yang lain atau mempunya kantor dengan sekat terbuka yang hal tersebut tidak memberikan kebebasan pribadi. Kita tidak dapat mengharapkan itee akan terbuka dan percaya sepenuhnya pada kita jika orang luar dapat mendengar interview kita.
Mengatur tempat duduk sehingga membuat iter dan klien tenang dan komunikasi menjadi bebas. Pengaturan furniture dan tempatnya dapat menampakkan situasi informal. Banyak konselor menemukan bahwa meja bundar mirip meja makan dipilih oleh klien. Klien menyukai susunan seperti ini karena mereka teringat menyelesaikan persoalan-persoalan keluarga mengelilingi meja makan dan mengelilingi meja makan tidak ada posisi yang berkuasa.
Jika persiapan pra-interview talah dilakukan dengan teliti, sekarang kita siap untuk memimpin wawancara konseling yang sensitif, terorganisasi, komunikatif dan cara yang professional.

PEMBUKAAN WAWANCARA KONSELING
Menyambut : dengan nama dan kehangatan
Cara bersahabat : Lakukan dengan alami dan tulus.
Menerima itee dengan apa adanya dia.
Jangan bersifat merendahkan diri atau perlakuan merendahkan. Jangan menerka itee dengan pertanyaan seperti : “ Saya berani bertaruh bahwa saya tahu mengapa Anda ke sini.”; “ Saya mengasumsikan Anda akan berkata tentang proyek atau “tidak diragukan Anda datang karena nilai tes yang rendah.”
Hindari reaksi : “ Anda terlihat kacau.”
“ Anda harus menurunkan berat badan, bukan?
“ Apa yang Anda pikirkan?
“ Apakah pakaian itu terlalu sempit?”
Pembuka ini tidak kondusif untuk bermacam-macam hubungan yang dibutuhkan untuk konseling yang sukses. Wawancara konseling tidak seperti wawancara lainnya, sedapat mungkin selalu ada waktu dalam membangun rapport, saling berkenalan. Kita telah menemukan waktu untuk itu sama dengan murid-murid yang telah belajar dalam kelas kecil selama seminggu.
Langkah membangun rapport adalah kesempatan kita untuk mulai membangun reputasi untuk tertarik, adil dan memelihara keyakinan. Kita dapat menemukan jika klien berharap banyak atau sedikit dari wawancara, dan jika klien mempunyai satu hal stereotype negatif mengenai konselor-konselor. Itee harus nyaman dengan situasi wawancara (misal : topik yang memalukan, itee menangis, klien berbicara tentang semua masalah yang sebenarnya). Ketika rapport terpenuhi, biarkan klien memulai dengan topik yang sangat menarik padanya. Ini adalah langkah pertama ke arah menemukan sifat tepat masalah klien dan mengapa klien tidak dapat menyelesaikannya. Ingat, jangan mendesak klien. Klien biasanya bercerita ketika dia merasa siap. Yang terpenting, kita tidak boleh mendesak klien dengan solusi secepat kita telah menemukan masalah. Observasilah aksi non verbal klien sengan sangat hati-hati karena mungkin dapat mengungkapkan perasaan terdalam dan menunjukkan intensitas perasaannya.
INTI WAWANCARA KONSELING
Iter memainkan banyak peran dalam tipe wawancara konseling: pendengar, pengamat, pereaksi, penanya, penolong, simpatiser, dan informant. Dengarkan dan observasi peran tepenting kita. Jika kita tidak memberikan sepenuhnya perhatian pada apa yang dikatakan klien, implikasi dari apa yang dikatakan, dan apa yang mungkin dikatakan atau tidak, kita seperti tidak mendapat inti dari masalah. Jadilah tertarik dengan jujur pada itee dan apa yang dikatakannya. Jangan menyanggah atau mengambil alih percakapan. Hati-hati dalam menyisipkan opini, pengalaman-pengalaman, masalah-masalah pribadi; fokus dengan klien. Jika klien berhenti berbicara untuk sementara, jangan mengobrol untuk mengisi kesunyian. Kita mungkin menggunakan kesunyian untuk bermacam-macam tujuan, dorongan penting bagi itee untuk melanjutkan berbicara. Mendengarkan akan efektif jika :
1.      Melihat semua topik dan mengomentari yang kemungkinan besar penting untuk menyukseskan wawancara konseling.
2.      Hindari perhatian yang mengganggu, seperti tingkah klien.
3.      Jangan terlalu terstimulasi atau terbawa emosi.
4.      Bersikap mendengarkan, percaya pada filosofi/pandangan klien mengenai dirinya, dunianya, dan orang-orang yang di dalamnya dari pada melihat fakta-fakta.
5.      Jangan memotong pembicaraan dengan komentar sampai kita mengerti sepenuhnya apa yang klien katakan.
6.      Jangan gunakan bahasa dan komentar yang emosional dalam percakapan antara itee dan iter sebagai taktik pertahanan.
7.      Mencegah prasangka pribadi dari hal yang merusak pemahaman dan pengertian mendengarkan.

Amati bagaimana itee duduk, bahasa tubuh, kegelisahan, dan pertahankan kontak mata; dengarkan nyaringnya suara, sifat takut-takut dan bukti dari ketegangan. Pengamatan ini mungkin memberi petunjuk, seperti : seberapa besar masalah ini mengganggu klien, keseriusan masalah, seberapa rileks klien, dan seberapa kien nyaman dengan kita. Jika kita memutuskan meletakkan catatan atau rekaman wawancara, kita harus menjelaskan apa yang kita lakukan dan mengapa. Hentikan jika deteksi prosedur ini mempengaruhi wawancara.
Sekarang, mari kita fokus pada fase umum wawancara konseling, informasi yang secara potensial tersedia bagi konselor, dan dimana konselor mungkin merespon atau bereaksi.
Fase Interaksi
Contoh model fase Hartsuogh dan Echterling dari pemanggilan krisis untuk kampus atau komunitas pusat krisis ini dapat dipake pada semua situasi konseling. Figur 9.3 mengilustrasikan fase ini afektif atau emosional, fase-fase, kotak 1 dan 3 meliputi perasaan itee: kejujuran pada konselor dan perasaan tentang diri dan masalah. Kognitif atau berpikir, fase-fase kotak 2 dan 4 meliputi berpikir tentang masalah dan mengambil beberapa aksi.
Afektif
Kognitif
1. Membangun suasana membantu
a. Membuat kontak
b. Menegaskan aturan
c. Kembangkan hubungan
2. Pengukuran krisis
a. Menerima informasi
b. Mendorong informasi
c. Mengulang informasi
d. Pertanyaan untuk informasi
3. Mempengaruhi integrasi
a. Menerima perasaan
b. Mendorong perasaan
c. Merefleksikan perasaan
d. Pertanyaan untuk perasaan
e. Hubungan perasaan pada konsekuensi atau untuk contoh

4. Pemecahan Masalah
a. Pilihan informasi atau penjelasan
b. Alternatif yang membangkitkan
c. Membuat keputusan
d. Mengerahkan akal
Wawancara konseling yang khas mulai dengan mendirikan hubungan dan suatu kepercayaan.


Fase 1: berproses untuk menemukan dasar alamiah dari masalah klien. Fase 2 : Mungkin lebih secara mendalam perasaan klien. Fase 3: dan akhirnya datang beberapa keputusan tentang suatu pengajaran tindakan, fase 4. Kecuali dalam kedaruratan medis atau ketika menunda tindakan yang sedang mengancam kehidupan, jangan berpindah dari fase 1 ke fase 4 karena mengabaikan fase 3 tanpa hati-hati. Jika kita tidak menemukan kedalaman perasaan klien maka kita tidak benar-benar memahami masalah atau tingkatan pemecahan yang mungkin. Jangan mengharapkan untuk pindah melalui semua fase dalam setiap wawancara atau proses tak terputuskan dalam urutan 1,2,3,4. Kita mungkin kembali pada keempat fase berikut yaitu antara fase 2 dan 3, atau 3 dan 4. Kecuali jika orang yang diwawancarai menginginkan informasi khusus (dimana untuk mendapat pertolongan medis, bagaiman untuk mendapatkan informasi pengendalian kelahiran, bagaiman untuk mendapatkan pinjaman monetori darurat) kita mungkin tidak mendapatkan fase 4 hingga wawancara kedua, ketiga, atau keempat. Bersabarlah!

Informasi dan Tanggapan-tanggapan
Turner dan Lombard dalam 9.4, informasi secara potensial yang tersedia bagi konselor dan cara-cara umum konselor menanggapi. Jenis dari informasi dan tanggapan bisa terjadi dalam 4 fase interaksi Hartsough dan Echterling. Turner dan Lombard mengatakan, klien mungkin mengatakan tentang: 1) objek, kejadian, gagasan, konsep, dan seterusnya, 2) orang lain, atau 3) diri sendiri. Dengan suatu pilihan dari jenis informasi itu, iter sebaiknya menanggapi apa yang dikatakan itee tentang dirinya. Iter boleh jadi menanggapi : 1) Memberikan tanggapan, nasehat, saran, 2) Mengintepretasikan apa yang dikatakan itee, 3) Menerima atau mengklarifikasikan apa yang klien katakan dari sudut pandang klien sendiri. Ini adalah suatu pendekatan yang berpusat pada klien.
1
Perasaan yang dinyatakan, khususnya apa adanya
Perasaan bertentangan




Negatif
. Objek kejadian 1. Iter memberikan pendapat,
dan sebagainya. nasehat, dan sebagainya

2. Orang lain 2. Iter memberikan interpretasi
terhadap perkataan itee
Dirinya
Mengkalarifikasikan dan menerima apa yang itee katakan pada tingkat dari




Gambar 9.4 Informasi dan Tanggapan-tanggapan dalam wawancara konseling
Dengan pilihan itu, iter sebaiknya menerima atau mengklarifikasikan apa yang telah klien katakan tentang dirinya pada tingkat 1) isi, 2) perasaan yang dinyatakan, atau 3) perasaan yang tidak dinyatakan. Iter yang berpusat pada klien seharusnya merespon pada perasaan yang dinyatakan.
Perasaan yang dinyatakan itu menyediakan keputusan iter keempat, apakah untuk menanggapi pada perasaan yaitu 1) positif, 2) perasaan bertentangan atau negatif. Tuerner dan Lombard mengatakan, Iter sebaiknya menanggapi perasaan yang bertentangan dan perasaan negatif, dibanding perasaan positif supaya mendapatkan wawasan masalah klien yang menyebabkan wawancara berlangsung.
Saran-saran dari Turner dan Lombard sebaiknya diintepretasikan sebagai peraturan yang ditetapkan. Wawancara khusus, klien, dan fase dari wawancara akan menentukan apa jenis dari bahan-bahan yang tersedia dan mana yang mempunyai prioritas. Fase 4, misalnya, mungkin membutuhkan nasehat dibanding ka mengklarifikasikan apa yang itee kataka. Menjadi fleksibel, tetapi menggunakan saran Turner dan Lombard sebagai petunjuk.



Tanggapan dan Reaksi Iter
Konselor boleh jadi menanggapi atau bereaksi pada komentar orang yang konseling , relevansi, pertanyaan-pertanyaan, dan jawaban dalam suatu ragam cara yang tanpa batas. Kita mungkin menempatkan tanggapan-tanggapan dan reaksi itu sepanjang suatu rangkaian nondirektif yang tinggi ke nondirektif, direktif, dan direktif yang tinggi.
Reaksi nondirektif yang tinggi mendorong itee melanjutkan berkomitmen, untuk menganalisa gagasan dan solusi, dan untuk menjadi percaya diri. Iter tersebut bukan menawarkan informasi, bantuan, atau evaluasi yang baik pada klien atau gagasan klien atau dari pembelajaran tindakan yang mungkin. Reaksi nondirektif yang tinggi dan tanggapan digunakan dalam fase 1,2,dan 3. Konselor tersebut boleh jadi menyederhanakan, tetap diam, dan bahkan mendorong orang yang konseling untuk melanjutkan atau untuk menjawab pertanyaannya sendiri.
1. Orang yang konseling : Saya tidak tahu mau berbuat apa
Konselor : (diam)
Orang yang konseling : Saya berpikir, saya akan pulang untuk beberapa minggu hingga saya mendapatkan hal-hal yang disortir.
2. Orang yang konseling : Menurut Anda apa yang seharusnya saya lakukan?
Konselor : (diam)
Orang yang konseling : Ya, saya kira itu keputusan yang saya buat.

Konselor boleh jadi mendorong orang-orang yang konseling melanjutkan pembicaraan dengan memperkerjakan frasa semiverbal, semacam berikut ini:
1. Orang yang konseling : Saya sedang mecoba untuk memutuskanapa saya tinggal di kampus atau pulang untuk beberapa hari.
Konselor : Um-hmmm.
Orang yang konseling : Jika saya tinggal, saya kuatir akan....
2. Orang yang dibimbing : Baiklah, saya pikir saya telah memutuskan bagaimana untuk menangani masalah keuangan saya.
Konselor : Uh, huh?
Oang yang konseling : Pertama, saya akan menjual rumah yang terlalu besar untuk kebutuhan saya. Kemudian.....
Konselor mungkin mendorong orang yang konseling melalui jaminan bahwa perasaan khusus itu normal atau dia akan mampu menangani suatu masalah atau situasi.
1. Orang yang konseling : Saya dengan sederhana tidak dapat menghadapi panitia kedisiplinan.


Konselor
: Saya yakin hal itu nampaknya seperti tidak mungkin sekarang, kebanyakan orang juga berpikir begitu.
2. Orang yang konseling : Saya tidak dapat tidur, saya tidak berselera, dan saya mencucurkan air mata tanpa sebab.
Konselor : Itu adalah reaksi yang normal atas kematian orang tua.

Ketika bereaksi dan menanggapi dalam cara-cara nondirektif yang tinggi, kita harus sadar tentang perilaku nonverbal. Wajah, nada suara, tingkat pembicaraan, dan isyarat harus menyatakan ketertarikan tertentu dan mengungkapkan tingkat empati pada itee. Ungkapan um-hmmm! Boleh jadi tanda reaksi positif atau negatif oleh konselor. Reaksi yang kurang baik dapat mempengaruhi wawancara, membuat klien berhati-hati mengekspresikan perasaan dan keinginan yang benar dengan penerimaan kepada konselor. Jangan mengijinkan sikap diam diperpanjang dan membuat canggung. Jika klien merasa tidak mampu melanjutkan atau “pergi”pada hal penting ini dalam wawancara, buatlah tanggapan yang lebih cocok. Hindari klise, penetraman hati yang kurang berarti, atau khotbah kecil semacam berikut ini.
Setiap awan mempunyai garis silver.
Anda akan tertawa mengenai hal ini suatu hari nanti.
Kita semua harus pergi kadang-kadang.
Suatu hal selalu paling gelap sebelum dini hari.
Anda adalah orang yang beruntung. Mengapa, ketika saya seusiamu....

Ragam dari teknik pertanyaan mungkin melayani sebagai tanggapan nondirektif yang tinggi. Misalnya, konselor mungkin menyatakan kembali atau mengulangi pernyataan atau pertanyaan klien disamping menyediakan jawaban atau informasi sukarela, gagasan, pemecahan, atau evaluasi. Usaha tersebut untuk menghimbau klien merinci atau memunculkan jawaban.

1. Orang yang konseling : Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya lakukan
Konselor : Anda tidak tahu pilihan yang tersedia bagi Anda?
2. Orang yang konseling : Itu tidak nampak nyata
Konselor : Kehilangan pekerjaan Anda tidak nampak nyata?

Pernyataan kembali dan pengulangan harus berhati-hati dan penuh maksud.
Konselor boleh kembali pada pertanyaan klien dari pada menjawabnya. Sekali lagi, berusaha mendorong klien untuk menganalisa masalah dan untuk memilih pemecahan masalah yang mungkin.
1. Orang yang konseling : Haruskah saya memiliki usaha sampingan?
Konselor : Bagaimana yang Anda rasakan tentang usaha sampingan?
2. Orang yang dibimbing : Saya tidak tahu usaha sampingan apa yang saya ambil
Konselor : Usaha sampingan apa yang ada di dalam bayangan Anda?

Kita sebaiknya tidak melanjutkan untuk mendesak keputusan kembali pada itee, jika kita mendeteksi bahwa itee bingung, mempunyai sedikit informasi untuk membuat keputusan, salah yang diinfomasikan, tidak diputuskan dengan sebenarnya, atau tidak mampu membuat suatu pilihan. Untuk melanjutkan denagn pendekatan nondirektif yang tinggi akan menjadi nonproduktif dan berbahasa secara potensial untuk membantu proses konseling dan hubungan.
Iter mungkin mengundang itee untuk membahas suatu masalah atau gagasan.
1. Orang yang konseling : Saya dibawah banyak tekanan keluarga Mary.
Konselor : Akankah Anda suka untuk mendiskusikan tekanan itu?
2. Orang yang konseling : Saya mempunyai reservasi serius tentang pelaksanaan ini.
Konselor : Tetaplah mengatakan kepada saya tentang hal itu.

Dalam undangan nondirektif yang tinggi, klien mempertahankan kebebasan untuk menahan diri dari menekuni atau menjaga perasaan yang dirahasiakan jika sungguh-sungguh diinginkan. Konselor tersebut tidak mengatakan “katakan kepada saya tentang itu ” atau “seperti”, tetapi tanyakan jika klien sedang ingin untuk membahasnya, untuk menjelaskan, atau mengungkapkan.

Pertanyaan reflektif adalah hal bernilai dari menemukan, dalam cara nondirektif, jika konselor memahami apa yang klien sekedar katakan. Seperti kita bahas dalam bab 4, pertanyaan reflektif adalah didesain untuk mengklarifikasikan atau untuk memverifikasi pernyataan, bukan untuk memimpin klien terhadap hal penting dari pandangan atau pemecahan terpilih.

Conselee: “Saya tidak merasa saya bisa bekerja pada hari sabtu karena ada masalah
keluarga”
Konselor: “Jika Anda tidak bisa bekerja pada hari sabtu anda akan mengganti untuk
selama-lamanya”

3.      Counselee: “Lalu saran anda apa?”
Konselor: “Ya ini yang harus kamu lakukan. Jumlah penghasilanmu akan meningkat
20 % dan kamu tidak akan kehilangan pekerjaan atau terlambat dengan
alasan apapun”.
Kami harus punya sedikit kesempatan menggunakan aksi-aksi dan tanggapan-tanggapan yang sangat terarah. Pertama, beberapa counselee akan mendorong kita pada titik dimana reaksi-reaksi ekstrim seperti itu perlu. Kedua, couselee biasanya punya sejumlah pilihan dan sejumlah konselor. Dan dari situ mereka memilih dan mungkin menghindari hal-hal yang kelihatannya tidak cukup beralasan dengan keinginan-keinginan mereka. Ketiga, para konselor sering memiliki sedikit wewenang untuk menentukan ide-ide atau solusi-solusi pada klien, bahkan jika mereka bermaksud untuk melakukannya.
Ketika bereaksi pada suatu ucapan itee, kita tidak boleh terkejut dengan apa yang kita dengar atau paling tidak tadak menampakkan keterkejutan kita. Pembacaan secara luas dalam konseling dan persiapan yang matang pada setiap wawancara akan mengurangi jumlah keterkejutan yg kita temui dalam wawancara konseling. Kita tidak harus mencoba mengelak dari fakta-fakta yang tidak menyenangkan. Jujurlah tapi tetaplah berpegang pada fakta jika mungkin. Intonasi nada suara kita, perubahan-perubahan nada suara dan gerak tubuh harus menunjukkan suatu image relaks, tidak tergesa-gesa dan percaya diri pada klien. Jika kita gugup dan menampakkannya kita tidak bisa berharap klien bisa relaks. Menghindari munculnya tingkah laku kasar atau memaksa, terlalu dingin, sopan atau formal. Klien tersebut mungkin kehilangan kepercayaan pada kita sebagai konselor, mengakhiri wawancara tidak melanjutkan konseling pada konselor-konselor lain. Sejumlah studi telah menemukan pengungkapan itee selama wawancara konseling seperti dibawah ini
1.      Data lebih luas dan otentik ketika iter sangat terbuka, menunjukkan minat penerimaan dan pengertian
2.      Resiko persepsi itee dan keperluan menyediakan informasi, mempengaruhi pengungkapan
3.      Sejarah pengungkapan itee mempengaruhi pengungkapan dalam wawancara konseling
4.      Itee wanita merespon lebih lama terhadap iter wanita tetapi tidak menunjukkan informasi lebih pada wanita daripada laki-laki.
5.      Suatu pemikiran atau uraian baru dari pernyataan itee mengesankan hal negatif tapi bukan positif itu sndiri
6.      Tanggapan-tanggapan itee lebih nampak ketika mereka menerima hubungan personal yang lebih besar.
Masing2 penemuan ini menunjukkan pada kita hal penting yang harus kita lakukan atau kita hindari dalam wawancara, atau menceritakan pada kita apa yang diharapkan dalam wawancara.

Pertanyaan-pertanyaan
Hindarilah terlalu banyak bertanya agar itee lebih terfokus untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Hindarilah pertanyaan tertutup yang menbutuhkan jawaban iya atau tidak. Berilah pertanyaan yang dapat mengajak klien untuk memverbalkan emosinya, untuk melihat lebih dalam masalah dan menawarkan kemungkinan solusi seperti :
·         Solusi apa yang sudah anda coba?
·         Apakah ide yang ada dalam pikiran anda?
·         Menurut anda, mengapa pimpinan anda melakukannya?
·         Apa yang terjadi berikutnya?
·         Apa ada hal lain yang ingin anda lakukan?
Hindarilah pertanyaan yang tidak berkenan, tidak menyenangkan/terkesan tidak mempercayai. Biasanya pertanyaan ”mengapa” dapat menimbulkan reaksi defensif dari itee, seperti pertanyaan berikut :
·         Mengapa anda tidak membuat laporan secepatnya?
·         Mengapa anda tidak memberikannya pada bagian keuangan?
·         Mengapa anda tidak lakukan apa yang pimpinan anda katakan?

Membantu dan Memberi Informasi
Iter mengkondisikan bahwa wawancara berpusat pada klien, dengan cara :
1.      Menghindari memberi nasehat pada itee
2.      Menjadi seseorang yang menolong bukan meramal
3.      Menghindari komentar yang dapat menimbulkan dampak negatif pada itee
4.      Klien boleh menolak solusi yang kita tawarkan

Memberikan informasi lebih tepat daripada memberi nasehat, diwujudkan dengan cara:
1.      Melayani sebagai pendorong, pemberi petunjuk, motivator, cermin yang dapat merefleksikan ide-ide dan perasaan itee.
2.      Jujur, memberi pengertian bahwa kita tidak selalu dapat memberikan solusi.

Pentingnya keahlian dalam wawancara konseling
1.      Klien mampu merasakan dengan seksama keahlian atau kekurangan konselor.
2.      Iter yang ahli akan melayani dengan lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan klien.
3.      Pelayanan seorang iter yang ahli lebih bersifat tidak langsung daripada iter yang tidak ahli.
4.      Iter yang ahli membatasi respon mereka untuk beberapa poin penting dalam interview.
5.      Iter yang ahli melayani klien dengan sikap yang baik dan menyenangkan.

Dalam menjelaskan proses konseling dalam sebuah agensi atau departemen, hendaknya bersifat jelas dan tepat sasaran. Proses konseling dapat menggunakan tes dan perkenalan untuk mendapatkan informasi. Dalam menyampaikan hasil tes, hindari komentar yang dapat memadamkan harapan klien serta pernyataan yang dapat mempengaruhi hasil/informasi yang diperoleh selama sesi wawancara. Seperti pernyataan : ”saya khawatir, anda berada di tempat yang salah” atau ”anda harus berhenti mengajar”
Beberapa faktor yang dapat meghambat itee dalam mengingat dan memberi informasi secara aktual dan lengkap adalah :
1.      Keadaan fisik
2.      Keterbatasan personal
3.      Hubungan iter dan itee
4.      Cara penyampaian informasi
5.      Munculnya rasa menyesal atau bersalah atas informasi yang overload

Teknik komunikasi yang dapat dilakukan konselor untuk meningkatkan kemampuan itee dalam menerima, memahami, mengingat dan menyampaikan informasi diantaranya adalah :
1.      Penggunaan media visual
2.      Vocal punctuation
3.      Memberi pertanyaan
4.      Strategi repetisi
5.      Sistem presentasi atau penyampaian informasi
6.      Penyampaian pengertian dan penjelasan
7.      Mengurangi informasi dari semua rincian informasi
8.      Mengurangi jumlah waktu itee dalam menyampaikan informasinya kembali

Kecurigaan sering timbul saat iter membuat tulisan selama sesi wawancara berlangsung. Kecurigaan tersebut dapat dikurangi dengan menjelaskan apa yang sedang kita lakukan, bagaimana bentuknya dan bagaimana kita akan menggunakan informasi yang kita tulis tersebut. Kemukakan secara terbuka.

Alfred Benyamin dalam bukunya The Helping Interview memperingatkan agar :
·         Tidak mencatat hal yang akan kita rahasiakan pada klien
·         Tidak mencatat saat dibutuhkan pemeliharaan komunikasi yang efektif (mendengarkan, kontak mata, umpan balik) dengan itee

Penutupan
Penutupan wawancara konseling sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan wawancara. Beberapa petunjuk memilih cara penutupan yang baik :
·         Baik iter maupun itee hendaknya mampu mengatakan kapan saatnya menutup wawancara secara langsung.
·         Tidak membuka topik baru saat wawancara dirasa cukup.
·         Jangan mengharapkan dapat menyelesaikan masalah dengan rapi dalam satu paket.
·         Berpikir bahwa itee mampu dan suka rela mau berdiskusi dengan kita.
·         Jangan memberikan perhatian berlebih.
·         Bukalah pintu untuk percakapan berikutnya.

Cara kita menutup wawancara dapat meningkatkan atau meruntuhkan kepercayaan klien terhadap kita selama wawancara.

Evaluasi Setelah Wawancara
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menjadi petunjuk dalam melakukan evaluasi setelah wawancara baik saat menjadi konselor/konselee.

Persiapan Pra-wawancara
1.      Apakah kita sudah meninjau bahan yang tersedia berkaitan dengan orang yang diwawancarai atau pewawancara sebelum wawancara tersebut?
2.      Apakah kita sudah membuat suatu usaha untuk mengetahui diri kita dan tingkat keahlian konseling kita atau kemampuan untuk memecahkan masalah saya?
3.      Apakah kita sudah menilai kebutuhan bagaimana saya berkomunikasi dan ”melintasi” dengan orang lain secara khusus dengan golongan ini?
4.      Sudahkah saya mengevaluasi bagaimana orang lain, golongan ini dalam hal tertentu, memandang saya atau kelompok untuk mana saya pilih?
5.      Sudahkah saya meninjau pertanyaan yang saya mungkin tanyakan untuk mendapatkan dan berpikir untuk bagaimana saya mungkin menanggapi pertolongan dan tidak secara defensif?
6.      Sudahkah saya menyiapkan suatu iklim dan menyelesaikan dimana keterbukaan dan keinginan untuk mengkomunikasikan yang akan dibantu perkembangannya?

Keterampilan mewawancarai
1.      Seberapa efektif dan lengkap pembukaan?
2.      Seberapa terampil teknis wawancara saya?
3.      Apakah saya sudah menggunakan suatu campuran pendekatan direktif dan non-direktif yang sesuai?
4.      Sudahkah saya meletakkan catatan yang cukup tanpa mengganggu proses wawancara?
5.      Sudahkah saya menyusun langkah yang bagus untuk wawancara tersebut, bukan terlalu cepat atau terlalu lambat?
6.      Sudahkah saya mempekerjakan bantuan visual untuk membantu bagian lain untuk mengingat dan untuk memahami pembahasan, penjelasan dan pilihan?
7.      Sudahkah bagian terdiri dari dua atau lebih orang, yang telah saya mampu untuk melibatkan semua anggota dari sebagian dalam wawancara?
8.      Seberapa efektifnya saya dalam memotivasi orang yang dibimbing atau konselor untuk mengkomunikasikan pada tingkat 2 dan 3?
9.      Seberapa toleransinya saya untuk dari kejadian diam selama wawancara?
10.  Bagaimana persiapan saya bersepakat dengan pertanyaan dan komentar, khususnya pertanyaan dan komentar negatif?
11.  Seberapa efektif dan lengkapnya saya menutupnya?




Keterampilan konseling
1.      Seberapa baiknya saya menyesuaikan pada bagian ini dan pada situasi ini?
2.      Sudahkah saya menjelaskan semua pilihan dengan jelas, secara menyeluruh, dan secara objektif?
3.      Sudahkah saya ”membantu” bagian lain untuk mendapatkan wawasan dan untuk membuat keputusan tanpa mendominasi wawancara atau melaksanakan tekanan nyata dan yang sulit dipisahkan?
4.      Di dalam usaha saya untuk tetap netral, apakah saya sudah gagal untuk menjadi konselor yang efektif, untuk menjadi seorang yang peduli pada manusia?

Tidak ada komentar: